Gamma Mate - Bab 38

19K 1.2K 22
                                    

"Kapan latihan bela dirinya?"

"Gaia, kau perlu pelatihan dasar sebelum berlatih bela diri. Kau saja sudah menyerah bahkan baru dua kali putaran."

"Bagaimana Gaia tidak menyerah, Arsenio terus menyuruh Gaia berlari mengelilingi tempat ini sampai sepuluh kali, setelah kemarin membuat Gaia hampir tenggelam dalam kolam renang dan tertidur karena latihan Yoga. Gaia kan bosan. Gaia pikir, Arsenio akan langsung melatih Gaia menggunakan pedang, tombak bambu atau minimal anak panah itu." Tunjuk Gaia, tepat kearah senjata yang barusan ia sebutkan.

Arsenio melirik cemas ke sekitar. Hancur sudah citranya sebagai seorang Gamma saat menghadapi Gaia yang merajuk begini. Padahal Arsenio sudah menyiapkan mental tapi tetap saja rasanya memalukan melihat para warrior dan scouts menyaksikannya tunduk karena wanita mungil di hadapannya ini. Gaia bahkan membuang muka, terang-terangan membuat Arsenio tampak begitu kecil jika berhadapan dengan istrinya-dimata para muridnya sendiri.

"Menjadi seorang werewolf, kekuatan fisik adalah yang utama. Kau harus melatih otot tubuh dan mental lebih dulu sebelum berlatih menggunakan senjata-senjata itu, Gaia."

"Tapi Gaia capek. Arsenio kan tahu Gaia gak suka olahraga." Gaia duduk diatas tanah bagaikan anak kecil yang merajuk. Tatapannya mengamati sekeliling dimana orang-orang tengah sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Gaia bahkan bisa melihat Lyra yang tengah adu panco dengan seorang pria berbadan besar, sementara disekelilingnya ada banyak warrior pria yang menyaksikan bahkan menyoraki namanya-memberi dukungan.

Gaia menelan ludah melihat lengan itu, kemudian tatapannya jatuh pada lengannya sendiri yang tampak begitu kecil. Tiba-tiba Gaia jadi minder melihat betapa mencolok perbedaan diantara mereka berdua.

"Maaf telah membuatmu kelelahan, hm. Aku tidak akan memaksamu lagi."

"Gaia mau. Ayo kita lanjutkan olahraga larinya, Arsenio." Arsenio yang sudah berjongkok dihadapan Gaia, hendak membopong tubuh mungil sang mate untuk dia bawa pulang urung ketika melihat suasana hati perubahan Gaia yang secara tiba-tiba. Tidak seperti sebelumnya yang tampak kesal, kali ini ekspresi yang terlihat di wajah imut mate nya itu kini tampak lebih cerah dari sebelumnya. Arsenio sampai heran melihat kobaran semangat di bola mata yang tampak polos itu.

"Kenapa tiba-tiba?" Tanya Arsenio dengan tatapan menyipit curiga.

Gaia tersenyum, semburat merah di pipinya semakin menguatkan asumsi Arsenio kalau Gaia sedang birahi. Telunjuk tangannya menunjuk kearah kerumunan adu panco yang berlangsung sangat seru karena Lyra berhasil mengalahkan seorang warrior pria berbadan besar disana. Arsenio mengikuti kemana arah telunjuk Gaia dengan tatapan wajah datar.

"Gaia mau ikut yang seperti itu. Pasti seru saat Gaia bisa mengalahkan mereka sama seperti Lyra mengalahkan pria-pria itu." Kedua telunjuk Gaia saling bertemu, lalu gadis itu kembali melanjutkan. "Gaia mau punya banyak teman pria, karena itu Gaia harus lebih giat lagi latihan olahraga supaya bisa berteman dengan-aaah! Arsenio! Kenapa mengangkat Gaia secara tiba-tiba! Turunkan, Gaia!"

Pekikan itu membuat beberapa orang kembali mengalihkan perhatian kearah mereka berdua termasuk kelompok adu panco di ujung sana.

Arsenio memukul pantat Gaia dengan rahang tegang. Sementara Gaia hanya bisa menjerit dan terus meronta dalam gendongan Arsenio yang mengangkatnya layaknya karung beras.

"Aduh! Gaia pusing! Arsenio mau bawa Gaia kemana sih? Ayo kita latihan lagi, saja! Gaia mau lari keliling hutan juga gapapa."

"Aku berubah pikiran."

Gamma Mate (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang