Bab 1

13.6K 269 18
                                    

Meja dengan tumpukan kertas yang tiada terhitung jumlahnya, kopi yang sudah dingin dan beberapa gelas sisa berserakan di sebelahnya sebuah tanda bahwa kopi dingin tersebut merupakan gelas yang kesekian kalinya, sementara sang empunya masih terlelap di atas meja kerjanya sambil bertumpu pada lengannya.

Ragnala Abhra

Sebuah papan berukir nama itu terjatuh ke lantai, membuat si pria tersebut terkaget dan bangun dari tidurnya...

Memijit pelipisnya dan menguap denagns angat lebar, kantuk benar-benar menguasai dirinya hingga matanya begitu sulit membuka. Pekerjaannya sebagai seorang pakar hukum di sebuah firma ternama membuat waktunya tersisa hanya untuk bernafas dan makan demi bertahan hidup.

Pria berperawakan sedang, dengan bentuk tubuh yang proporsional, serta jamban di sekitar wajahnya membuatnya selalu terlalu menarik bagi siapapun yang melihatnya, belum lagi ditunjang dengan materi yang mumpuni. Ragnala atau yang lebih sering dipanggil Raga sudah bertahun-tahun menekuni pekerjaannya sebagai pengacara independen setelah resign dari pekerjaan sebelumnya di mahkamah konstitusi sebagai jaksa muda. Kesehariannya banyak berkutat dengan kasus hukum, ada yang berakhir dengan memuaskan namun tak sedikit juga yang harus menggantung tanpa kejelasan hukum.

"Nginep lagi, kamu???" Suara dari seberang mejanya mengalihkan perhatian pria itu, berkedip beberapa kali sebelum menyeruput sisa kopi dalam gelasnya.

Menoleh pada jam di tangannya...

09.27...

Kesekian kalinya, menginap di kantor demi menyelesaikan seluruh berkas dan bukti atas kasus yang sedang ditanganinya. Ragnala sudah terbiasa akan hal itu, kasus yang ditanganinya akan selalu membuatnya menjadikan ruangannya sebagai rumah hingga kadang lupa kapan dia terakhir kali tidur dan makan di rumahnya sendiri.

Dia selalu terobsesi memenangkan kasusnya....

"Raga..." Panggilan itu sekali lagi membuat si pria menoleh, berusaha menanggapi teman sejawatnya yang sedang bertanya, walau sebenarnya pertanyaan itu tak perlu jawaban melihat bagaimana dia masih stay di kantor dengan baju yang kemarin digunakannya.

"Aku lagi sibuk, Bobi...gak usah nanya lagi" jawabnya melemparkan satu bundel kertas ke arah Bobi yang langsung ditangkapnya sekuat tenaga mengingat rangkuman kertas dengan lebar kurang lebih 10 cm tersebut begitu terasa berat.

"Udah beres???" Raga mengangguk dan menyusur rambutnya acak sambil menunggu respon Bobi atas seluruh bukti yang dia kumpulkan.

"Kenapa mengajukan perubahan tuntutan pemerkosaan bukan pembunuhan?" Komentar Bobi pertama kali saat matanya masih membaca lembar demi lembaran bundel kertas di tangannya. Raga sedang menangani sebuah kasus pembunuhan dan pemerkosaan seseorang mahasiswa bernama Pratista Angraeni yang hingga saat ini pelakunya belum juga ditahan dan masih dalam tahap pra peradilan karena keluarga korban tidak punya akses yang lebih untuk menuntut dan hanya bermodalkan kasus itu viral di media sosial.

"Jika kita mengajukan tuntutan pembunuhan terlalu beresiko membebaskan pelaku karena hasil forensik menunjukkan kematian korban karena menenggak zat kimia beracun sehingga bisa saja pelaku beralibi dia bunuh diri, tapi jika kita menjeratnya dalam pasal pemerkosaan dan pelecehan maka kita ada beberapa bukti kuat..." Bobi mengangguk mengerti, dalam hal analisis kasus Raga memang ahlinya bahkan kasus terakhir yang mereka tangani di sidang akhir justru dimenangkan karena dia merubah tuntutan di pengadilan.

"Ragnala Abhra, emang tiada duanya..." Bobi memberi jempol pada Raga sebagai bentuk apresiasi atas kerja keras pria itu.

"Ada apa???" Suara dari balik pintu yang terbuka membuat kedua pria itu teralihkan, berdecak bersamaan dengan kehadiran seorang wanita cantik yang selalu menganggu mereka saat di kantor.

LAWHEART (Legal Of Love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang