09. Bersyukur

129 20 2
                                    

Langit sore menjelang malam ini sungguh gelap, entah karena memang sudah waktunya matahari terbenam atau bisa juga karena langit yang sedang merintikkan air deras.

Tampak kedua tangan seorang pria terangkat untuk melepas kemeja yang melekat pada tubuhnya lalu dipasangkan pada tubuh mungil gadis yang sedikit bergetar karena kedinginan.

Magara dan Yerin, dua orang itu hanya bisa diam di warung pinggiran jalan sembari menikmati teh hangat.
Mereka terjebak hujan saat menuju rumah Yerin.

Magara mengantarkan Yerin menggunakan kendaraan berupa motor, alhasil karena tak mau basah dan kedinginan mereka berdua memilih untuk menepi sejenak hingga hujan mereda.

Yerin tersenyum saat mendapat perhatian dari Magara. Ada sedikit rasa terharu yang dibumbui rasa tidak enak dihatinya.

"Jangan jatuh sama gue terlalu dalam, ya?"

"Kenapa?" Tanya Magara sembari menggesekkan kedua tangannya guna menghasilkan sedikit kehangatan.

"Karena mungkin gue gak bisa paksain diri sendiri buat terus pura-pura suka sama lo." Sayangnya jawaban itu hanya bisa diucapkan oleh Yerin dalam hati.

"Gue gak sempurna..." Jawab Yerin kemudian.

"Gak ada manusia yang sempurna."

Yerin mengenal nafas pelan sebelum kemudian menunduk, "Gue gak jago masak kayak cewek lain."

"Setiap orang punya kekurangan dan kelebihan masing-masing." Magara tersenyum dengan tatapan tulusnya.

"Gue susah nahan amarah." Yerin masih setia melontarkan kata-kata yang menurutnya mungkin bisa sedikit membuat Magara tidak suka dengan dirinya.

"Nanti kita belajar sabar bareng-bareng." Dan Magara pun tak mau kalah, dia malah terus menjawab dengan perkataan yang membuat hati Yerin tersentuh.

"Gue egois."

"Gara bisa selalu ngalah buat Yerin."

Yerin mengangkat kepalanya untuk lebih menatap Magara, "Tapi-"

Sebelum melanjutkan ucapannya, Magara lebih dulu menempelkan jari telunjuk tangan kanannya pada bibir Yerin seolah-olah pemuda itu meminta si empu untuk berhenti berbicara.

"Gara suka kamu apa adanya, bukan ada apanya."

Ucapan Magara mampu membuat Yerin terdiam seribu bahasa. Inilah yang ditakutkan oleh wanita itu selama ini, ada seseorang yang tak ia cintai jatuh terlalu dalam pada dirinya.

Memang bukan suatu masalah besar, bahkan bisa dibilang itu suatu keberuntungan, tetapi Yerin hanya takut membuat pria itu kecewa. Jauh dari lubuk hati Yerin, dia masih sangat mencintai Jiraga.

"Apa pendapat lo kalau misalnya gue masih punya perasaan sama kakak lo?"

Yerin menanyakan hal itu bukannya ingin menyakiti hati Magara, akan tetapi ia hanya ingin tahu bagaimana responnya.

"Tolong kasih Gara waktu..."

Sebenarnya Yerin paham, sangat paham akan jawaban Magara. Namun, dia memilih untuk berpura-pura tidak tahu.

"Maksudnya?"

"Seiring berjalannya waktu, mungkin aja Yerin bisa suka balik sama Gara, kan? Ya walaupun sekarang kamu masih belum bisa move on dari bang Jiraga..."

Yerin sedikit tersentak mendengar ucapan Magara. Nada bicaranya yang lemah lembut, tanpa ada nada tinggi atau kecewa sedikitpun, jangan lupakan dia yang masih bisa menampilkan senyuman tipis.

"Gak marah?"

Magara menggeleng, "Gara mau deket dan kenal lebih dalam tentang kamu. Walaupun nantinya kamu tetep punya rasa sama bang Jiraga dan Gara kalah, itu gak masalah."

Magara and LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang