[•••]
Seorang cewek berpenampilan glamorous berdiri di ambang pintu kantin. Ia menelisik tajam seluruh penjuru kantin. Melihat siapa saja yang duduk, siapa saja yang berdiri.
Tak luput netranya menangkap salah satu bangku yang biasa ia gunakanasih kosong. Dalam hati ia tersenyum remeh.
Tepat di sebelah bangku langganannya terhalang satu bangku, ia mendapati adiknya sedang makan makanan kesukaannya bersama dua orang yang memang biasa bersamanya.
Bersama dua orang yang sedari tadi bersamanya, cewek itu berjalan menghampiri adiknya yang sudah menatapnya terkejut sedari ia berteriak tadi.
"Heh! Siapa yang udah buli lo tadi?" tanyanya langsung. Kedua tangan yang dilipat di depan tubuhnya menandakan bahwa ia seorang yang tidak terbuka.
"Nggak ada yang buli aku kok."
Jawaban itu membuat cewek berambut panjang bergelombang itu mengerutkan keningnya. Tak lama ia tersenyum miring. "Lo nggak lagi menghalangi gue buat lakuin hal yang harus gue lakuin kan?"
"Ng-nggak kok." Sia merutuki suaranya. Kenapa harus terbata-bata di saat seperti ini? Ia melirik Lusi meminta pertolongan.
"Eh...m jadi gini, Kak. Tadi itu cuma kesalah pahaman aja. Nggak ada tindak pembullyan tadi itu." tutur Lusi.
Nara selaku kakak dari Aisia menatap Lusi penuh selidik. Ia beralih pada adiknya. Meneliti setiap inci wajah cewek yang tengah menunduk itu. Sekilas Nara merasa geram karena di manapun cewek ini selalu saja menunduk dan pada siapapun.
Itu hanya sebelum ia mendapati lebam di siku kanan Sia. Dengan sedikit kasar, Nara menarik wajah Sia menghadapnya. Alisnya menyatu menandakan ketidaksukaannya setelah merilik siku Sia lagi. Wajahnya sirat akan kemarahan.
"Siapa?" Sia menggeleng pelan tanpa suara. "Siapa gue tanya?!" sentak Nara.
Lagi-lagi Sia menggeleng. Ia sangat tahu bagaimana tabiat kakaknya apabila sudah dalam kondisi dikuasai amarah.
"GUE TANYA SIAPA, AISIA?!" teriak Nara dengan mata merah. Kan? Apa Sia bilang? Ini orang temperamennya tuh buruk.
"Gue orangnya." ucap Dera tiba-tiba.
Hal itu tentu membuat Lusi dan Sia menatapnya terkejut tak percaya. Apalagi penghuni kantin yang sedari tadi menyimak mereka.
Secara mereka amat sangat tahu bagaimana tabiat Nara. Baik di kala marah ataupun tidak.
Nara menoleh pada sumber suara. Ia melepas wajah Sia dengan kasar. Sontak Lusi langsung beranjak mendekati Sia.
Cewek berpita besar di belakang kepalanya itu menegakkan tubuhnya. Ia mendekatkan wajahnya ke arah Dera. Ia meneliti wajah itu dari jarah satu setengah jengkal. Nara memiringkan kepalanya dan tersenyum remeh.
Ia menoleh pada adiknya. "Ini?" tunjuknya tepat di wajah Dera. Sepertinya telunjuk berkutek merah darah itu bagus jika merah hingga ke pangkal jari.
Dera menatap wajah yang kembali menatapnya sekilas lalu kembali menoleh. "Cuma modelan begini ternyata yang buli lo?!" tanyanya shock. Tawa menggelegar tak mampu dibendung lagi.
Tepukan tangan Nara beserta kedua temannya memenuhi kantin. Semua orang memperhatikan mereka. Bahkan makanan yang sudah masuk ke dalam mulut pun belum dikunyah saking asyiknya menonton.
Tepukan tangan dahsyat Nara seketika berhenti diikuti raut wajahnya yang mulai berubah. Kedua temannya pun yang hanya mengikutinya menghentikan tepukannya dengan raut bingung.
"Katanya dia temen lo? Kenapa bisa buli lo?"
"Kejadiannya itu rumit. Jadi mending kamu dengerin dulu penjelasannya." pinta Sia perlahan.
"Alah! Paling alasannya basi! Ini orang sebenarnya cuma manfaatin orang doang, terutama lo!" simpul Nara.
"Udah eksekusi aja." ucap pengikut Nara yang bertubuh paling pendek diantara mereka serta yang paling berisi.
"Iya, udah, gas aja. Telinga gue udah mulai sakit." timpal pengikut Nara yang satunya lagi. Ia memiliki tubuh paling tinggi diantara mereka. Rambutnya panjang bergelombang.
Menatap temannya yakni Paula, Putri yang menatap jengah dirinya seraya mengorek telinganya, membuat Nara mengangguk tipis menyetujui usul kedua temannya itu.
Dera menatap kosong lantai di bawahnya. Setetes demi tetes air jatuh dari rambut, ujung hidung serta bahkan dari bulu matanya. Ia di siram dengan minumannya sendiri!
Lirikan tajam ia layangkan pada wajah penuh kepuasan di depannya. Perlahan Dera mengusap wajahnya dengan masih mempertahankan tatapannya. "Aduh, imut banget cih." ujar gemas Nara mencubit kedua pipi Dera dengan tawa yang semakin menggelegar.
Dengan wajah tenang namun tatapan mata yang tidak tajam namun mampu mengintimidasi dan ditatapnya, Dera menepis kasar tangan Nara dari pipinya. Pipinya sakit akibat kuku Nara yang seakan ia ingin tancapkan.
Nara yang mendapat perlakuan seperti itu membuatnya menatap Dera tajam. Tangannya terangkat dan dihempaskan menuju arah wajah Dera. Cewek itu tahu yang akan terjadi, jadi ia sudah bersiap menghindar atau menahan tangan Nara.
1 ... Baiklah sebentar lagi! Ia akan melangkah mundur untuk menhindar.
2 ... Tunggu! Apa? Sesuatu berada di belakang kaki Dera menghambat pergerakannya.
3 ... Oh, no ...!
Suara kursi besi terjatuh menghantam keramik lantai kantin terdengar sangat keras. Hening seketika, orang-orang yang semula masih cukup ramai kini senyap.
Perlahan Dera membuka matanya. Ia merasakan adanya sesuatu yang menempel di punggungnya dan menjalar ke sisi tubuhnya. Di depannya bukan lagi Lusi, Sia ataupun Nara beserta pengikutnya, melainkan siswa-siswi yang menatap kearahnya dengan berbagai tatapan.
“Nggak papa?”
Suara yang familiar berbisik di telinga Dera. Ia bergerak melepaskan diri dan berbalik. Bola mata Dera hampir saja melompat dari kelopaknya tatkala mengetahui siapa gerangan seseorang di belakangnya.
Tanpa Dera duga, ia adalah Lachero Artaleon, antagonis brutal yang selalu ia coba hindari. Kenapa antagonis itu ada di sini?
“Kamu nggak papa?” Tatapan itu, tatapan mata penuh kekhawatiran pula nada suaranya. Dera shock setengah hidup. Dera menunduk tidak menyangka. Antagonis ini kenapa lagi sih?
Jemari Artaleon bergerak menyisihkan rambut basah Dera yang turun di dahinya. “Ayo.” Dalam kondisi linglung, Dera mengikuti langkah cowok itu dengan pergelangan tangannya berada di genggamannya.
Yang baru saja terjadi adalah kala Nara hendak melayangkan tamparannya, seseorang datang menarik Dera dan melindungi cewek itu sehingga punggungnya terkena tamparan keras Nara.
Nara menutup mulutnya tak percaya. Seluruh tubuhnya bergetar mengetahui siapa orang yang telah ia ganggu. L. Artaleon. Siswa paling dihindari oleh semua orang di sekolah ini, rumornya di luar sekolah juga.
Meski bergetar dan lemas, Nara tetap memaksa kakinya berjalan kemudian berlari keluar kantin melalui jalan yang berbeda diikuti kedua temannya.
Lusi dan juga Sia sama terkejutnya. Bahkan hingga kedua sejoli itu sudah hilang di balik tembok, mereka tidak berniat mengedipkan matanya. Mereka tahu siapa cowok itu hanya saja mereka tidak tahu siapa namanya.
Dilihat juga, cowok itu datang bersama barang-barang Dera di tangannya. Apa kira-kira hubungan Dera dengannya?
Mereka harus membuat beberapa teori dan bertanya langsung pada yang bersangkutan.
[•••]
Nah udah up
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind the Script [Upload Ulang]
Teen Fiction[Transmigrasi Story] [Slow Updet/sesuai mood] Bukan terjemahan! Karya pribadi dan bukan jiplakan! Belum revisi. ------------------------------------------------------------------------ Menjadi penggemar salah satu novel best seller adalah status A...