Iya, setahuku, mami Mas Romi sudah meninggal sejak dia masih berusia sepuluh tahun karena kanker serviks. Lalu, papinya menikah lagi dengan Tante Irma dan mempunyai anak gadis bernama Agnes. Namun, Tante Irma adalah ibu tiri yang lembut, bukan ibu tiri yang kejam seperti cerita di sinetron ikan lele terbang.
Tak lama berselang, terdengar bunyi klakson mobil di luar halaman. Suara itu cukup familiar di telingaku, seperti mobil Nella. Apa mungkin dia sudah datang menjemputku?
"Bik, Gina pergi, ya, Bye." Aku pamit setelah meneguk air minum dan mengambil tas yang kuletakkan di meja.
"Jangan lupa, pamitan ama Mas Romi, Non," saran Bik Ima setengah berteriak setelah aku melangkah ke luar.
"Iya," kataku sambil bergegas keluar, membuka pintu penumpang dan masuk ke dalam mobil. Di sana sudah ada Linda.
"Hai, girls. Cuzz," sapaku.
"Gimana semalam, Gin? Aman?" Nella menanyakan hal yang menjemukan sebelum melajukan mobil.
"Amanlah."
Iya, aku berdusta, seakan-akan tidak terjadi apapun. Mereka tidak perlu tahu betapa jengkelnya kalau Mas Romi memberi kuliah malam kepadaku.
Setelah itu, mereka menggantikan topik pembicaraan yang membuat hatiku lega. Ngapain juga bahas tentang pria itu?
💗💗💗
Sampai di kafe, kita seru-seruan, mengobrol dan menikmati makan malam sambil mendengarkan lagu Band Ksatria. Dalam acara itu ada games dan kuisnya, membuat suasana semakin meriah. Rata-rata yang hadir di kafe adalah anak muda yang merupakan penggemar Band Ksatria. Ada pula sebagian orang-orang yang sekadar nongkrong untuk menghabiskan weekend-nya saja.
"Semalam yakin lo enggak pa-pa?" Nella membuka pembicaraan setelah acara kuis itu selesai.
"Ya, enggak pa-pa. Lagian ngapain kalian bahas masalah itu lagi di sini. Bikin bad mood aja."
Aku sebal kalau harus membahas tentang dia di sini. Aku mengunjungi kafe ini untuk bersenang-senang, menghilang penat karena di rumah tidak banyak yang bisa aku lakukan, tidak ada kesenangan di sana.
