Hari ini adalah hari minggu yang dimana para pelajar libur sekolah. Walaupun saat ini jam masih menunjukkan pukul delapan, tetapi sudah tampak seorang lelaki dan wanita yang tengah mengobrol di suatu taman sembari duduk di salah satu kursi yang tersedia.
"Ada apa, Yerin?" Jiraga bertanya karena ia bingung baru pertama kalinya diajak untuk berbicara berdua di sana.
"Tolong sedikit ceritain tentang Magara."
"Kenapa tiba-tiba?"
"Sebelumnya aku minta maaf kalau lancang nanya tentang keluarga kamu, tapi aku bener-bener pengen tau gimana Magara dirumah..."
"Santai aja, lo paling mau tau apa emang?"
"Ibu kamu itu kayanya gak suka sama Magara."
"Bunda emang gitu, cuek orangnya."
Jiraga menghela nafas sebelum berbicara kembali, "Magara itu anak yang ceria dan polos. Dia panggil dirinya sendiri pake sebutan Gara, katanya keren. Dulu waktu kecil dia itu jadi kesayangan ayah sama bunda, tapi enggak dengan sekarang. Semua itu berawal dari Hariga yang punya penyakit dan jadi manja sama orang tuanya."
"Gara gak pernah merasa iri karena sikap ayah bunda yang bisa dibilang berlebihan sama Hariga, bahkan gak jarang Gara dimarahin karena kesalahan yang Hariga buat."
"Menurut sudut pandang gue, Hariga itu benci sama Gara karena Gara jauh lebih pinter daripada dia dan sering dapet pujian dari kakek dan neneknya. Tapi, Gara selalu sayang sama Hariga."
"Tapi kamu gak ikut benci sama dia kan?" Tanya Yerin dengan raut wajah yang serius.
Jiraga menggeleng, "Kalau gue benci sama Gara, gue gak mungkin minta tolong sama lo buat kasih sesuatu sama Gara."
"Tapi yang buat aku bingung itu kenapa bukan kamu sendiri aja yang kasih."
"Kalau Hariga lihat gue deket sama Gara, bisa-bisa Hariga rencanain sesuatu biar Gara dimarahin sama ayah dan bunda."
"Jadi Hariga cemburu kalau lo deket sama Magara?!" Tanya Yerin dengan sedikit terkejut.
"Iya, bener banget."
"Kasihan juga Gara..." Gumamnya sembari menunduk.
Jiraga meraih kedua tangan Yerin untuk ia genggam, sontak si empu yang mendapat perlakuan tak terduga itu langsung terkejut diiringi jantung yang berdebar kencang.
"Iulah sebabnya gue pernah minta tolong sama lo buka hati buat dia. Bukannya gue nolak perasaan lo, gue bahkan tau banget lo suka sama gue apa adanya, tapi yang butuh lo itu Gara, bukan Gue..." Ucap Jiraga sembari menatap penuh harap pada wanita itu.
"Ternyata cinta emang gak bisa di paksa, ya? Gue tau Jiraga emang gak suka sama gue, makannya dia ngomong kaya gitu." Batin Yerin dengan hati yang terasa berdenyut sakit.
"I-iya, nanti aku bakal pikir-pikir lagi soal buka hati buat Magara." Ucap wanita itu sembari tersenyum tipis.
"Makasih..." Jiraga tersenyum manis dengan hati yang senang.
"Aku punya satu pertanyaan lagi." Ucap Yerin yang membuat sang lawan bicara menaikkan kedua alisnya.
"Pertanyaan apa?" Tanya Jiraga.
"Apa bener kamu sering ceritain tentang aku sama ibu kamu?"
"Ceritain apa?"
"Mulai dari aku yang suka sama kamu dan banyak lagi pokoknya."
"Kata siapa? Perasaan gue gak pernah ceritain siapapun sama bunda." Jiraga sungguh tak pernah cerita tentang apapun pada ibunya itu.
"Bunda kamu sendiri yang bilang waktu ketemu aku di sekolah."

KAMU SEDANG MEMBACA
Magara and Love
FanfictionSejatinya, seorang Magara hanya ingin tahu bagaimana rasanya dicintai, bukan sekadar mencintai. Terkadang, lelaki itu merasa muak memberikan perhatian, rasa cinta, dan kasih sayang kepada orang-orang terdekatnya, sementara mereka seolah tak pernah m...