Bab 3A

474 4 0
                                    

"Apaan, sih?" Linda pun menarik paksa ponsel yang ada di tangan Nella.

"Ya, ampun, banyak amat. Pengirimnya Romi Atta Handoko." Linda menutup mulut yang menganga, matanya pun ikut melebar tak percaya.

Aku mendengus kesal karena pesan pribadiku telah dibaca mereka tanpa izin. Aku merampas kembali ponselku, lalu memasukkan ke dalam tas. Busyet, ketahuan sudah, uang bulanan yang ditransfer suamiku.

"Itu Om Romi, suamimu, kan? Uang sebanyak itu buat apa?"

Nella memperkecil suara ketika bertanya. Gadis itu memang tahu situasi dan kondisi, bisa mengendalikan diri ketimbang Linda, si gadis lemot.

Aku tidak menanggapi pertanyaannya, membuang pandangan ke papan tulis putih. Aku mau menghindari juga tidak bisa. Mereka tidak mungkin akan mengizinkan aku ke toilet sampai aku menjelaskan apa yang sudah mereka lihat barusan. Selama ini, aku tidak pernah membahas masalah uang nafkah yang diberikan Mas Romi sebagai suami.

"Hei, sepuluh juta?" Nella pindah posisi duduk di samping sambil meletakkan tangan ke pundakku.

"Uang jajan?" Linda menebak dengan memicing mata bundarnya.

Aku pun terpaksa mengakui dengan memberi anggukan pelan.

"Hah, yang bener? Banyak banget, Gin?"

Kulihat reaksi wajah mereka terkejut. Ya, iyalah pasti kaget. Dulu sebelum menikah aku hanya dikasih jatah sama papa tiga-empat juta saja untuk jajan sebulan. Aku seorang pengangguran yang hanya fokus kuliah. Rata-rata mahasiswa fakultas kedokteran tidak bisa bekerja setengah paruh karena waktunya habis di laboratorium dengan deretan praktikum di siang sampai sore hari. Beda dengan mahasiswa jurusan lain di bidang ekonomi atau hukum, setengah harinya mereka sudah diperbolehkan pulang karena jadwal kuliah yang tidak begitu padat.

"Buat bayar apa aja itu, Gin?" tanya Nella, tiba-tiba jiwa kepo-nya meronta-ronta. Soalnya aku tahu, uang jajan dari orangtua mereka tidak sebanyak itu.

"Apa, ya? Hmm." Aku mikir-mikir sambil memainkan bola mataku.

"Uang token listrik?" tebak Linda. Aku menggeleng.

"Uang WiFi internet bulanan?" tebaknya lagi sambil mendekatkan wajah ke arahku. Lagi-lagi, aku menggeleng.

"Gak tahu juga. Aku tidak pernah disuruh bayar ini-itu," lanjutku. "Buat bayar taksi online, mungkin."

"Tapi itu masih banyak banget sisanya," jawab Linda sambil mencibirkan bibir.

"Apa pun itu, Gin. Aku bilang suamimu itu tidak pelit. Aku mau lho kalau ada stok cowok kayak Om Romi-mu itu. Lumayan, kan, tajir, tampan, kalau jalan berdua ke mana-mana, jadi pusat perhatian. Ya ampun, aku tidak bisa membayangkan gimana-gimananya lagi." Cewek berkacamata itu menggoyangkan lenganku.

"Pada nge-halu, ya, lu orang pada," ketusku mengakhiri pembicaraan tak penting itu, dosen pun datang untuk memulai kuliah pertama.

MENIKAH DENGAN PRIA DEWASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang