[•••]
Masih di bangku kantin.
Dera menatap malas Rion. Setelah sekian ribu kata yang ia lontarkan yang dimana itu bukan semua kata-kata yang sopan, cowok sok itu terengah-engah di tempatnya.
Semua orang juga diam. Hal itu Dera gunakan untuk berdiri. "Mbak Ina, aku udah makannya! Tapi, bayarnya nanti ya?!" Tak lama ia menyusup di belakang Rion, mencari celah. Ia berlari menghindari teriakan Mbak Ina yang mungkin tidak mengizinkannya mengutang.
Bertepatan dengan bel istirahat berbunyi.
Ruangan kantin yang luas cukup membuat Dera lelah. Di dekat pintu kantin ia memelankan laju kakinya. Dan, di sanalah ia berpapasan dengan idolanya.
Tak ingin mengganggu acara catwalk keduanya, Dera menyingkir sejenak. Ia menatap punggung sepasang kekasih itu. Astaga, kekuatan tokoh utama. Hanya punggung saja sudah terlihat berkilau.
Cukup lama Dera berdiri menatap mereka hingga keduanya hilang terhalang punggung-punggung penyerbu makanan. Yang tak Dera sadari ia tersenyum selama itu terjadi.
Suara deheman terdengar dari arah belakang. Saat ia berbalik sekitar 90°, ia mendapati dada seseorang yang berbalut seragam dengan kaos hitam di dalamnya. Bagaimana Dera tahu? Karena kancing seragam tidak dikaitkan.
Tak ingin bermasalah lagi, Dera lebih memilih memundurkan tubuhnya hingga punggungnya menempel pada tembok. Tak lupa kedua tangannya ia arahkan ke arah kantin. Dengan maksud mempersilahkan cowok yang entah siapa itu untuk melanjutkan perjalanannya.
Meski tidak segera, cowok itu akhirnya berlalu juga. Sedangkan Dera, ia berlanjut menuju kelasnya.
Kembali ke beberapa menit yang lalu sesaat setelah Dera meninggalkan bangku kantin yang ditempatinya.
"Ha?" Suara pertama yang terdengar setelah hening beberapa waktu itu berasal dari Kaisan yang duduk di depan Dera tadi.
"Kok kayak ada yang aneh ya?" tanya Gio yang duduk di seberang kanan Dera.
"Itu cewek barusan teriak di depan kita, terus main pergi gitu aja tanpa persetujuan kita?" tanya Kaisan masih tidak percaya. Bahkan kerupuk yang sudah menyentuh bibirnya jatuh begitu saja karen shock.
"Barusan dia juga teriak utang sama Mbak Ina, padahal kita 'kan tahu kalo Mbak Ina itu orangnya super pelit." jelas Varon yang duduk menyandar di meja yang sepasang dengan kursi Gio.
"Nggak salah nih?" Rion bertanya dengan tatapan kosong tak percaya bahwa pesonanya tak digubris oleh cewek tidak sopan tadi. Meski ia tak berniat biasanya cewek langsung klepek-klepek. Tapi, kali ini tidak. Meski (lagi) ia memang lebih fokus pada interogasinya.
"Sabar ya?" Tepukan di pundaknya dari Varon tak membuatnya membaik.
"Pasang susuk gih!" saran Kaisan lalu ia terkekeh. Tangannya menarik Rion untuk duduk di tempatnya dan ia bergeser.
Varon dan Gio juga pindah di hadapan mereka.
"Barusan tadi apaan?" Suara berat diikuti bayangan gelap mengejutkan mereka.
Bukan tanpa alasan ia menanyakannya. Ke kantin untuk melabrak orang memang. Tapi, sambil menyelam minum air, selayaknya peribahasa, sekalian aja dia makan.
Memang posisinya dengan keempat temannya tidak jauh, tapi karena ia fokus pada kegiatannya sendiri, ia kurang fokus pada percakapan mereka.
Lagipula ia yakin teman-temannya pasti bisa menangani hama kecil seperti itu. Tapi, teriakan utang mengejutkannya. Hingga ia memutuskan untuk bertanya dari pada mati penasaran.
"Astaga, Can, bikin kaget aja!" keluh Varon. Cowok bertubuh besar itu hanya tertawa tanpa dosa.
"Eh! Lihat deh!" Seru Gio sembari menunjuk arah pintu kantin.
Yakni pemandangan mengenai Dera yang tengah tersenyum menghadap ke arah kantin dan seseorang yang mereka kenal di belakangnya.
Tak lama cewek itu menghadap kanan dan kepalanya menoleh ke kanan. Tak lama (lagi) cewek itu mundur hingga dinding lorong lalu berpose mempersilahkan seseorang di belakangnya tadi untuk pergi. Selayaknya seorang pelayan pada tuannya.
Mendapati pemandangan demikian membuat empat orang cowok itu tersenyum. Di kepala mereka tersusun siasat indah.
[•••]
Dera memasuki area kelas dengan langkah gontai. Ia berjalan menuju bangkunya dengan kaki yang diseret. Saking lambatnya ia bahkan sempat terdorong oleh cowok teman sekelasnya. Setelah mendapat kata maaf dan memaafkan ia kembali ke jalurnya.
"Kenapa muka lo kusut gitu?" tanya Lusi saat merasakan kehadiran seseorang di kursi sebelahnya. Dera menggeleng sebagai jawaban.
Namun, karena cewek itu tidak menghadapnya membuat Lusi menoleh guna mendapat jawaban. "Nggak papa." Jawaban lesu Dera mendapat respon bulatan bibir dari Lusi. Cewek itu mengangguk lalu melanjutkan kegiatannya yaitu menulis. Dera menatap pulpen yang digunakan cewek di sebelahnya. Sedangkan pikirannya melayang menggapai lintang.
"Oh iya, lo tadi kemana? Tumben bolos." tanya Lusi heran dengan kepala menunduk.
Dera melirik wajah Lusi sejenak lalu beralih pada tulisan cewek itu. Beberapa saat kemudian ia menyeletuk, "Mengapilkasikan? Mengaplikasikan, dodol!"
"Ha?" Lusi menatap bingung Dera. Dera menunjuk dengan dagunya. Hal itu membuat Lusi kembali meneliti tulisannya dan benar saja jika ia melakukan kesalahan. "Hehe.. Maklum rabun gue." ucap Lusi cengengesan. Ia berusaha membela diri.
Dera meletakkan tangannya pada kepala belakang Lusi lalu mendorongnya kencang hingga membentur meja yang beralaskan buku sembari berucap sinis, "Makanya jangan deket-deket kalo ngeliat. Awas buta sebelum tua lo!" Begitu terbalik dengan tindakannya.
"Lus, kayaknya gue berurusan lagi sama gang itu deh." beritahu Dera pelan, takut-takut Lusi mengamuk.
"Ha?" Cewek itu berhenti menulis, menoleh pada Dera, menatapnya bingung.
"Gang yang gue laporin itu loh." sahut Dera lebih jelas.
Lusi diam, berpikir.
Dera terkejut saat Lusi menggebrak meja dan menatapnya melotot. Ia melirik sekitar lalu mencengkeram bahu Dera. "Lo bikin masalah apa lagi sama mereka?!" todong Lusi menuduh Dera. Situasi kelas membuat amarah Lusi tertahan.
"Nggak ada!"
"Gue nggak ada bikin masalah apapun sama mereka kok." bela Dera. "Malah mereka sendiri yang nyamperin gue."
Lusi melepaskan cengkeramannya. Ia menumpukan sikunya pada meja dan mengacak-acak rambutnya.
"Fix banget lo nggak bakal bisa menghindari mereka deh." lirih Lusi. "R.I.P Derana Dreiden."
"Heh, apa sih, emang gue udah mati?!" Lusi mendapat tamparan keras pada bahunya.
Lusi ingin marah, tapi, "Mereka bahkan udah lihat muka lo kan?" Dera mengangguk. "Udah fix! Udah fix banget ini!"
"Perasaan lo sekarang gimana?"
"Biasa aja sih." jawab Dera acuh.
"HAH?!" Tidak hanya Lusi, melainkan seluruh makhluk hidup yang ada di dalam ruangan.
[•••]
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind the Script [Upload Ulang]
Ficção Adolescente[Transmigrasi Story] [Slow Updet/sesuai mood] Bukan terjemahan! Karya pribadi dan bukan jiplakan! Belum revisi. ------------------------------------------------------------------------ Menjadi penggemar salah satu novel best seller adalah status A...