Naya bergelung di lantai seperti batu yang meringkuk, matanya bengkak karena menangis dari sejak ia meninggalkan tempat acara sendirian tanpa memberi tahu Gita.
Perlakuan Raga hari ini begitu menyakitkan untuknya, ia memang selalu diperlakukan kasar oleh pria itu tapi entah kenapa setiap kata yang keluar dari bibirnya hari ini cukup mempengaruhi hatinya.
Ketukan di pintu tak membuatnya bangun, suara dan gedoran di pintu semakin cepat tapi tak ia hiraukan.
Siapa lagi yang akan datang ke kostnya selain Raga, hanya suami kurang ajarnya itulah yang selalu mengetuk kamarnya.
Ketika bunyi klik di pintu terdengar, Naya segera pura-pura menutup mata apalagi saat pintu benar-benar terbuka.
'bukankah dia memang memiliki kunci cadangan kamarnya yang diberikan oleh ibu kostnya'
Pura-pura tidur dan menahan isakan tangisnya ketika pintu kamarnya kembali ditutup, Raga sendiri hanya menatap punggung Naya yang meringkuk seperti bayi, tadi selintas ia bahkan mendengar isakan kecil.
Ada rasa kasihan dan bersalah di dadanya, tapi untuk apa ia kasihan bukankah Naya sendiri yang sudah melewati batasnya hari ini dengan berani menampakkan diri di hadapan ibu dan kekasihnya bahkan dengan lancangnya mencium tangan ibunya seperti seorang menantu sungguhan.
Naya memang sumber masalahnya, sepertinya menerima saran Bobi untuk menikahi Naya adalah kesalahan terbesarnya, dan bodohnya kenapa dia harus capek-capek menyusul Naya sampai ke kostnya padahal badannya masih lelah usai mengisi acara workshop tadi.
Kenapa sejak tahu Naya hamil, perempuan itu banyak menyita perhatiannya sebesar apapun ia menolak dan menghindari semuanya bahkan ia harus menutupi semuanya dengan cara membentak, memaki dan menghina perempuan itu untuk menekan rasa di hatinya.
Dengan pelan ia mengunci pintu dan duduk di lantai di bawah kaki Naya yang meringkuk, matanya meneliti kamar yang untuk pertama kalinya ia melihat kamar Naya berantakan. Biasanya yang membuat kamar ini babak belur hanya dirinya dan sekarang lihatlah keadaan di sekelilingnya. Pakaian berserakan, apa tadi ada gempa di kamar Naya sampai seamburadul itu.
"Apa sekarang kamu berubah jadi pemalas?" Raga memulai bicara pada Naya yang masih diam tak bergerak hanya gerakan nafasnya yang terlihat cepat dan dia yakin Naya hanya berpura-pura tidur.
"Bangun dan beberes!" Naya bergeming tak menghiraukan dan jantungnya hampir saja copot saat sesuatu yang besar menimpa tubuhnya, deru nafas menggelitik telinganya dan dalam sekejap matanya langsung membuka. Hal pertama yang ia temukan adalah mata tajam Raga yang menatapnya tajam.
"Ming...gir" Naya berusaha berontak tapi nihil tenaganya tak cukup kuat untuk melawan apalagi ketika kakinya sudah lurus dan dijepit dengan keras oleh kaki Raga. Tangannya yang digunakan untuk mendorong pun sekarang sudah terkunci di atas kepalanya.
"Kenapa?? Apa sekarang kamu takut? Dimana Naya yang liar dan barbar tadi, hah?" Naya merinding sekaligus takut dalam posisi yang tak menguntungkan seperti ini apalagi mendengar suara lembut tapi penuh intimidasi Raga yang menguasai tubuhnya.
"Raga plissss...." Suara putus asa Naya mengalun di telinganya seperti nyanyian merdu, entah kenapa saat Naya menyebut namanya untuk pertama kali, ada naluri goblok yang ikut bengkit dalam dirinya.
"Apakah kamu tidak ingin mengulangi malam itu? Malam saat kamu berteriak minta dipuaskan!" Benda kenyal yang berada persis di hadapannya tak mampu ditolaknya untuk dicicipi, merasakan kembali bibir Naya yang selalu merusak logikanya saat berhadapan dengan perempuan itu. Walaupun Naya berusaha menutup rapat bibirnya untuk menolak tapi Raga tidak peduli penolakan perempuan yang berada di bawah kunkungan tubuhnya yang besar.

KAMU SEDANG MEMBACA
LAWHEART (Legal Of Love)
AléatoireSetiap kesalahan akan menemui kebenaran, jika tidak maka sebenarnya yang salah adalah dirimu... -RAGNALA ABHRA- Setiap Rasa akan selalu menemui pemiliknya, tak peduli dia akan menetap atau hanya sesaat.... -KANAYA NIHALA GUNAWAN-