4. Quiz

298 36 1
                                    

Seperti biasa, kelas yang tadinya riuh dengan suara mahasiswa dan mahasiswi yang mengobrol mendadak senyap ketika Timothy masuk. Sebagian merasa tegang karena hari itu akan diadakan quiz, selebihnya menatap Timothy dengan jantung berdebar.

Timothy memang seolah tahu kelemahan anak-anak didiknya. Hari itu Ia mengenakan kemeja slim fit lengan panjang warna hitam. Bagian tangannya di linting hingga siku yang mengekspos urat nadinya.
Ia mengenakan celana kerja yang juga memperjelas bentuk kaki jenjangnya, dipadu dengan sepatu kulit branded yang tentunya sangat mahal.

Ia menyalakan infocus di ruangan itu kemudian menayangkan soal di papan tulis. Sementara Bintang selaku ketua kelas membagikan kertas folio kepada teman-temannya.

"90 minutes, start now." Ia menyalakan timer di laptopnya untuk menunjukkan waktu quiz hari itu.

Gareth, seperti biasa duduk di barisan depan. Sendirian. Ia dengan santai menatap soal di papan tulis lalu mulai menuliskan jawabannya di atas kertas.

Waktu tersisa 30 menit. Gareth berdiri dari kursinya lalu menyimpan hasil kerjanya di meja Timothy.

"Ini boleh langsung pulang Pak?" Tanya Gareth.

"Mata kuliah ini 3 sks kan, masih ada satu jam setelah quiz ini untuk saya menjelaskan bab baru." Jawab Timothy dingin. Gareth hanya mengedikkan bahunya lalu kembali duduk di kursinya.

Gareth membuka catatan pekerjaannya dan menandai progress pengerjaannya disana.

Waktu 90 menit sudah habis. Semua sudah mengumpulkan pekerjaannya di atas meja.

Timothy bangkit dari kursinya lalu mulai menjelaskan bab baru mata kuliah itu.

Sejak pertama kali mendapatkan perlakuan tak ramah dari Gareth, perhatian Timothy tertuju pada lelaki yang umurny terpaut 13 tahun darinya itu.

Gareth nampak tak acuh. Ia hanya membolak-balik buku dan mencatat sesuatu di buku catatannya. Namun perkataan Devana benar, anak itu pintar. Selama menunggu waktu quiz habis, Timothy memeriksa kertas jawaban Gareth. Hasilnya 95% hanya ada sedikit kesalahan hitung.
***
Setelah kelas selesai, Gareth segera keluar dari kelas. Ia berjalan menuju taman kampus ke tempat favoritnya. Ada sebuah pohon besar dan rindang disana. Sepanas apapun cuaca tetap teduh ketika berada di bawahnya. Pohon itu biasa disebut pohon jomblo. Diberi nama begitu karena memang yang biasa nongkrong disana orang-orang jomblo, tak terkecuali Gareth.

Gareth mengeluarkan ponselnya dan sibuk mengecek pekerjaannya sebagai digital creator.

"Gareth.." sesosok bayangan tinggi berdiri di hadapannya. Gareth mendongak. Menatap wajah si pemilik suara.

"Apa?" Ia hanya bertanya pendek.

"Saya dosenmu loh." Lelaki itu menyilangkan lengan kekarnya di dada. Gareth mendengus kesal. Tentu saja Ia tahu siapa Timothy Levrand Randy. Dosen paling tenar senagad kampus.

"Saya tau Pak, tapi bukan berarti bisa ganggu istirahat saya gitu aja. Kenapa? Bapak perlu apa?" Tanya Gareth ketus sambil mengerutkan dahinya.

"Saya mau nawarin kamu sesuatu." Kata Timothy Ia masih berdiri didepan Gareth.

"Saya cuma tertarik sama duit Pak. Terus kalau bapak mau ngobrol coba duduk dulu. Kalo posisinya kayak gini dikira saya lagi blowj*b in bapak." Gareth menatap sang dosen dengan tatapan tengil.

"Language." Timothy berjongkok lalu menyentil dahi Gareth yang masih duduk bersandar pada pohon jomblo itu.

"Sorry, Sir." Gareth menaikkan ujung bibir sebelah kanannya.

Fuck! Are you trying to seduce me?
Batin Timothy.

"Ehem, saya mau nawarin kamu untuk jadi asisten saya. Bantu saya untuk bikin modul. Saya sudah lihat portofolio kamu dari Devana. Dan saya perlu membuat modul beberapa mata kuliah. Jadi saya perlu asisten. Kalau kamu bersedia bisa mulai besok." Timothy menjelaskan maksud dan tujuannya menghampiri bocah galak itu.

Gareth mengerutkan dahinya. Berpikir sejenak sambil menggigit bibirnya.

"Depends on how much money you offer. Seperti yang saya bilang Pak, saya cuma tertarik sama uang. Jadi tergantung berapa yang bapak tawarin. Fyi Pak, saya biasa dapet satu sampai dua juta seminggu dari kerjaan saya." Kata Gareth dengan sedikit congkak.

"Tergantung bagus atau enggak nya kerjaan kamu. Money is a piece of cake for me. Tapi saya perlu hasil yang gak bikin saya kerja dua kali." Jelas Timothy. Ia duduk bersila berhadapan dengan Gareth yang berselonjor di bawah pohon.

"How many hours do you want from me? Soalnya bikin modul gak semudah bikin stiker lucu-lucu pesanan kakak kelas saya. Jadi saya harus mengorbankan waktu saya untuk kerjakan yang lain supaya bisa kerjakan modul yang Bapak minta." Kata Gareth. Ia menyilangkan lengannya di dada. Kepalanya dimiringkan sambil mengangkat dagunya. Benar-benar arogan.

"Three days in a week." Timothy langsung menyebutkan kebutuhannya. Gareth memainkan dagu lancipnya memikirkan tawaran Timothy. Jumlah yang disebutkannya tadi sebenarnya hanya asal bunyi saja.

"Satu juta untuk dua minggu pertama." Gareth menyebutkan harga.

"Deal." Timothy menyetujuinya dan mengulurkan tangannya. Gareth mengangkat sebelah alisnya lalu menjabat tangan Timothy.

Gareth merogoh ranselnya san mengeluarkan kotak kartu nama warna ungu dengan stiker kucing kecil kecil di semua permukaan. Ia mengeluarkan selembar kartu nama dan memberikannya pada Timothy.

"You can contact me here." Katanya dengan wajah yang tanpa ekspresi.

"Cat slave?" Timothy tertawa meledek.

"Gak usah julid anda. Ini pemberian orang jadi saya keep baik-baik." Kata Gareth sambil memasukkan kembali kotak kartu nama ke dalam tas nya.

"Dari pacar?" Tanya Timothy mencoba mengakrabkan diri dengan calon asistennya.

"Tugas Bapak ngajar, bukan kepo sama sok akrab sama mahasiswa." Gareth mengerlingkan matanya. Lalu kembali pada ponselnya.

Jujur, sikap Gareth membuat Timothy gemas setengah mati. Ia akhirnya memilih berpamitan sebelum pertahanannya runtuh.

Second Love SongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang