Side Story 20 : Lacuna

763 22 20
                                    

---

"The hard goodbyes, where your heart just wiches for a perfect ending, but then the reality hits and gushes from your eyes."

---


---

Notes :

Diharapkan untuk yang belum membaca lengkap Alternate Ending, bisa membacanya lebih dahulu. Karena disini tidak akan mengulang scene yang ada disana (khususnya bab 12-13), jadi bisa dicek dulu ya teman-teman, biar tidak bingung.

Bab ini akan menjadi gerbang yang akan menjelaskan hubungan yang muncul antar karakter yang mungkin nanti kisahnya akan dipisah atau (disatukan jika diperlukan) seperti yang sebelumnya. Baik yang sudah muncul ataupun yang belum.

Bab ini juga cukup panjang, jadi siapkan waktu kalian untuk membacanya yaaa.

Enjoy semuanya. Semoga berkenan 🤍.

Thanks.

...

Anak-anak itu tiba di tempat penampungan. Sebuah tempat yang dikatakan aman dan akan menjadi tempat baru bagi mereka tinggal. Tempat itu nun jauh di atas bukit. Udara dingin terasa lebih menusuk disana. Bangunan-bangunan semi permanen sudah berdiri. Tidak ada bola berwarna ungu di langit, mereka memahami mengapa tempat itu dapat dijamin keamanannya.

Nama tempat itu adalah The Sky Shelter. Karena berada di dataran tinggi, langit terasa lebih dekat disini. Atas arahan Letnan Kim, anak-anak itu menjalani serangkaian pemeriksaan, pelaporan, dan sampai akhirnya dikumpulkan kembali di aula. Mereka pun akhirnya menyadari letak persis dimana mereka berada. Blok A. Artinya mungkin ada beberapa blok lainnya. Tempat orang-orang berlindung seperti mereka.

Pada aula itu, Letnan Kim meminta mereka menunggu sejenak. Ia terlihat sibuk bicara dengan seseorang melalui HT nya. Pasang matanya mereka sibuk memperhatikan Letnan Kim. Menanti tindakan apa yang harus mereka lakukan selanjutnya. 

Sampai kemudian, terdengar seseorang menyapa mereka. Suara berat seorang lelaki.

"Selamat datang, teman-teman."

Suara seorang lelaki yang terasa tidak asing itu membuat perhatian mereka teralih. Keterkejutan seketika terpahat di wajah anak-anak itu. Tidak hanya tentang si empu suara yang membuat mereka terkejut, tapi dua orang yang datang bersamanya. Seorang laki-laki yang duduk di kursi roda, dan sepasang anak laki-laki dan perempuan yang berdiri di belakangnya.

Sebuah kejutan tak terduga yang pertama kali menyambut mereka di tempat itu. Terpahat jelas rasa tidak percaya dari sorot mata mereka memandangi dua lelaki dan satu orang perempuan yang sebaya dengan mereka. Tiga orang yang mereka kenal dengan baik. Tiga orang yang mereka rindukan dan selalu mereka doakan. Tiga orang teman mereka yang mereka pikir telah tiada itu berada di hadapan mereka.

Im Woo Taek. Jang Young Hoon. Kim In Hye.

Rasa terkejut itu berubah menjadi haru. Mereka memelum erat tiga orang itu. Rasa syukur mereka tergambar jelas saat mereka saling mendekap satu sama lain.

Tapi, keharuan itu selanjutnya berubah menjadi tangisan pilu. Tak lama, sebuah kabar buruk datang bak badai besar mengguncang jiwa mereka. Memaksa mereka berpisah dengan orang-orang yang mereka rindukan. Hanya beberapa diantara mereka yang beruntung untuk berkumpul dalam jumlah yang utuh. 

Pada hari pertama mereka itu. Rasa syukur berpadu riuh dengan kedukaan yang dalam. Mereka tidak bisa tersenyum, meski ada rasa lega. Tangis bahagia mereka, bercampur dengan tangis penuh duka.

Young Hoon, Woo Taek dan In Hye, yang baru saja bahagia melihat teman-temannya kembali dalam keadaan yang utuh, juga tidak dapat menahan dukanya saat mendengar salah satu dari temannya tidak berhasil sampai. Young Soo, teman mereka yang tidak akan pernah mereka bisa temui lagi. Terlebih saat mereka menyaksikan bagaimana runtuhnya Ibu Young Soo mendengar berita tentang putranya.

Duty After School : The Side Story of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang