Bab 28

2.7K 209 37
                                        

Naya duduk di kasurnya sambil menyaksikan video yang dikirim ibunya tadi siang, dalam video itu ia bisa melihat dengan jelas Raga yang emosi dan memukul ayahnya, air matanya ikut mengalir saat melihat pria itu menangis.

Tangannya mencengkram erat handphone di tangannya dan membuka kembali pesan-pesan yang dikirim Raga padanya.

Pria itu begitu memohon agar ia percaya pada ucapannya, sebenarnya Naya merasa sesak dengan semua yang ia alami akhir-akhir ini. Mempercayai Raga terasa begitu menyesakkan.

"KANAYA...KANAYA....KELUAR KAMU!!!" Naya samar-samar mendengar teriakan dari bawah, dengan segera dia berdiri untuk turun tapi begitu sampai di pintu ibunya lebih dulu masuk.

"Ada apa Bun??!!..."

"Ada Raga di bawah ngamuk-ngamuk...." Panik ibunya yang menggiring Naya duduk di kasur setelah mengunci pintu.

"Keluar kamuuu....aku tahu kamu ada disini" Naya menuju pintu saat pintu kamarnya digedor-gedor dengan keras. Pintu kamarnya bergerak karena dorongan dan hantaman dari luar.

Pria itu berusaha menerobos pintu.

"Naya....aku tahu kamu di dalam, keluaarrr!!"

"Jelaskan semuanya dimana anakku kau buang haaahhh!!!!!"

"Ternyata kau tidak lebih dari seorang pembunuh, kau tega membunuh anak kita haahahh????"

Naya terduduk mendengar teriakan Raga, tubuhnya luruh di lantai sambil bersandar di pintu kamarnya, kepalanya bersandar pada pintu dengan air mata.

Suara Raga benar-benar terdengar frustasi. Naya dapat merasakan kemarahan dalam setiap kata yang Raga teriakkan.

"Naya kenapa kamu lakukan semua ini" Suara yang tadinya lantang berteriak kini berubah jadi pelan, nyaris seperti sebuah keputusasaan.

"Demi Tuhan dia anak kita!!!" Naya dapat merasakan Raga juga bersandar pada pintu kamarnya, dengan pelan tangannya mengusap pintu seolah tangannya bisa menembus pintu untuk merasakan kehadiran Raga.

"Maaf ...." Naya mengucap maaf tanpa suara, tak ada lagi yang harus dia jelaskan ataupun Raga jelaskan padanya.

Mereka telah selesai.

Memutuskan berpisah dan meninggalkan Raga adalah jalan paling benar yang harus dia tempuh walau kini dia yakin bahwa hatinya benar telah mempercayakan dirinya terisi oleh nama Raga seorang.

Air matanya sudah bisa menjadi jawaban bahwa perpisahan ini adalah rasa sakit dan penderitaan yang sengaja dia genggam. Kata maaf setelah kata perpisahan bukanlah langkah baik untuk melegakan hatinya.

Seyakin apapun Naya ingin berpisah ternyata ada patah yang menyayat di dalam dadanya.

"Raga...Maaf" Dua kata perpisahan yang tak perlu Raga dengar, biarkan waktu yang menyembuhkan mereka suatu hari. Itupun jika Naya bisa melakukannya, jika tidak maka dia harus siap menelan semuanya sendiri.

Sekali lagi tangan Naya mengusap pintu dimana Raga masih berbisik menyebut namanya dengan frustasi.

Setelahnya sebuah kegaduhan kembali terjadi di luar kamarnya, sepertinya Raga sedang dipaksa keluar oleh ayahnya.

Beberapa kali Naya dapat mendengar suara Raga memanggilnya, tak menyangka jika pria itu bisa sefrustasi ini karena keadaan mereka.

Ibunya mendekat dan mengusap kepalanya, kemudian memeluknya erat. Ibunya ikut menangis, menyaksikan keadaan putrinya seperti sekarang.

"Bundaaa...."

"Iya nak...kamu yang sabar yah" pelukan Naya semakin mengerat, inilah akhir kisahnya bersama Raga dengan membawa kenangan paling indah sekaligus menyakitkan dari pria itu.

LAWHEART (Legal Of Love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang