Side Story 8 : Psithurism (Bagian 3)

360 19 2
                                    

...

Seoul, Akhir Musim Dingin, 5 bulan sebelum serangan di sekolah

Setahun sudah berlalu sejak Na Ra bersekolah di Sungjin. Seminggu lagi, tahun ajaran baru dimulai. Musim dingin hampir berlalu. Udara terasa mulai sejuk dibanding hari-hari sebelumnya. Hari ini, Na-Ra pergi bersama dengan kakaknya. Hanya berdua. Lelaki itu mengajaknya untuk nge-date berdua. Mereka memang sering melakukannya saat keduanya tidak sama-sama sibuk.

"Itu cocok denganmu." puji Shin Young pada sang adik yang duduk di sebelah kursi kemudi. 

Na Ra kemudian menyentuh rambutnya yang sekarang berwarna coklat dan di-perm itu. Itu adalah saran dari kakaknya. Lelaki itu mengatakan padanya untuk mencoba mewarnai rambutnya saja dibanding dengan memangkasnya menjadi lebih pendek. Na-Ra tahu, kakaknya tidak ingin ia memotong rambutnya. Kakaknya kurang suka jika melihat rambutnya pendek.

Dulu saat ia kelas 6 SD dan memotong rambutnya, kakaknya sempat marah padanya. Ia juga kesal pada kakaknya saat itu. Karena bagaimanapun, rambut itu miliknya. Hingga kemudian ia tahu, bahwa ada alasan dibaliknya.

Saat usianya sekitar 5-6 tahun, Na Ra pernah didiagnosa mengalami leukimia. Hal itu membuatnya harus menjalani kemoterapi hampir setahun lamanya. Membuat rambutnya habis tak tersisa. Karena kebutuhan biaya pengobatan Na Ra yang tidak sedikit, orang tua Na Ra tetap bekerja, meskipun anaknya itu dalam masa pengobatan. Hal itu jugalah yang membuat Na Ra dan kakaknya sempat dititipkan pada Nenek mereka selama masa pengobatan Na Ra.

Saat itu, Shin Young, kakak Na Ra baru masuk SD. Tapi ia banyak menghabiskan waktunya menemani Na-Ra di rumah sakit, atau di rumah saat gadis kecil itu tidak melakukan pengobatan. 

Na Ra kecil seringkali menangis karena ia tidak memiliki rambut seperti teman-temannya. Ia tidak bisa memakai pita, tidak bisa mengikat rambut, ataupun memakai bandana di rambutnya. Ia hanya terus menggunakan topi untuk menutupi rambut botaknya. Dan dalam semua masa itu, Na Ra tahu, kakaknya itu masih menyimpan rekaman kenangannya. Melihat Na Ra memangkas rambutnya, membuat lelaki itu teringat masa-masa sulit itu.

...

"Kita sudah sampai." Na Ra menoleh ke arah Shin Young. Ia bingung mengapa kakaknya mengatakan mereka telah sampai, padahal saat ini mobil itu tidak terparkir di rumah mereka. Melainkan di depan sebuah cafe.

"Ada seseorang harus aku temui lebih dulu. Ayo, ikut turun." ajak Shin Young.

"Siapa?" tanya Na Ra.

"Kakak tingkatku. Ayo." ajak Shin Young lagi. Ia melepas seatbelt dan kemudian melangkah keluar. Na Ra mengikutinya.

Mereka kemudian melangkah masuk menuju cafe itu. Sang kakak terlihat melambai pada seseorang. Ada seorang lelaki dengan cardigan putih dengan kemeja biru langit di sudut cafe yang membalas lambaian kakaknya. Na Ra langsung paham, itu adalah orang yang dimaksud kakaknya.

"Maaf aku terlambat, sunbaenim." ucap Shin Young pada lelaki itu.

"Tidak. Tidak apa. Santai saja." balas lelaki itu. Ia kemudian menoleh ke arah Na Ra. Matanya menatap penuh tanya pada gadis itu.

"Apakah dia pacarmu?" tanya lelaki itu. Shin Young tertawa kecil.

"Oh, bukan. Dia adikku." jawab Shin Young.

"Na Ra, beri salam padanya. Ini kakak tingkatku, Jo Shin Woo." ujar lelaki itu memperkenalkan sosok yang kini berdiri di hadapannya.

Lelaki itu tersenyum ramah, mengulurkan tangannya ke arah Na-Ra. Na-Ra membalasnya.

"Jo Shin Woo"

"Lee Na Ra"

"Silahkan duduk." ucap Shin Woo mempersilahkan dua orang itu duduk di kursi yang berhadapan dengannya.

Duty After School : The Side Story of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang