"Rasanya Gara punya kunci kamar cadangan di laci meja..." Gumam Magara.
Kemudian tanpa berpikir panjang dia langsung membuka laci meja belajarnya.
Sesuai dugaan, Magara berhasil menemukan kunci itu.
"Kayaknya ayah sama bunda udah pergi kerja, abang sama Hariga juga kayaknya udah pergi ke sekolah."
Magara membuka pintu kamarnya yang terkunci dengan pelan-pelan agar tak menimbulkan suara. Dirumahnya memang tak ada siapa-siapa, tapi dia hanya berjaga-jaga.
Lelaki itu tersenyum senang saat berhasil keluar dari kamarnya, netranya menatap sekeliling dengan binar bahagia.
"Akhirnya!" Ucap Magara sebelum sedetik kemudian berlari menuju luar rumah.
Karena tak ingin menghabiskan waktu lebih banyak lagi, Magara mengendarai motor untuk menuju sekolah dengan kecepatan tinggi.
Tak membutuhkan waktu lama untuk Magara sampai di tempat tujuannya, dan langsung saja ia menghampiri guru yang akan mengantarnya ke sekolah lain.
"Magara, kenapa kamu telat?" Ucap seorang guru lelaki yang masih bisa dibilang cukup muda.
"Maaf ya pak, tadi ada masalah sedikit." Ucap Magara.
"Yaudah, ayo berangkat sekarang."
Guru yang dikenal bernama Riky itu merangkul pundak Magara, lalu mereka berdua menaiki mobil milik sekolah untuk menuju sekolah yang akan menjadi tempat Magara mengikuti olimpiade.
Hati Magara gelisah saat sudah berada di dalam ruangan untuk berkumpul dengan para peserta olimpiade lainnya.
Magara takut guru dan semua orang yang telah mendukungnya kecewa jika ia tak menjadi juara.
Dia sendiri tak masalah jika kalah, namun Magara tak ingin melihat mereka kecewa karena dirinya.
Pria itu akhirnya berdoa dalam hati saat olimpiade akan dimulai, ia serahkan semuanya pada sang maha pencipta.
***
Di dalam sebuah kamar seorang pria, terdengar suara keributan sedari tadi saat kepala keluarga sudah pulang dari kerjanya.
"Udah gak ikut olimpiade, sekarang pura-pura sakit lagi!" Bentak ayah Jean yang bernama Juna.
Hari ini Jean tak sekolah karena tubuhnya kurang sehat, kepalanya pusing dan perutnya juga terasa mual. Namun, Juna menganggap itu hanya akal-akalan anaknya agar tak berangkat ke sekolah.
"Terserah ayah, Jean capek." Ucap Jean lalu menutup seluruh tubuhnya yang kedinginan menggunakan selimut tebal miliknya.
Juna yang kesal dengan Jean langsung menarik kasar selimut yang menutupi sekujur tubuh anak itu.
Sedetik kemudian ayah dan ibu Jean tertegun karena melihat anak semata wayang mereka mimisan.
"Sayang, kamu gak apa-apa, kan?" Tanya sang ibu sembari mengelus lembut surai Jean.
"Ibu, Jean ngantuk. Ibu sama ayah keluar dulu, ya?" Pinta Jean dengan tatapan sayu karena matanya sudah meminta dipejamkan.
"Jean—"
![](https://img.wattpad.com/cover/336711808-288-k147055.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Magara and Love
FanfictionSejatinya, seorang Magara hanya ingin tahu bagaimana rasanya dicintai, bukan sekadar mencintai. Terkadang, lelaki itu merasa muak memberikan perhatian, rasa cinta, dan kasih sayang kepada orang-orang terdekatnya, sementara mereka seolah tak pernah m...