Rintik hujan membasahi gundukan tanah yang bertabur bunga, adanya guntur dan petir menambah cekam Susana sore ini, banyak orang berdiri disekitar area pemakaman tersebut, dengan patung dan pakaian hitam.
Nisan yang bertuliskan nama Alexa Jovanka Franklin, terukir sangat indah disana. Isak tangis tak bisa dibendung oleh para sahabatnya, kepergiannya membawa sebuah luka.
Kini hanya kenangan yang dapat mereka kenang, kebahagiaan, kesedihan yang pernah dialami bersama kini seakan terus terputar. Mengingat bagaimana mereka melakukan hal bersama, menjadi luka yang amat pedih.
Pertemuan, perpisahan adalah bagian dari sebuah kehidupan, tanpanya kita tak akan mendapat suatu hal yang baru. Menyakitkan memang, tapi apa boleh buat ini kehendak yang diatas sana.
Lintang, Mawar, Vio, Naya, Galang menatap sendu gundukan tanah tersebut. Air mata mereka terus mengalir walau sudah dihentikan berulang kali. Vio meremas sebuah kertas yang telah ia baca bersama temannya, ia melemparnya ngasal kearah gundukan tanah tersebut.
"Bangsat Lo bilang bakal selalu bareng sama kita!" amuk Vio.
"Vio udah," Tenang Naya.
"Apa lo pikir kita akan bahagia ha?! bangun tempatin janji lo sama kita bangsat!"
"Vio," panggil Mawar yang tak tega menatap VII seperti itu.
"Lexa kenapa? Kenapa kamu memilih akhir yang sangat menyakitkan," ucap Mawar sembari memeluk Vio yang menangis tersedu-sedu.
"Semoga kamu tenang Lex," ujar Lintang.
"Kehidupan kamu terlalu berat ya Lex sampai akhirnya seperti ini, tenang ya disana, jumpa lagi dikehidupan selanjutnya dengan versi terbaik," ucap Naya.
Mereka meletakkan untaian bunga Lily putih dipemakaman Lexa, karena itu bunga kesukaannya. Setelahnya mereka pergi meninggalkan tempat itu, dikarenakan hujan semakin deras dan guntur semakin kencang.
Melihat kepergian semuanya, Revan datang dengan mantel yang menutupi tubuhnya. Ia membuka topi mantelnya dan berdiri tepat didepan makan Lexa.
Revan berhasil lolos dari tahanan polisi beberapa saat lalu, dengan luka di tubuhnya akibat berontak namun tak mengalahkan aksinya untuk kabur.
Tangannya memegang untaian mawar putih yang indah, ia tersenyum dan memberikan bunga itu di bawah batu nisan Lexa. Tangannya bergetar saat akan meletakkan bunga disana, ia menangis. Air matanya turun dengan sangat cepat, namun hal itu tertutupi dengan hujan yang deras. Ia mengelus makam tersebut, bagaikan ribuan belati menusuknya, melihat kekasihnya disaat terakhir begitu amat sangat menyakitkan, kini hanya ia sendiri, keluarganya sudah pergi meninggalkannya saat semua terungkap, hancur itulah Revan.
"Sayang aku nyusul kamu ya? Aku udah hancur gak ada harapan buat aku disini, jika kamu masih ada keadaan akan berbeda," ucapnya disela tangisnya.
"Kamu tau kapan aku jatuh cinta sama kamu?" tanyanya.
"Malam itu saat kamu menyelamatkan anak kecil, dan dengan pengecutnya aku bilang kamu malak anak kecil hahaha, aku kagum padamu Lexa dibalik semua sikapmu kamu orang yang baik."
"Maaf aku selalu berperilaku buruk dulu, bahkan sekarang pun iya kan? Aku milih Nata karena untuk memastikan perasaanku padamu, namun yang terjadi malah membuat kamu membenciku. Aku hancur saat kamu pergi, tapi membaik saat dengar kamu kembali ."
"Kamu tahu betapa senangnya aku saat kamu berada di hadapanku untuk pertama kalinya? Sangat senang sehingga tak terbayang, lalu aku terobsesi memilikimu dan hal itu malah menjadi boomerang bagiku, lihatlah sekarang aku tidak punya siapapun, bahkan dirimu," sesalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Way Of Life
Teen Fiction☡Jadi pembaca yang bijak☡ Harap follow sebelum baca👌 Dicap sebagai tukang palak. Namun dibalik itu semua, banyak rahasia tersimpan rapi. Mencintai cowo yang sama sekali tidak menghargai perasaannya menambah kadar kebencian pada dirinya. " Gue cuma...