"Hari ini giliran Gina yang traktir, ya? Kan, baru dapat transferan dari suami tercinta." Gadis berambut pendek itu memintaku membeli cemilan untuk persiapan nobar kita siang ini.
"Yei, enak aja." Aku memanyunkan bibir beberapa centi. Ini namanya pemerasan secara halus. Tahu saja, kalau aku baru dapat uang bulanan yang lumayan banyak, mereka pada memalaki aku.
Tanpa jawaban setuju dariku, mereka terus memasukkan beberapa makanan ringan dan minuman kotak rasa buah-buahan ke dalam keranjang merah yang aku tenteng.
"Yang ini sekalian, ya, Gin." Linda, si rambut pendek itu meletakkan camilan ke dalam keranjang, lalu mendahuluiku.
"Ini juga, ya, oh, iya, aku langsung ke mobil, ya, tungguin kamu selesai," timpal cewek berkacamata— Nella, melewatiku ketika dia juga meletakkan barang yang sudah dipilih dari minimarket.
Aku mendengus kesal, tetapi ya, sudahlah, toh, ke mana-mana kita selalu nebeng mobil Nella. Hitung-hitung ada hubungan timbal balik, dia keluarkan uang bensin dan aku keluarkan uang camilan. Sementara Linda yang suka bantu-bantu bawain barang belanjaan. Kita memang menerapkan simbiosis mutualisme, hubungan saling menguntungkan.
Aku pun ikut antre ke barisan untuk membayar barang belanjaan yang sudah penuh di keranjang merah. Setelah selesai membayar, aku menuju ke Yaris silver milik Nella yang parkir tepat di ruko minimarket.
Tak lama kemudian, kendaraan roda empat itu melambat setelah hampir sampai di depan halaman rumah. Halaman rumah kami bisa menampung dua mobil sekaligus. Setelah turun dari mobil, kulihat tidak ada mobil Mas Romi. Berarti dia belum pulang, baguslah kalau begitu. Mudah-mudahan dia lembur sampai malam seperti biasanya, doaku dalam hati.
Setelah menyapa Bik Ima, kami mulai mencari posisi duduk ternyaman. Aku menyalakan layar LED 45 inch itu, sedangkan Linda menyetel DVD player. Sementara Nella sibuk menyiapkan camilan kita di atas meja.
Mereka sudah beberapa kali mampir dan numpang nonton di rumah. Mereka bilang, nobar di rumahku terasa nyaman. Selain karena kualitas televisi, DVD player yang dilengkapi dengan sound system lumayan jernih suaranya. Kalau nobar di rumah mereka, selalu ada orangtua yang memantau seperti kamera pengintai, tidak bebas, kata mereka.
Tak terasa kita sudah menghabiskan waktu beberapa jam untuk menonton delapan episode. Drama romantis itu seolah menghipnotis sehingga kita lupa waktu.
"Oh My God," teriak Nella melotot ke arah TV sambil mencomot beberapa kerupuk yang ada di tangan Linda.
"Oh, enak banget tuh cewek, dicium ama Lee Ming Ho," timpal Linda tak kalah seru. Matanya tak lepas dari layar, seolah tidak mau ketinggalan sedetik pun adegannya.
"Aku pun mau," sambung Nella lagi, agak lebay sih, menurutku.
Kondisi di ruangan sedikit rincuh dan gaduh dengan teriakan mereka berdua. Mereka tidak rela artis idaman mereka, Lee Ming Ho melakukan adegan romantis dengan artis partnernya.
"Lihat, lihat!" Jari Nella menunjuk ke layar TV yang ada adegan romantis lagi, kaki pun terangkat ke sofa. Terlihat nyaman memang, seperti rumah sendiri.
"Oh, ya, ampun senyumannya," kata Linda kagum sambil mencomot kacang yang ada di tanganku.
Ih, apaan sih, camilan yang di tangannya masih ada, main comot milikku. Aku menepuk tangannya dan dia meringis kesakitan lantas tersenyum ketika sadar kesalahannya.
"So sweet." Nella makin lebay sambil manyun-manyun.
Aku hanya menggeleng dengan ke-lebay-an yang sudah tercipta di antara mereka berdua. Aku suka dengan artis negara ginseng, tetapi aku masih bisa mengendalikan diri untuk tidak terlalu fanatik seperti mereka. Toh, lebay seperti itu, untungnya apa?