18. Kembali Pulang

245 21 2
                                    

Setiap manusia pasti pernah merasa berada di titik terendah dalam hidupnya. Bahkan saking lelahnya, untuk mengeluarkan air mata saja sudah tak sanggup.

Air mata seolah terkuras habis oleh pikiran yang berkecamuk banyak sekali hal.

Namun setiap bangun di pagi hari, dia selalu bersyukur karena masih diberi nafas oleh Tuhan.

Menurut Magara, merasakan apa yang namanya sedih adalah hal yang wajar karena hidup bukan tentang menerima kebahagiaan saja.

"Orang baik emang banyak cobaannya."

Itulah perkataan yang selalu ia gunakan untuk menguatkan dirinya sendiri.

Kita tak akan pernah tahu bagaimana rasanya bahagia jika tidak pernah merasakan sedih.

"Apa aja yang udah dia lakuin selama ini?" Tanya Magara pada dirinya sendiri lewat pantulan cermin.

"Kenapa dia pikir kebahagiaan orang lain lebih penting dari kebahagiaan dirinya sendiri?"

Malam ini entah kenapa menjadi malam yang menyedihkan bagi Magara, mungkin karena dia sudah mencoba mengikhlaskan orang yang dia cintai untuk kakaknya sendiri.

Sesingkat apapun kisahnya dengan Yerin, yang namanya merelakan dan melepaskan tetaplah bukan suatu hal mudah.

Meskipun begitu, Magara yakin bahwa Yerin tak ditakdirkan untuknya dan dia akan segera mendapatkan orang yang jauh lebih baik.

Magara bukan untuk Yerin, dan Yerin bukan untuk Magara.

***

Pagi-pagi sekali di lorong sekolah, Magara tampak tengah mengejar Hariga yang sedari tadi berlari menghindarinya.

"Hariga, sebentar!" Panggil Magara yang sudah lelah mengejar adiknya itu.

Hariga memilih untuk abai karena ada alasan tertentu, dia selalu merasa kasihan pada Magara saat melihat bibir kakaknya itu tersenyum tetapi matanya sendu.

Sesungguhnya Hariga ingin Magara tinggal dirumahnya lagi, namun tak ada yang bisa ia lakukan.

Akhir-akhir ini setiap malam hari sebelum tidur Hariga selalu mengingat kenangan masa kecil Magara yang dimana dia selalu dimarahi oleh ayah dan ibunya ketika Hariga terluka.

"Hariga, tolong berhenti semenit aja!" Panggil Magara untuk yang kesekian kalinya.

Hariga pun menghentikan langkahnya walau ragu, lalu dia menghadap ke arah kakaknya.

"Selamat ulang tahun, Hariga!" Ucap Magara sembari memberi sebuah kado pada adiknya.

"Makasih." Ucap Hariga sebelum menerima pemberian dari kakaknya itu.

"Sebelum masuk ke kelas mau ngobrol dulu di belakang sekolah?" Tanya Magara.

Sebenarnya Hariga ingin menolak, tetapi ada sesuatu penting yang harus ia bicarakan hingga pada akhirnya Hariga mengangguk sebagai jawaban.


Dibelakang sekolah, ada satu buah kursi panjang yang saat ini diduduki oleh Magara dan Hariga.

"Sebenernya gue mau ngomong sesuatu." Ucap Hariga.

"Itu udah ngomong."

"Gue serius!"

Magara tertawa pelan sebelum berkata,"Iya-iya, ayo mau ngomong apa?"

Magara and LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang