Prolog

4.5K 136 1
                                    

[•••]

"Bukannya gue udah bilang buat berhenti ngejar gue? Lo nggak bakal dapet apa-apa, Lyn." Kalimat itu terlontar dari mulut laki-laki berwajah tenang. Kalimatnya tidak sarat akan tekanan hanya semacam kalimat bernada ramah seperti biasanya.

"Dan gue udah bilang kalo gue bakal pura-pura nggak pernah denger kalimat itu 'kan?" sahut tenang gadis cantik yang duduk bersila di sampingnya.

Tanpa laki-laki itu duga saat ia menoleh untuk protes, di saat yang sama gadis itu perlahan mulai mengikis jarak diantara keduanya. "Cadric, lo tahu rumor gue kan?" Dekat dan semakin dekat hingga Cadric menahan napas kala wajah Harlyn sangat dekat dengan wajahnya.

Tangan kanan gadis itu menumpu di dekat tangan Cadric yang juga menumpu di belakang tubuhnya. "Harlyn cewek tangguh, nggak bakal berhenti berjuang sebelum yang dia mau dia dapat."

Senyum menawan terukir di bibir yang entah kenapa nampak merona di mata Cadric. Mungkin sebentar lagi ia akan menghilangkan akal sehatnya. Beruntung ia tahan sekuat tenaga hasrat itu.

Masih dengan posisi yang sama laki-laki itu mengepalkan kedua tangannya. Tangan itu sudah pasti cukup pegal jika akal sehatnya tidak sedang berantakan.

"Harlyn, bisa agak munduran?" Sebelum berucap ia sudah menyiapkan volume suaranya. Tapi, yang tidak ia tahu adalah suara itu malah terdengar malu-malu di telinga Harlyn. Ditambah wajah merahnya tambah membuat gadis itu gemas dan semakin gencar menggodanya.

"Kenapa?" Harlyn melirik bibir merona laki-laki di depannya yang tampak merona karena setahunya tak pernah sedikitpun tersentuh oleh benda bernikotin.

Gadis itu tanpa sadar memiringkan wajahnya dan mendekat. Cadric yang melihat itu lebih memilih memejamkan kedua matanya. Di satu sisi ia ingin menolak karena ia tahu posisinya. Tapi, hasratnya juga tak ingin kalah.


Kurang dari satu senti meter benda merona itu saling bersentuhan, Harlyn lebih dulu menjauh. Sontak Cadric membuka matanya dan bingung, begitupun Harlyn.

Gadis itu sedang memproses apa yang sedang terjadi. Hingga sesuatu berkekuatan tinggi menghantam pipi kanannya, menyadarkannya.

Dengan wajah menyamping Harlyn menangkup pipi kanannya. Raut wajahnya tak terlihat akibat rambut coklatnya yang panjang sepinggang. Tapi yang pasti, ia amat marah tertanda dari napasnya yang tak beraturan.

Wajah yang tak asing baginya menjadi pemandangan awal setelah ia menyibak rambutnya. Ia melotot, amarahnya bertambah.

"Maksud lo apaan?!"

"Bukan apa-apa." jawabnya santai. Oh! Itu senior sekaligus laki-laki paling diidolakan di sekolah bahkan di luar sekolahnya. Mereka tidak saling mengenal. Tapi, Cadric tahu siapa dia.

"Lo nggak cukup playing fictim depan keluarga, sekarang lo mau ikut campur urusan gue?!" Pipinya masih sakit, pasti sekarang memerah ditambah rahangnya serasa akan lepas.

Laki-laki itu terkekeh. Ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana seragam. "Gue heran, kenapa mereka lebih milih lo sedangkan di sisi lain ada yang lebih?"

"Kenapa juga dia milihnya lo, kenapa nggak dia aja?" Menunduk dan terkekeh lalu mengangkat wajahnya lagi.

Sungguh ucapannya sangat tidak menjawab pertanyaan Harlyn. Gadis itu merasa kepalanya semakin mendidih. Dengan amarah penuh ia mengepalkan tangannya ke arah wajah laki-laki itu.

Secepat kilat sebelum tangan itu mengenai wajahnya, laki-laki itu menahan dengan telapak tangan kirinya. Tangan kanan laki-laki itu menarik rambut Harlyn hingga kepalanya mendongak.

Sontak tangan kiri Harlyn yang menangkup pipinya bergerak menahan jambakan itu. Entah berapa lama prosesnya, yang pasti Harlyn merasa tubuhnya berputar dan tangan kanannya terbebas. Tak lama bibirnya menyentuh sesuatu yang tidak ia kenali.

Itu hanya sebentar, karena kemudian bibirnya terasa ditekan. Berasal dari depan hingga dahi dan hidungnya terasa sakit dan dari belakang kepalanya tangan laki-laki yang menarik rambutnya tadi beralih menekan kepalanya.

Di sisi lain Arta, laki-laki yang datang tak di undang pulang bisa sendiri itu berdecih sinis. Muak, ia menarik kedua tangannya dari dua kepala itu. Meski sedikit menyangkut pada tangan kanannya, setelah tarikan kasar bebas juga tangannya dari rambut kusut milik manusia memuakkan itu.

Tanpa melihat ke belakang lagi ia pergi menuju motornya yang ia parkirkan di bahu jalan.

Saat hendak mengenakan helmnya tak sengaja netra coklat gelapnya menangkap sosok yang ia kenali di seberang jalan.

Tanpa pikir panjang berlari sayangnya ia berakhir tertabrak bus sekolah yang sedang melintas. Tidak kencang memang, tapi itu cukup membuatnya menghilang beberapa hari.

Kembali pada dua sejoli yang menjadi pusatnya. Keduanya melanjutkan kegiatannya dengan si gadis yang mendominasi.

[•••]

Behind the Script [Upload Ulang]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang