CHAPTER 11

1.5K 153 106
                                    

SELAMAT MEMBACA, JANGAN LUPA SPAM KOMEN DISETIAP PARAGRAF YA (≧⁠▽⁠≦⁠)

[CHAPTER 11 - SECOND CHOICE]

Mesin mobil dimatikan kala mobil hitam itu telah sampai disebuah rumah minimalis berlantai dua

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mesin mobil dimatikan kala mobil hitam itu telah sampai disebuah rumah minimalis berlantai dua. Geanza segera turun dari mobil dan mengitari setengah mobil untuk sampai dibagian pintu lainnya, bagian penumpang dimana Azelya duduk dengan manis disana.

“Please hold my hand, my queen.” Geanza berujar saat setelah ia membuka pintu mobil, badannya sedikit membungkuk dan sebelah tangannya ia ulurkan kepada Azelya bak seorang pangeran yang gentleman.

Azelya tersenyum manis dan menggapai uluran tangan Geanza. Gadis cantik itu keluar dari mobil dan berjalan beriringan dengan Geanza, hendak menuju rumah lelaki itu. Dan tanpa melepas genggaman tangan mereka, Geanza membuka pintu rumah dengan lebar, keheningan ada hal pertama yang menyambut mereka.

Langkah demi langkah mereka telusuri bersama untuk masuk kedalam rumah, setiap sudut rumah tak lepas dari pengamatan Azelya. Rasanya begitu dingin seperti rumah yang tak berpenghuni, sangat tidak bisa dibandingkan dengan rumah Azelya yang setiap sudutnya terasa kehangatan dan keharmonisan dari sebuah keluarga.

Bagaimana bisa Geanza hidup dirumah yang tak memiliki makna ini?

“Gean, Mama kamu sering keluar kota ya? Kamu selalu dirumah sendiri?” tanya Azelya memecah keheningan, ia tak bisa membayangkan seberapa kesepiannya sang kekasih.

Tak langsung menjawab, Geanza hanya tersenyum tipis dan menarik kursi dimeja makan lalu mempersilahkan gadis tercintanya duduk disana. Setelah Azelya duduk, Geanza membelai rambut tergerai indah gadis itu, matanya nampak teduh namun sayu secara bersamaan, membuat Azelya tiba-tiba merasa sedih.

“Nggak apa, aku udah terbiasa kok. Lagian aku nggak terlalu kesepian, karena sekarang aku punya kamu,” ungkap Geanza, sudut bibirnya ia naikkan membentuk senyuman yang dipaksa, seakan mencoba menutupi kesedihan dari sang kekasih.

“Walaupun kadang ada kalanya aku ngerasa sedih.” Geanza menjeda ucapannya dan menarik nafas dalam, wajahnya sedikit menunduk dan dibuat muram.

“Aku ngerasa udah nggak punya siapa-siapa. Papa, orang satu-satunya yang jadi sandaran aku udah pergi, sedangkan Mama… dia sibuk ngurusin pacar barunya, dia lupa kalau anaknya ini masih hidup,” lanjut Geanza dengan nada yang sendu.

Geanza kemudian kembali mengangkat wajahnya dan menatap tepat dimanik mata cerah Azelya. “Zel… kamu nggak akan ninggalin aku seperti mama papa ku kan?” lirihnya penuh dengan harap.

Azelya dengan cepat menggenggam kedua tangan Geanza dan menggeleng cepat. “Enggak, aku nggak akan ninggalin kamu,” balasnya, wajah gadis itu sarat akan kekhawatiran.

Mendapatkan reaksi demikian, Geanza langsung memeluk Azelya dengan erat. “Selamanya? Kamu nggak akan ninggalin aku selamanya kan? Kamu janji?” cerca Geanza, ada penekanan diucapannya seakan tengah menuntut Azelya.

AKRASIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang