Gaia ingin membereskan segalanya sendiri tapi nyatanya Ilsa bertindak begitu cepat saat ia berpapasan dengan Omega itu. Sempat terjadi adu mulut karena Gaia yang bersikeras sementara Ilsa dengan tak kalah keras kepalanya memohon agar Gaia mengijinkan dia membantu untuk terakhir kali. Omega itu bilang, dia akan sangat merindukan Gaia karena sudah tidak lagi tinggal di Pack House.
Alhasil, Gaia pun membiarkan Ilsa mengemasi barang-barang miliknya. Gaia kemudian memilih duduk mengamati dari kursi rias.
"Ada lagi yang perlu dibereskan, nona?"
"Tidak. Aku rasa hanya ini saja barang-barang milik Gaia. Yang lain, barang-barang pemberian Athena, kok."
Gaia menyeret kopernya kearah pintu keluar. "Terima kasih, Ilsa. Gaia harap Ilsa mau main ke tempat Gaia nanti. Pintu rumah Arsenio akan selalu Gaia buka lebar untuk Ilsa."
Ilsa membungkuk bahagia.
"Dengan senang hati, Nona. Merupakan kehormatan bagi saya karena bisa menjadi teman Nona Gaia." Ilsa membungkuk kearah Gaia dengan senyuman ramah tersungging di bibirnya. Gaia tahu Ilsa memang hanyalah seorang pelayan, namun entah kenapa Gaia merasa dia tidak memiliki batasan untuk berteman dengan siapa saja di tempat ini. Saat tahu dirinya adalah mate Arsenio yang katanya merupakan seorang Gamma di tempat ini, Gaia merasa jauh lebih nyaman berteman dengan orang-orang seperti Ilsa daripada Athena yang merupakan seorang Luna.Sebenarnya tidak ada yang salah dengan posisi itu. Bukan salah Athena juga menjadi Luna. Tapi lagi-lagi fakta di depan mata yang mempengaruhi cara berpikirnya. Gaia jadi sungkan berteman dengan Athena karena sebutan Luna yang disematkan untuk sahabatnya itu.
"Gaia." Baru saja keluar melewati pintu kamar, langkah kedua kaki Gaia langsung terhenti saat gadis itu mendengar suara seseorang yang baru saja memanggilnya terdengar melangkah mendekat.
"Beta Atarick." Gaia menyapa dengan sopan. Meski bukan kali pertama ia bicara pada lelaki itu, entah kenapa kini Gaia merasa agak canggung saat tahu lelaki itu ternyata adalah seorang Beta.
"Kenapa bersikap formal seperti itu?" Tanya Atarick.
Gaia pun tersenyum, salah tingkah. "Gaia nggak tahu harus menyapa kayak gimana." Gaia terlihat berpikir sebentar. "Apa boleh Gaia memanggil dengan sebutan Kakak Arick aja mulai sekarang?"
Atarick terlihat menaikkan satu alisnya tertarik dengan sebutan yang Gaia selipkan untuk memanggilnya barusan. "Hm, menarik. Tapi itu artinya kamu harus menjadi adikku."
Atarick mengangkat satu tangannya dan menepuk halus puncak kepala Gaia. Gerakan itu mungkin spontan Atarick lakukan mengingat ia juga sering memperlakukan Athena demikian. Namun, bagi Gaia itu tadi adalah tindakan yang cukup intim untuk sesi perkenalan.
Astaga, sikapnya mengingatkan Gaia pada kakak laki-lakinya.
"Arsenio masih sibuk dengan pekerjaannya. Bagaimana jika kakak barumu ini yang mengantar Gaia pulang?" Tawar Atarick lengkap dengan nada gurauan bercandanya. Namun tampaknya hal itu memang bukan candaan semata. Sebab, belum sempat Gaia menjawab, Beta Atarick tahu-tahu sudah mengambil alih koper dari tangannya. Tak tanggung-tanggung, lelaki itu bahkan juga menggandeng satu lengan Gaia dengan tangannya yang menganggur.
"Gaia tadinya mau nunggu Arsenio biar bisa pulang bareng. Tapi berhubung kak Arick memaksa, meski sejujurnya Gaia nggak mau tinggal sendirian di rumah Arsenio, Gaia akan berusaha baik-baik aja. Toh, acaranya gak akan lama kan? "
Atarick tersenyum manis. Lelaki itu sudah masuk ke balik kursi pengemudi setelah memasukkan koper Gaia kedalam bagasi mobil. Tubuh Gaia bahkan sudah di dorong masuk ke kursi penumpang bagian depan. "Aku hanya butuh teman untuk jalan-jalan sebentar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gamma Mate (Tamat)
WerewolfMenjabat sebagai Gamma dari sebuah pack ternama, Arsenio telah bersumpah mengabdikan diri hanya pada pack. Hidup bertahun-tahun tanpa kehadiran seorang mate tidak masalah baginya. Sampai takdir mempertemukannya dengan sang mate. Namanya, Jane Gyana...