Hari silih berganti, Nala mulai menerima kebiasaan baru Raskal sejak hari itu.
"Habis ngampus, kamu ada pertemuan lagi?"
"Ada, babe."
"Sama dia?"
"Iya."
"Dari jam berapa sampai jam berapa? Ngapain aja nanti kamu sama dia?"
"Habis kelas jam 2 aku bakal ke labo seni buat ambil proposal dan revisi kuesioner. Tadi Kak—"
"Selesai jam berapa?"
"Mungkin jam 4. Harusnya sebentar."
"Okay. Aku tunggu kamu di kantin sampai jam 4."
"Tapi aku nggak janji selesai jam 4 ya, babe, kadang Kak—"
"Sampai jam 4 kamu nggak muncul, aku samperin kamu ke labo seni. Kalau sampai malam pun, aku tungguin kamu."
Tapi Nala kewalahan, entah karena baru saja ia bolak-balik dari lantai bawah ke lantai atas membawa proposal ke ruang BEM atau setelah membaca pesan Raskal yang mengatakan bahwa ia akan menunggunya dan mau menghampirinya ke ruang labo seni sampai malam.
Yang pasti kegiatan Nala tidak akan sampai malam. Hanya saja Nala suka salah memprediksi waktu. Yang ia kiranya akan selesai cepat tapi nyatanya tidak seperti itu. Semakin hari mendekati acara, waktu dan tenaga Nala semakin terkuras.
Kesibukkannya pun membuat Nala suka lupa jam makannya juga. Hingga beberapa kali Raskal datang dan menegurnya sambil membawakan makanan untuk Nala makan. Dan akhirnya Ibu mulai sering menyiapkan bekal lebih agar tidak merepotkan Raskal terus.
Sejak hari itu Raskal dan Rama tak ragu menunjukkan tatapan sinis dengan raut mengeras diantara mereka. Mereka tidak peduli dengan pandangan orang tentang gosip mereka. Tidak ada yang berniat memperbaiki atau mengubah kondisi dan situasi mereka agar lebih membaik. Tidak. Mereka sama sekali tidak melakukan itu. Mereka membiarkan gosip tersebut menyeruak besar.
Mereka bahkan terang-terangan menunjukkan ketidak sukaan mereka masing-masing di depan banyak orang. Dan mereka terpaksa bersama kalau sedang membahas acara kampus saja, setelah itu mereka pura-pura tak saling mengenal.
Sementara Nala tak dapat berbuat apapun selain menuruti kecemburuan Raskal untuk menjaga jarak, dilarang berinteraksi, atau apapun selain mengenai persiapan acara.
Awalnya Nala menyanggupi, namun semakin hari hal itu mulai mengganggu aktifitas Nala. Nala merasa bahwa Raskal perlahan mengekang kegiatannya, Nala seperti seekor burung yang dikurung di dalam sangkar. Raskal tak henti memantau Nala terus dari pagi sampai malam di setiap harinya.
Raskal membelenggu Nala.
"Kamu baik-baik saja?" Santa mendatangi Nala di ruang labo seni setelah Nala meminta Santa untuk ditemani. Nala sendirian di ruang labo seni. Sebelumnya Kak Rama bersamanya dan ia pergi ke ruang BEM menemui tim lainnya. Ia butuh teman, agar ia merasa tidak sendirian. Dan mungkin sekaligus menjadi teman curhatnya. Jadi Santa buru-buru datang dengan membawa beberapa cemilan manis.
Karena kesibukkan itu juga Santa dan Nala mulai jarang curhat. Mereka bertemu di kantin untuk makan bersama lalu kembali melakukan aktifitas masing-masing. Nala juga lebih banyak waktu bersama Raskal setelah insiden itu, jadi Nala dan Santa baru bisa bertemu sekarang ini.
"Wajah mu kusut banget," Santa meneliti wajah Nala. Bukannya kusut, malah terlihat muram. Nala beberapa kali menghembus napas lelah membuat Santa cemas.
"Acaranya semakin dekat tapi masih banyak yang harus kuselesaikan." Nala menghembus napas lagi. "Setelah acara kamu harus ajak aku jalan-jalan ya. Kemarin kamu katanya habis jalan-jalan ke Taman Safari. Aku iri. Ayo cerita bagaimana kamu bisa jalan-jalan sama siapa—Kak Arthur ya namanya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Admirer II
Teen FictionSPIN-OFF SECRET ADMIRER. WAJIB BACA SECRET ADMIRER PERTAMA LEBIH DULU. Berisi lanjutan kisah manis milik Raskal dan Nala. Ada Santa, Jian, Kak Tama, Ibu, Kak Sandi, dan orang-orang baru yang berperan di kehidupan mereka. Di kehidupan Nala dan Rask...