Bab 7

2.6K 172 24
                                        

Sedari pagi tadi Naya sebenarnya begitu semangat untuk menemui sendiri orangtuanya dengan atau tanpa Raga, si pria pemarah yang telah menikahinya tersebut. Mengingat Raga, Naya tak tahu kapan pria itu pergi dari kosnya karena saat pagi menjelang ia hanya terbangun seorang diri tanpa pria itu bahkan baju yang digunakan Naya untuk menghilangkan mualnya semalam masih utuh dalam pelukannya.

'apakah dia pulang tanpa pakai baju?'

Naya menggelengkan kepala tak ingin pusing memikirkan pria itu, sekarang dia hanya menyiapkan diri untuk bertemu orangtuanya. Turun dari taksi Naya menatap rumah mewah di hadapannya tersebut, pagarnya tertutup rapat yang dijaga oleh satpam. Jika dulu ia pulang ke rumah ini ia akan disambut hangat seluruh penghuni rumah, beda dengan hari ini yang mungkin saja akan terjadi penolakan. Di rumah inilah ia hampir menghabiskan waktu selama hidupnya dari lahir hingga tragedi pengusiran itu terjadi, tiba-tiba dia merasa oksigen dalam paru-parunya menipis sehingga beberapa kali menarik nafas panjang.

Harusnya di hari Minggu seperti ini dia tidur dalam kamar di atas kasur empuknya bukannya, datang memohon pada orangtuanya.

Ada ragu yang menyelimuti saat akan melangkah menuju rumah itu, bagaimana dia akan menghadapi orangtuanya, apakah dengan membawa buku nikah akan membuat semuanya baik-baik saja. Langkahnya semakin meragu ketika mobil ayahnya telah masuk ke dalam pagar tinggi itu, Ayahnya adalah orang yang paling kecewa atas masalah ini bahkan seluruh aksesnya telah diblock oleh sang ayah persis seperti anak yang telah terbuang. Tapi dengan menguatkan hati, Naya melangkah masuk mengikuti mobil ayahnya, pak Yadi sang satpam hanya tersenyum kecil mengizinkannya masuk.

"Ayah..." Panggilan Naya membuat ayahnya yang baru saja keluar dari mobil menoleh dan menatap Naya dengan tatapan tajam yang sulit diartikan.

"Siapa kamu???" Pertanyaan ayahnya itu seperti mewakilkan bahwa ia masih tak dianggap, ada rasa nyeri di dadanya melihat reaksi sang ayah yang begitu dingin.

"Ayah...Maafkan aku, Yah... Naya mohon!!!"

"Pak Yadiiiii.... sini" teriak ayahnya yang tak mengacuhkan ucapan maaf Naya membuat satpam itu berjalan tergopoh-gopoh menghadap sang majikan.

"Aku sudah bilang jangan sembarang menerima orang asing masuk ke dalam area rumah" murka ayahnya, membuat pak Yadi terlihat bingung menatap Naya dan ayahnya bergantian.

"I...iya pak"

"Ayaaaahhh.... Naya mohon maafkan Naya...aku tahu aku salah, tapi tolong maafkan Naya, Yah..." Naya sudah berlutut di kaki ayahnya memohon belas kasih pria yang telah memberinya kehidupan itu.

"Ayah... Naya!!" Bundanya yang mendengar keributan segera menghampiri mereka dari dalam rumah, mendekati mereka tapi belum juga menyentuh putrinya ia sudah dicegah suaminya.

"Jangan mengasihaninya" peringat ayahnya pada sang istri yang sepertinya iba melihat sang putri bercucuran air mata di bawah kaki suaminya.

"Ayah...aku sudah menikah, jadi kumohon maafkan Naya ayah...Bunda maafkan Naya" Naya mengangkat pandangannya pada sang bunda berharap bundanya bisa memaafkan semua kesalahannya tapi sang ayah tak bergeming seolah menahan perasaannya agar tak luluh dengan permohonan Naya bahkan kepala sang ayah tak sudi menunduk pada Naya yang berlutut di kakinya.

"Kau kira dengan menikah akan membuat semuanya kembali baik-baik saja?"

'dibalik semua yang terjadi, bukankah orangtua akan selalu memaafkan tapi adakalanya kekecewaan yang tak pernah disangka saat dilakukan oleh seorang anak, pasti akan menyakiti orangtua'

'Menyalahkan sikap ayahnya juga bukan hal bijak'

'Naya percaya masih ada setitik maaf di hati ayahnya, dan dia sedang memohon itu'

LAWHEART (Legal Of Love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang