Bab 19

2.6K 193 63
                                        

Duduk termenung di meja makan sambil mengetuk-ngetukkan jarinya di meja. Pikirannya melayang kemana-mana sambil menunggu Raga pulang ke apartemennya.

Yah...tiga hari ini hubungan mereka semakin membaik bahkan Raga berubah 180 derajat, perhatian dan sikapnya membuat Naya khawatir.

Entah kenapa Naya merasa ada yang salah dengan suaminya itu.
Raga juga membiarkannya menggunakan kamar pria itu sementara dia rela menggantikan Naya tidur di sofa.

Tak hanya sampai disana setiap hari pria itu pasti mengiriminya pesan walau hanya sekedar menanyakan kabar. Yang paling mencengangkan Raga selalu menjemputnya pulang kampus lalu setelah memastikan Naya tiba di apartemen dia akan kembali ke kantornya atau jika dia ada kuliah sore seperti tadi mereka hanya akan makan siang bersama.

"Kamu belum tidur?" Naya berjengit kaget mendengar suara Raga di dekatnya. Rasanya ia tak mendengar suara pintu terbuka atau mungkin karena dirinya terlalu banyak pikiran jadi tak fokus.

"Belum ngantuk..." Raga mendudukkan tubuhnya di sebelah Naya sambil mengangguk.

Melihat Raga melonggarkan kerah bajunya, Naya berniat menyiapkan makan. Ketika baru saja Naya akan berdiri untuk mengambil teh dan menyiapkan makanan, tangannya tertahan.

"Nggak usah tadi ada Mama yang bawain makanan jadi udah kenyang"

"Ohhh..." Ingin rasanya ia bertanya tapi urung dilakukan karena tak ingin melampaui batasannya sebagaimana yang selalu pria itu katakan.

"Besok aku berangkat ke Jepang, tolong siapin baju yah!"

"Ah....ke Jepang?"

"Iya...ada urusan kerjaan, jadi tolong siapin yah?"

"Tapi aku nggak tahu kamu mau bawa apa aja"

"Nanti aku kasih tahu" Naya mengangguk, inilah kali pertama Raga meminta sesuatu padanya dengan baik, biasanya kalau nggak pake urat yang minimal pake cabe lah omongannya. ...pedas!!!

"Kamu kenapa sih?"

"Harusnya aku yang tanya, kita ini kenapa?"

"Maksudnya kita?"

"Yah....kenapa kita jadi kalem gini"

"Lah ...kamu maunya kita berantem terus?"

"Nggak gitu, maksudnya kita biasanya berantem, marah-marahan, rasanya aneh kita berubah jadi begini, jadi kayak suami istri beneran"

"Memang kita suami istri kan?" Naya berbalik menghadap Raga.

Apa maksudnya menyebut hubungan mereka 'suami istri' seolah mereka bahagia atas pernikahan terpaksa itu, Naya tak ingin melambung atas semua sikap Raga.

Perlakuan baik pria itu menimbulkan rasa nyaman untuknya.

"Tapi aku nggak nyaman!"

"Nggak nyaman?" Naya mengangguk sementara Raga  menunggu istrinya itu lanjut bicara.

"Kita ini menikah sementara, jadi kita tidak perlu berakting terlalu jauh, kurang dari empat bulan lagi anakku lahir, itu artinya sebentar lagi kita cerai kan? Jadi jangan membuat kita jadi terikat dan saling membutuhkan...cukuplah anakku mendapat haknya"

Raga langsung memasang wajah datar mendengar ucapan Naya. Ada rasa tak senang ketika Naya menyebut kata 'anakku' seolah anak itu hanya miliknya atau saat Naya menyebut kata 'cerai' ada perasaan kehilangan yang menyerbu hatinya.

Apa yang dia lakukan sekarang terjadi begitu saja, tak ada pura-pura. Tapi Naya menanggapinya dengan rasa tak nyaman seolah yang Raga lakukan adalah hal yang salah.

LAWHEART (Legal Of Love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang