23. Rasa Tak Terbalas

29 4 0
                                    

Banyak orang yang takut untuk menghadapi masa yang akan datang itu bisa disebabkan karena fikirannya sendiri.

Mereka bahkan sudah membayangkan  sesuatu atau kejadian buruk yang belum tentu terjadi hingga membuat frustasi.

Tak dibayangkan pun terbayang begitu saja, memang bukan hal yang mudah untuk mengendalikan isi fikiran kacau, belum lagi diiringi dengan hati yang gelisah.

Tak jarang juga kita diberi ujian dari apa yang kita takutkan.

Kata orang, waktu adalah obat terbaik dari segala luka.

Memang benar, tapi bukan berarti waktu bisa menyembuhkan luka, melainkan karena kita merasakan sesuatu yang lebih menyakitkan dari yang sudah pernah terjadi.

Setelah itu barulah kita merasa bahwa yang sudah lama terjadi itu tak ada apa-apanya dibanding dengan masalah sekarang.

"Yerin sama bang Jiraga beneran udah lulus aja."

Seminggu yang lalu adalah hari kelulusan sekolah menengah akhir angkatan Magara dan juga Yerin.

Bukannya apa, Magara hanya merasa waktu begitu cepat berlalu.

"Terus mereka bakal tunangan seminggu lagi karna udah lulus sma, gimana ya caranya biar gak peduli?"

Beginilah keadaan Magara saat ini, dia tengah memikirkan apa yang akan terjadi dalam hidupnya.

Namun sialnya ia tak bisa membayangkan peristiwa yang dapat membuatnya bahagia, yang ada hanya peristiwa-peristiwa yang ia takutkan.

"Kenyang banget ternyata makan sabar." Ucapnya.

***

Setelah Jiraga dan Yerin memutuskan untuk tunangan minggu depan, berita itu pun cepat menyebar di antara teman-teman seangkatan mereka.

Berita itu pun sampai ditelinga Verly, seorang wanita yang masih mempunyai rasa pada Magara.

Gadis itu merasa bingung entah harus merasa senang atau malah kasihan pada Magara, karna dia tahu bahwa pria yang disukainya itu sangat menyukai Yerin.

Tapi saat ini, Verly sudah tidak berharap apa-apa lagi pada Magara sebab dia akan pindah sekolah dan juga tempat tinggal di kota baru. Dia akan memulai hidup baru disana.

Sore ini Verly sengaja mengajak bertemu di sebuah taman dengan Magara untuk mengucapkan selamat tinggal atau berpamitan.

Suasana hening begitu mendominasi mereka berdua hingga pada akhirnya Magara yang memulai pembicaraan.

"Verly, ada yang mau kamu omongin?" Tanya pria itu.

"Aku cuman mau pamitan..."

Verly menghela nafas, "Aku mau pindah sekolah sama rumah, makasih ya udah pernah jadi orang yang buat aku semangat buat sekolah selama setahun ini."

"Jaga kesehatan, dan maafin kalo aku ada salah."

Gara memandang Verly dengan tatapan yang sulit diartikan, "Iya makasih juga udah pernah bantu Gara, kamu juga jaga kesehatan disana, dan jangan lupa buat selalu hati-hati...."

"Oh iya, aku denger-denger kak Jiraga mau tunangan, ya? Aku tau perasaan kakak gimana, tapi cinta gak harus selalu memiliki, kan? Jadi sabar aja ya..."

Magara mengusap pelan dan lembut rambut bagian atas wanita itu, "Gara tau Verly suka sama Gara, kan?"

Verly tiba-tiba mematung, entah harus mengucapkan apa.

"Iya, tapi sekarang aku udah gak mikirin harus disukai balik kok. Aku bakal mulai hidup baru disana, jadi kakak jangan khawatir buat balas perasaan aku karna aku tau kalo hati kakak cuman buat Yerin." Jawab Verly dengan sedikit gugup.

Magara tersenyum tipis, "Makasih ya, dan maaf."

Verly menundukkan kepala, berusaha menahan air yang mulai menggenang di matanya. Dia merasa campur aduk, antara lega dan sedih.

Kejujuran yang disampaikan Verly itu terasa sangat tulus, meskipun ia tahu bahwa hubungan mereka hanya sebatas teman.

"Sama-sama," jawab Verly pelan.

Magara mengangguk, tatapannya masih tetap lembut. Dia tahu bahwa Verly adalah seseorang yang baik hati dan tulus.

Namun, perasaan yang dia miliki tidak bisa dipaksakan untuk berubah. Apalagi, Yerin selalu menjadi tempat hatinya berlabuh walaupun tak bisa ia miliki. Dia butuh banyak sekali waktu untuk menghapus nama wanita itu dihatinya.

"Satu hal lagi, Verly," kata Magara dengan suara lebih serius. "Semoga kamu disana bisa ketemu seseorang yang paling baik dan bisa buat kamu bahagia."

Verly menatap Magara, matanya sedikit berkaca-kaca. "Iya semoga," jawabnya dengan suara yang mulai patah.

Mereka terdiam lagi dalam hening. Taman yang sepi itu seolah ikut merasakan ketegangan di antara mereka.

Verly akhirnya memutuskan untuk berkata, "Aku pulang sekarang ya, kak."

Magara hanya mengangguk, mengerti dengan perasaan Verly. "Sekali lagi jangan lupa jaga diri baik-baik ya Verly."

Verly mengangkat sedikit wajahnya, mencoba menguatkan diri. "Kamu juga, Kak. Semoga kakak selalu bahagia."

Dengan langkah berat, Verly berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan Magara di sana, seorang diri. Angin sore bertiup lembut, seolah menyentuh hatinya yang kosong.

Dalam hati, Verly tahu bahwa ini adalah langkah terakhirnya untuk melupakan segala perasaan yang pernah ada untuk Magara. Mungkin ini adalah jalan yang harus dia ambil, meskipun tak mudah.

Di belakangnya, Magara hanya berdiri memandangi sosok Verly yang semakin menjauh, dalam diam.

Hatinya merasa ada sesuatu yang hilang, meskipun dia tahu perasaan yang benar-benar ingin dia jaga adalah untuk Yerin.

Namun, ada juga rasa terima kasih yang mendalam untuk Verly, yang meski pernah menyukainya, selalu menunjukkan kebaikan tanpa berharap banyak.

Magara baru menyadari bahwa nasibnya dengan Verly hampir sama, mencintai seseorang namun tak bisa memilikinya karena suatu alasan tertentu.

***
To be continued...

Magara and LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang