Bab 3C

415 6 0
                                    

Tak lama terdengar suara dehaman mengalihkan perhatian kita dari drama romantis. Langkah kaki terdengar makin jelas menuruni anak tangga kemudian sosok berkaos putih dengan celana jeans pendek mendekati ruang di mana kita berada.

Tatapan pria itu datar menatap ke arah kita bertiga. Aduh, gawat, kapan dia pulang? Kok, aku tidak menyadari saat dia menaiki anak tangga ke lantai dua. Terakhir aku melirik jam, jarum itu masih menunjukkan angka tiga sore.

Aku mengembuskan napas panjang, berusaha mempersiapkan diri dengan apa yang akan terjadi. Mungkin saja, dia merasa terganggu dengan suara bising yang tidak disengaja kita munculkan.

Ini gara-gara Nella dan Linda. Suara cempreng mereka pasti terdengar sampai di kamar lantai dua.

"Malam Pak, eh, Om, eh maaf," sapa Linda sambil beranjak dari duduk yang santai. Tangannya menggaruk kepala, leher, punggung, pokoknya apa aja yang tidak gatal sebenarnya untuk menyembunyikan rasa canggung. Dia terlihat salah tingkah dengan kehadiran Mas Romi, sampai-sampai dia bingung mau panggil apa.

"Mas kali, kok, Om, sih." Nella menyenggol sikunya. "Sejak kapan lo panggil Gina sebutan Tante. Kalo Om berarti istrinya,  lo panggil tante, kan? " bisiknya dengan pelan biar tidak kedengaran suamiku.

Aku menahan tawa dan melirik sedikit ke mereka yang berdebat hal kecil yang tidak seharusnya terjadi sekarang. Linda pun ah, entahlah dia memang seperti itu. Lemot ketulungan. Semua masalah berasal darinya, bisa juga berakhir dengan tawaan karena keluguannya.

"Oh, iya, malam, Mas."

Linda meralat sapaan untuk Mas Romi sambil memasang wajah malu-malu kayak putri malu yang tak sengaja disentuh. Aku lihat wanita itu pun menunduk, menghindari kontak mata suamiku.

Lalu, pria berkacamata itu menghampiri kita sambil melempar sedikit senyum, masih dengan sikap khas yang dingin seperti es kutub utara. Terlihat dari tatapannya yang datar dan tidak berekspresi. Tampan sih, tapi ya itu, kesan wajahnya serius bak dosen killer.

"Maaf, ya, ini sudah pukul berapa? Apa orangtua kalian tidak khawatir anak gadisnya masih belum ada di rumah jam segini?" Akhirnya dia mengutarakan maksud kedatangannya sambil melirik ke jam branded yang masih melingkar di pergelangan tangan.

Nella maupun Linda refleks ikut mencari jam yang ada di dinding untuk mengetahui jam berapa sekarang. Kami memang lupa waktu sampai tidak tahu jam berapa sekarang. Linda pun mengambil ponselnya dan mengecek jam.

"Oh My God, uda jam 12, Nel." Linda berteriak sambil menunjukkan layar benda canggih itu. Mata melebar dan mulut menganga, itulah ekspresinya yang membuat kita spontan senyum-senyum karena menurut kami, ekspresi itu lucu sekali.

"Iya, sih, tapi mamaku tahu kalo aku ada di rumah Gina. Tadi aku udah tlepon," tegas Nella. "Kalo lo, Lin, uda pamit ama nyokap?"

Linda mengangguk. "Udah, kok."

Mereka pun saling melempar tatapan kemudian  berpaling ke arahku. Aku masih malas berdiri, pandanganku masih pura-pura fokus ke televisi. Namun, beberapa kali aku melirik ekspresi suamiku. Ada yang tak beres, kayaknya.

Mungkin kedua temanku sadar diri, tidak baik berada di rumah orang di jam Cinderella seperti ini, mereka pun memilih pamit pulang.

"Hmm. Kalo gitu, kita pulang aja, yuk!  Aku anter kamu dulu, Lin." Gadis berkacamata itu mengambil tas dan mengeluarkan kunci mobil.

"Gin, kita pulang dulu, DVD-nya di sini dulu. Besok kalo lo mau nonton, nonton duluan aja." Linda pun sambil membereskan dan memasukkan barang-barangnya ke tas.

Aku mengambil remote dan menekan stop lantas mematikan layar televisi. Lalu, aku berdiri dan mengantar kedua gadis itu ke pintu tanpa sepatah kata pun.

"Maaf, Mas. Kami pamit dulu, ya," pamit Nella canggung, membalikkan badan dan menuju ke pintu.

Pria itu hanya mengangguk pelan menanggapinya. Aku pun mengekori langkah kedua gadis itu sampai mereka masuk ke mobil.

"Sorry, ya, Gin. Enggak enak, nih, sama Om, kita khawatir ntar lo bakalan diomelin dah," ucap Nella agak cemas, yang duduk di jok kemudi.

Iya, aku sering curhat kalau Mas Romi memang sering bawel kalau aku melakukan kesalahan bahkan untuk kesalahan kecil. Entahlah, seperti yang aku bilang, jalan kita berbeda. Jalan pikirannya lebih kritis, sedangkan pola pikirku lebih simpel.

"Enggak bakal, palingan dia juga udah langsung ke kamarnya, udah malam juga. Paling besok, aku akan menghindari dia sampe kamu jemput aku. Eh, besok kita jadi, kan, ke konser band Ksatria?"

Aku mencoba meyakinkan mereka kalau aku akan baik-baik saja. Padahal sejujurnya, aku tidak yakin Mas Romi tidak memberi petuah malam ini. Dia memang hobinya mencari kesalahan, lalu menceramahiku. Entah demi apa, aku tak mengerti.

"Ya, sudah, kalian hati-hati! Jangan lupa chat kalo udah sampe rumah," kataku sambil membalas lambaian tangan.

"Sip." Terdengar starter-an mobil Nella sambil mengacungkan jempol lalu melaju pergi.

Setelah melihat mobil silver itu menjauh dan hilang dari pandanganku, aku masuk dan mengunci pintu utama. Kakiku melangkah ke arah tangga. Tanpa kusadari ternyata Mas Romi masih duduk di sofa itu, sepertinya menungguku.

"Gina!" panggilnya dengan suara lantang.

Aku menghentikan langkah dan menoleh ke arah suara itu. M@mpus deh, tanggapi atau kabur langsung ke kamar, ya?

Bersambung.
Cerbung ini sudah tamat di KBM App (herlina_teddy) dan Karyakarsa (herlinateddy) dengan judul MENIKAH DENGAN PRIA DEWASA

Ada paket hemat dan murah Fullpart di Karyakarsa. Khusus juni ada voucer 5ribu di fullpart dengan tulis kode JUNI2023. Akses baca 30 hari saja.

MENIKAH DENGAN PRIA DEWASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang