Chapter : 29

619 46 9
                                    

[•••]

Akhirnya setelah berkendara beberapa menit kedua sejoli itu singgah di sebuah kafe yang tidak terlalu besar di pinggir jalan yang tidak terlalu besar juga. Mengingat ukuran kafenya, pengunjung di sini cukup kebalikannya, ramai. Dan Dera tidak menyukainya. 

Setelah memasuki pintu, Dera berbisik baru cowok yang berdiri di sebelahnya yang menatap excited ke dalam cafe. "Pindah aja yuk, cafe nya ramai pasti pelayanannya pasti lama."

"Nggak kok, pelayanan di sini cekatan. Udah ayo." Artaleon menarik Dera ke salah satu bangku yang tersisa. Ia mendudukkan Dera di kursi dan kembali untuk memesan. Dera membiarkannya karena memang sistem kafe ini terlihat harus memesan pesanan mereka sendiri namun nanti pesanannya akan diantarkan. 

Selama menunggu, Dera menyibukkan diri dengan ponselnya. Sesekali ia juga melirik sekeliling yang terdapat pengunjung dengan didominasi oleh muda mudi sepulang sekolah. Lihat saja seragam yang berbeda setiap bangku itu. 

"Lama banget sih..?" keluh Dera. "Kan ramai, ya gimana?" lanjutnya menjawab pertanyaannya sendiri. 

Tak lama Artaleon kembali tanpa apapun alias tidak membawa satupun makanan yang bisa di makan. "Lama nggak?"

"Sepuluh menit datang katanya." jawab cowok itu. Ia duduk di hadapan Dera yang memilih posisi duduk dapat melihat pintu masuk sedangkan dirinya membelakangi pintu masuk. 

Tangan kirinya terulur mengusap kepala Dera. "Sabar ya?" Cewek itu memejamkan matanya dan mengangguk tipis. Saat membuka matanya ia menangkap sesuatu yang tidak wajar. 

Dahi Dera mengerut. Tangannya terangkat perlahan menunjuk arah belakang Artaleon. "Itu..." Cowok itu berbalik melihat apa yang dilihat kekasihnya itu. "Apa?" tanyanya.

"Itu Harlyn nggak sih?" Ia ragu mengatakan karena hanya terlihat dari samping. Ia bersama seorang cowok yang terlihat familiar juga. Itu ... Cadric!!

Senyum Dera mengembang. Melihat kedua sejoli itu terlihat kebingungan mencari tempat duduk, Dera mengangkat tangannya mengisyaratkan mereka untuk bergabung dengannya. 

Oh, Harlyn melihatnya! Ia tersenyum dan mengangkat tangannya sekilas lalu berbicara sebentar pada Cadric. Tak lama kedua keduanya berjalan mendekat. Dera menatap antusias kepada mereka. Wajah yang semula lesu kini kembali berseri.

Itu semua tak luput dari tatapan Artaleon. Dua orang yang ia benci ah, lebih tepatnya hanya salah satu, yang satunya lagi hanya kena imbas, apa yang mereka lakukan di tempat ini? Astaga, Artaleon ini tempat umum jadi wajarlah.

Apa-apaan wajah itu? Senyum lebar dan tatapan antusias yang membara seakan sudah menanti kedatangan mereka. Seharusnya wajah itu, tatapan itu, tertuju hanya pada dirinya seorang. Hanya ia yang boleh ditatap dengan sorot mata itu. 

Karena sudah tertebak kekasihnya itu tidak mau pindah tempat duduk, maka Artaleon yang berpindah ke samping cewek itu. Senyum smirk terukir tipis di wajah datarnya melihat keterkejutan kedua orang itu. 

"Sini-sini!" panggil Dera sedikit keras. Ia tak curiga melihat mereka sempat mematung di tengah jalan sehingga menghalangi aktivitas antar mengantar makanan sampai mendapat teguran.

Melihat tak ada sisa bangku lagi di sana mau tak mau Harlyn mengajak Cadric untuk bergabung dengan Dera dan Artaleon dengan segala resiko yang ada. 

"Kalian ke sini juga? Ya ampun kalau gitu tadi barengan aja." ujar Dera setelah Harlyn dan Cadric duduk dengan canggung di depannya dan Artaleon.

Harlyn tersenyum tipis mendengar. "Lain kali bisa kita janjian buat gini lagi." sahut Harlyn mengabaikan tatapan tajam yang senantiasa tertuju ke arahnya.

"Nggak ada lain kali." balas Artaleon tiba-tiba dengan nada datar. Dera meliriknya. "Maksudnya nggak ada, lain kali harus ada." elaknya lalu tertawa canggung. Penjelasan yang sebenarnya nggak jelas.

Ia merasakan tatapan menyorot tajam ke arahnya namun Dera abai. 

"Kalian pesanlah."

[•••]

Beberapa jam berlalu hingga matahari telah terbenam keempat remaja itu memutuskan membubarkan diri. Dera pergi bersama Artaleon sedangkan Harlyn tentu bersama Cadric. Dua pasang sejoli itu pergi ke arah yang berbeda. 

Setelahnya Dera tidak tahu bagaimana kelanjutan Harlyn dengan Cadric. Yang ia tahu sedari tadi hingga saat ini ialah Artaleon sedang dalam kondisi emosi kurang baik. Semenjak kedatangan dua protagonis tadi, cowok itu senantiasa bungkam. Bukan tidak peka hanya saja Dera berpura-pura tidak peka. Ia masih kesal dengan cowok itu sedari pulang sekolah maka dari itu Dera membalasnya.

Artaleon melajukan motornya dalam kecepatan melebihi batas rata-rata di jalan raya ini. Dera sampai berpikir bahwa cowok itu sedang balapan dan bukannya sedang membonceng seseorang. Meski begitu, Dera tetap bungkam dan berpegangan agar tidak terjatuh.

Tak butuh waktu lama motor Artaleon berhenti di sebuah gedung apartemen. Setelah cowok itu menurunkan standar motornya, Dera segera turun diikuti Artaleon dan sama-sama melepas helm mereka. 

Sungguh rasanya Dera sedang bersama batu berjalan. Lihat saja cowok itu sudah berjalan dengan langkah lebarnya meninggalkan Dera di dekat motor di parkiran apartemen ini tanpa mengatakan apapun. Dipikir Dera ini bisa baca pikiran apa ya? 

Andaikan Dera tidak ingin meminta maaf dan menjelaskan semuanya pada pacar Derana itu, ia bisa saja pergi memberhentikan taksi dan pulang sendiri. 

Dengan sedikit berlari Dera mengejar Artaleon yang sudah berjarak jauh darinya. Ia terus berusaha mensejajarkan langkahnya meski tak pernah berhasil. 

Di sini Dera tidak memiliki siapapun. Keluarga memang ada lengkap serta baik dan menyayanginya —keluarganya Derana Dreiden. Namun power keluarga itu tidak sekuat power keluarga antagonis itu. Jadi mau tak mau Dera harus memperbaiki hubungan itu agar ia dalam posisi yang aman jika suatu saat ia dalam bahaya.

Di dalam lift keduanya sama-sama diam. Beberapa orang yang ada di dalam yang tidak tahu apa-apa juga diam. Semakin lama semakin banyak orang yang masuk ke dalam lift. Dera yang berdiri di samping Artaleon kini lama-kelamaan mulai bergeser ke depan cowok itu. 

Pada suatu titik tepat bersamaan dengan denting lift yang terbuka Dera merasakan tarikan di area perutnya. Jantungnya berdetak kencang. Ia berkedip dan menggigit bibir bawahnya. 

Denting lift tadi bukannya mengurangi jumlah orang di dalamnya melainkan menambah jumlah mereka. Terpaksa Dera mendekatkan diri pada Artaleon di belakangnya hingga ia sudah tidak bisa bergeser lagi. 

Waktu rasanya berlalu dengan sangat lambat. Orang di dalam lift itu mulai terdengar saling berbincang satu sama lain. Karena tidak paham Dera hanya diam menyimak. Kala itu juga semilir angin berhembus di belakang telinga Dera yang membuatnya merinding disusul desisan dan terdengar suara penuh ancaman meski kalimatnya hanya interupsi biasa.

"Jangan banyak gerak." 

[•••]

Hai hai hai update lagiiii 🥳

Entahlah, udah lama nggak menjenguk cerita ini jadi nggak terlalu ingat sama alurnya. Tapi semoga masih nyambung lah ya. BTW ini stok ya bukan baru nulis

Oh iya aku mau ingatin kalian buat pencet bintang, komen apapun itu (especially kritik dan saran) sama follow juga akun aku. Biar aku makin-makin semangat lagi nulisnya. 🤗

iiih gemas aku sama kalian. Kalau nggak diinginkan pasti pada lupa.

Jangan lupa juga cek-cek cerita aku yang lain juga siapa tahu ada yang kepincut gitu.

Oh iya kalau ada typo tandain aja ya

Luv<3

Behind the Script [Upload Ulang]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang