Part 6 : Presentasi

27 4 3
                                    

"Harusnya gue gak satuin mereka berdua."
- Gafa Nareswara



୨୧

Sepanjang perjalanan, mobil putih yang berisikan Pak Jajang, Abian dan mamanya sangat hening tanpa pembicaraan sedikit pun. Wajah cantik dan sikap lembut yang disebutkan oleh Karina itu sudah berubah. Mama Abian menahan amarahnya yang sudah bergejolak sejak tadi. Ia sangat benci jika anaknya itu sudah mulai keluar dari zona nyamannya.

"Tadi itu apa?" Tanya mama Abian di tengah keheningan. Sementara Abian masih dengan posisi diamnya.

"Mama udah bilang, fokus dulu sama belajar kamu. Kamu ini masih sekolah, masih ada kuliah. Kamu harus nerusin bisnis papamu, Bian. Urusan perempuan, biar mama sama papa yang urus. Banyak rekan bisnis papa kamu yang punya anak perempuan dengan pendidikan yang bagus juga. Sekarang, gak usah mikirin perempuan kayak gitu, paham?" Jelas mama Abian dengan tegas. Abian mengernyitkan kedua alisnya. Ia tidak menyangka jika mamanya akan perpikir jauh sepert itu. Lagipula, kenapa urusan percintaannya harus diatur oleh mama dan papanya?

"Arin itu cuma temen Bian, ma." Ucap Abian meyakinkan mamanya.

"Kamu berharap mama akan percaya itu? Kamu gak pernah sekali pun sedekat itu sama perempuan, Bian. Kalo pun cuma temen, kamu yakin gak akan suka sama dia?"

"Lebih baik mencegah daripada mengobati."

Setelah mama Abian menyelesaikan perkataannya, ia kembali melihat ke arah jendela sambil menghela napas panjang. Tak ada reaksi apapun dari Abian. Anak laki-laki itu hanya diam dengan perasaan kecewa. Ada sedikit rasa tak terima dalam benaknya.

Sisa perjalanan menjadi hening kembali. Tak ada perbincangan sama sekali sampai mereka tiba di depan gerbang besar bercat putih. Seorang satpam dengan sigap membuka gerbang tersebut dan sedikit membungkukkan badannya sebagai bentuk hormat.

Di depan pintu rumah Abian, Pak Jajang turun terlebih dahulu dan membukakan pintu mobil belakang dimana Abian dan mamanya berada. Abian turun sambil tersenyum ke arah Pak Jajang.

"Pak, mulai sekarang langsung antar Abian pulang. Selesai les, langsung ke rumah ya, pak." Perintah mama Abian kepada Pak Jajang. Pak Jajang hanya mengangguk dan menundukkan kepalanya. Ia merasa prihatin dengan Abian yang selalu diatur extra oleh mamanya.

Abian mendengar ucapan mamanya tersebut. Ia sudah tahu jika hal ini akan terjadi. Dengan perasaan kesal, ia masuk ke dalam rumah dan langsung naik menuju kamarnya. Tentu saja bukan untuk istirahat. Ia mengeluarkan bukunya dan mulai belajar. Jika tidak begini, ia akan mendapat ocehan lagi dari mamanya.

Tak berselang lama, mama Abian menyusul masuk ke dalam kamar Abian. Ia membawa beberapa camilan untuk menemani Abian belajar. Sekedar informasi, di rumah mewah Abian ada tiga orang pelayan dengan dua orang diantaranya bertugas dalam kebersihan bangunan tersebut dan satu orang lainnya untuk melayani berbagai pekerjaan rumah tangga seperti memasak dan lainnya. Terdapat pula seorang tukang kebun, satpam penjaga, dan Pak Jajang sebagai supir Abian.

Seharusnya, yang bertugas untuk melayani Abian dalam mengantarkan makanan sudah pasti adalah pelayan yang bekerja di sana. Namun, mama Abian meminta untuk mengambil satu tugas tersebut untuk dirinya. Hal itu ia lakukan untuk mengawasi kegiatan Abian di kamarnya.

Mama Abian mengelus pelan pucuk kepala Abian. Ia tersenyum melihat anak semata wayangnya itu sedang sibuk dengan buku pelajarannya. "Jangan sampai bikin mama sama papa kecewa ya, sayang."

Abian hanya tersenyum ke arah mamanya. Ketika ia membalikkan lagi wajah tampannya itu ke arah buku pelajarannya, cairan berwarna merah pekat menetes dari hidungnya. Ia refleks memegang hidungnya dan sedikit mendongak ke atas.

ABIAN MAHENDRA || Sung HanbinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang