[•••]
"Kalian sudah seakrab apa?" Seorang perempuan muda mematung sejenak mendengar pertanyaan yang ia yakini itu untuknya. Gerakan memotongnya terhenti setelah pisau mengenai piring. Mungkin saja ia akan tersedak keras apabila makanan di dalam mulutnya tersisa.
"Aman kok." jawabnya lirih. Ia berbohong. Jangankan mencoba akrab, ia bahkan selalu terlibat masalah terus menerus.
"Kamu bilang apa?" ulang orang yang bertanya tadi mengernyit. Ia tidak dengar jelas kalimat yang terlontar.
"Aman, Pa." ucap perempuan muda itu dengan melawan segala tekanan yang ada.
"Kok aman? Yang papa tanya itu kalian sudah seakrab apa, kamu sama Arta." kesal pria paruh baya itu. Ia bahkan meletakkan pisau dan garpunya kasar di atas piring.
"Kamu itu sebenarnya melakukan apa yang papa suruh nggak sih?!" Nadanya mulai meninggi. Urat di wajah dan lehernya mulai terlihat. Perempuan muda itu nampak tenang.
"Ngelakuin kok."
"Bagus. Papa mau hasil yang bagus." Entah pria paruh baya itu memiliki kepribadian lain atau perubahan emosinya yang memang cepat, kini ia sudah tersenyum dan mulai menyantap kembali hidangan di hadapannya.
"Bagus deh kalau gitu." celetuk wanita paruh baya yang ada di depan perempuan muda itu. Raut wajahnya membaik. Semula ia sama seperti suaminya. Merasa penasaran, marah lalu senang.
Perempuan muda itu meliriknya malas dalam diam.
[•••]
Malam ini tak ada bintang apalagi bulan yang nampak. Di atas sana hanya ada kegelapan. Sorot seterang apapun dari planet biru ini tak mampu menembusnya.
Jalanan mulai sepi dikarenakan malam mulai larut. Pukul sepuluh tiga puluh malam. Jikapun kendaraan yang berlalu pasti dalam perjalanan jauh.
Helaan napas berat terdengar dari perempuan muda tadi. Keluarganya beranjak ke kamar. Sedangkan ia memilih meredakan emosi dalam diri terlebih dahulu. Alasan itu tentu tidak diterima apalagi ia seorang perempuan.
Ke rumah sepupunya untuk menemaninya karena keluarga sepupu sedang pergi. Itu alasannya. Masuk akal? Entahlah. Namun, papa dan mamanya mengizinkan.
Kakinya yang terus melangkah –setelah menaiki taxi di hadapan orangtuanya lalu berhenti setelah cukup jauh– tiba di sebuah taman kanak-kanak.
Beragam alat bermain berwarna di sana terlalu jelas akibat cahaya lampu di sekitarnya.
Helaan napas berat lagi-lagi terdengar darinya setelah menempatkan diri di salah satu dari dua ayunan. Wajahnya tampak layu tak ada sorot semangat dari netra ...nya.
"Aku capek." bisiknya menatap gelapnya cakrawala.
Tangan ringkihnya meraba rambut di atas pundak kanannya. Melirik ribuan benda hitam itu sesaat.
"Emang ada anak SMA yang punya beban seberat ini?" Ia terkekeh setelahnya.
"Tuhan ngga bakal ngasih cobaan kecuali insan itu mampu." Perempuan –atau kini kita sebut saja 'cewek itu' seperti yang lainnya– menoleh cepat ke arah kirinya. Tepatnya pada ayunan kosong di sebelahnya.
Ia mengernyit. Sejak kapan cowok ini ada di sampingnya. Pandangannya naik, ayunan ini terbuat dari besi seutuhnya dan rantai sebagai pegangan. Kok nggak kedengaran?
"Sejak kapan lo di sini?" tanyanya penasaran. Cewek itu merasa bibirnya berkedut. Sorot matanya berubah, kini terlihat lebih.. bersemangat.
"Sejak beberapa saat yang lalu." jawab cowok itu.
"Ngapain keluar malam-malam? Bahaya tahu." tutur si cewek menasehati.
"Lo sendiri?" Cewek itu sedikit salting akibat tatapannya. Ia menjawab singkat, "Nyari angin."
Hening setelahnya. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Si cewek mulai menggerakkan ayunannya kencang.
Detik demi detik berlalu hingga lima menit sudah terlewati. Namun, masih tak ada percakapan. Hanya ada suara jangkrik dan gemericik rantai ayunan. Sesekali kendaraan berlalu.
Perlahan ayunan berhenti bergerak.
"Lo kenapa-?"
"Lo kenapa-?"
Keduanya berucap berasamaan. Suasana menjadi canggung. Si cewek lebih dulu berucap, "Lo duluan."
"Nggak, lo dulu." ujar si cowok. "Oke."
Cewek itu berdehem. "Jam berapa?" Cowok itu mengernyit. Namun, tak urung melihat jam tangannya. "Sepuluh tiga puluh."
Cewek itu terlihat mengangguk pelan beberapa kali lalu kemudian bangkit.
"Udah malem, ayo kita pulang." ajaknya. Cowok itu mengangguk. Ia pun bangkit.
"Nggak papa pulang sendiri?" Terdengar nada khawatir di kalimatnya.
"Aman. Gue bisa bela diri kalau lo lupa." Cewek itu terkekeh. "Lo yang harusnya jaga diri." Cowok itu mengangguk.
"Ya udah, hati-hati."
"Gue yang harusnya bilang gitu!" seru si cewek tak terima. "Iya deh." putus si cowok.
"Hati-hati, Cadric!" serunya tertahan. Ini sudah malam takut warga sekitar terbangun. Cewek itu tersenyum.
"Lo juga, Harlyn." Cadric tak perlu berseru. Tadi saja cewek itu tidak terima di hati-hatikan olehnya.
Keduanya sama-sama berbalik dan berjalan pulang ke arah rumah masing-masing. Kedua punggung itu saling memberi jarak. Hingga tak terlihat.
Sebelum jauh dari taman itu Harlyn berhenti dan membuka ponselnya. Ia jarinya bergerak lincah di atas layar ponsel. Tak lama ia mematikan benda pipih itu dan memasukkannya ke dalam saku. Kakinya mulai melangkah lagi, kini terlihat lebih ringan. Bahkan sesekali ia melompat kecil sepanjang perjalanan.
Di lain tempat di dalam kamarnya seorang cewek di buat keheranan dengan pesan teks dari nomor yang nama kontaknya tersimpan sebagai Saudara tidak Jauh (H.J.)
“Nyimpen nomor kontak orang kok aneh gini sih? Semisal lupa nomor siapa gitu gimana?” gerutu cewek itu menatap kesal ponselnya.
“Isi pesannya udah kayak nyuruh orang bohong gini aja kok nama kontaknya udah kayak bandar aja.” Ia kesal dan melempar kasar ponselnya. “Lagian nggak ada tamu tuh dari tadi.” tambahnya menatap ke arah pintu masuk kamarnya sesaat.
“H J itu inisial nama kah?”
[•••]
Asli aku bingung banget bikin adegan sama dialog Harlyn sama Cadric tadi. Nggak pernah ngalamin sih [cry]
Itu kayak masih kurang banyak gitu/kurang dapet feel-nya. (Bukan kayaknya tapi emang iya.)
Btw ini jadi chapter paling pendek sih setelah prolog.
Ya udahlah. Enjoy aja bacanya. Kapan-kapan aku revisi.
Jangan lupa bintangnya biar aku makin semangat. Sama komennya deh spam juga nggak papa [hehe]
Terakhir buat para pembaca baru selamat datang. Ada nggak sih pembaca barunya? Semoga ada.
Ngomong-ngomong aku belum pernah sapa kalian, ya? Ini pertama kalinya, "HALLO SEMUANYA SELAMAT DATANG DAN SEMOGA BETAH YA DI CERITA TRANSMIGRASI ABAL-ABAL DARI PENULIS AMATIR INI!"
[bisik] "Cek ceritaku yang lain juga ya?"
Udah gitu aja, see you in the next chapter, dadah...👋
Luv<3
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind the Script [Upload Ulang]
Novela Juvenil[Transmigrasi Story] [Slow Updet/sesuai mood] Bukan terjemahan! Karya pribadi dan bukan jiplakan! Belum revisi. ------------------------------------------------------------------------ Menjadi penggemar salah satu novel best seller adalah status A...