Chapter : 01

2.8K 167 0
                                    

[•••]

Dera merasa seperti akan terbangun dari mimpinya yang sedang terjatuh. Rasanya seperti terjatuh lalu ditarik, sangat tidak enak. Ia tersentak tak lama ia terbangun.

Namun, ia tak serta merta langsung membuka matanya. Yang ia lakukan hanya diam untuk meredakan detak jantungnya. Ia juga sedang mulai merasakan bagaimana posisinya sekarang.

Cewek itu mulai membuka matanya. Menatap sekeliling dengan mata menyipit. Cahaya matahari dari depan sana membuatnya silau. Ia mengangkat tangannya guna menghalau cahaya itu.

"Derana?!"

"Lo udah sadar?"

"Gimana-gimana? Ada yang sakit? Mana-mana?"

Seorang cewek berada di sampingnya, menatapnya khawatir sekaligus senang. Dengan bando pita berwarna biru di kepalanya, membuatnya tampak menggemaskan. Ditambah wajah bulat, rambut blonde dengan poni tipis. Bule kah?

Dera bangkit dari baringnya dan langsung menghadap gadis tadi. "Lo bule ya?"

"Ha?"

"Lo nggak paham Bahasa Indonesia?" Cewek tadi menelengkan kepalanya. Menatap Dera dengan tatapan heran.

"Owh!" Dera mengangkat telunjuknya, Who are you?"

"Let me know what's your name."

"Lo ngomong apa sih, Ra? Nggak ngerti gue." Cewek tadi membuka suara setelah diam beberapa saat. "Lo tahu 'kan, nilai Bahasa Inggris gue di bawah bawahnya dan bawahnya lagi KKM?"

"Ha?" Kini giliran Derana yang bingung dan heran. Ini cewek kelihatannya aja bule tapi dirinya ngomong apa, aja nggak paham.

"Nggak bisa Bahasa Inggris?" Cewek itu menggeleng.

"Lo kenapa sih tiba-tiba aneh gini? Reaksi lo kayak baru pertama ketemu gue aja." Mata cewek itu menyipit penuh selidik. "Padahal 'kan waktu lo pertama ketemu gue aja bilang kalo gue kayak albino."

"Oh, pantes sih orang putih gitu kayak mayat."

"Apa lo bilang?!" Dera mendapat tatapan garang.

"Eh? Nggak, nggak, becanda." Dera mengangkat tangan dan meletakkan itu di depan dirinya menghadap lawan sebagai bentuk pertahanan diri. Terbukti lawannya berbalik badan dan berjalan menjauh.

"Eh, BTW lo siapa?" Cewek itu menoleh cepat pada Dera dan diam.

"Apa?" Dera menatap polos ke arahnya.

"Lo kenapa sih? Nabrak ring basket aja sampe pingsan. Terus sekarang, amnesia?" Kembali berbalik dan berjalan ke arah Dera.

"Ha? Nabrak ring?" Bukankah penyakit jantungnya kambuh karena dikejutkan oleh sepupunya? Bagaimana sekarang malah berubah karena menabrak ring basket?

"Udah baikan 'kan lo, sekarang ayo ke kelas. Pelajaran udah mau mulai nih." ajaknya meraih lalu menarik tangan kiri Dera. Dera diam dan ikut berjalan.

Pelajaran?

Dera mengikuti arah jalan gadis yang menariknya. Cewek yang secara sengaja Dera baca name tag-nya itu bernama Lucyane Fay Agya, berjalan tergesa-gesa menuju tujuannya. Saking cepatnya mereka nyaris berlari.

"Buru-buru banget, emang kenapa sih?"

"Lo lupa kalo jam kedua jamnya Pak Buncit? Bisa penyet kita kalo sampai keduluan dia masuk kelasnya." Lusi mengatakannya dengan suara bergetar ketakutan bahkan nyaris menangis.

"Oke."

Tiba di tujuan yaitu kelas, bersyukurnya mereka tiba lebih dulu. Meski beberapa menit kemudian bapak-bapak yang dimaksud Lusi tiba dan mulai mengajar.

Di tengah kegiatan belajar mengajar, Dera melamun memikirkan apa yang sebenarnya tengah terjadi. Ia melakukan semua di atas bukan berarti dia sudah menemukan jawaban, hanya saja ia cukup memahami situasi dan menggunakannya untuk menyelamatkan diri.

Astaga ia butuh tempat sepi, sunyi dan sendiri. Jika tidak, ia tidak akan bisa berpikir jernih.

Dera mengangkat tangan kanannya. "Pak!"

Guru yang dipanggil menoleh lalu menurunkan kacamatanya yang padahal sudah dibawah. "Iya?"

"Saya ijin mau ke WC, Pak."

Kegiatan dalam kelas tiba-tiba berhenti. Tak ada yang berani bergerak. Semua makhluk hidup menggerakkan kepalanya pelan menatap ke arah Dera dengan tatapan horror. Seketika suasana menjadi gelap dan suram.

Mereka menyatakan bahwa tidak ada seorangpun yang berani mengganggu Pak Buncit saat ataupun diluar jam pelajaran. Tapi, anak yang duduk di bangku ujung kanan hampir pojok mematahkan pernyataan itu setelah sekian tahun Pak Buncit menjabat di sekolah mereka.

"Mau ngapain?" Aura kelas mulai bertambah gelap saja setelah satu kalimat yang hanya berisi dua kata itu dilontarkan.

Dera menepuk dahinya. "Ya mau melakukan ritual yang biasa dilakukan di WC lah, Pak, masa mau kencan?"

Para siswa melotot tak percaya akan jawaban itu dari seorang Derana Dreiden, siswi yang kurang menonjol di antara mereka. Meski sering mencapai tiga besar, namanya tak pernah besar di kelas mereka apalagi di luar kelas. Tapi, sekarang anak itu mencetak rekor yang belum pernah dicetak oleh siapapun.

Pak Buncit melotot marah pada Dera, wajahnya memerah, giginya gemelatuk dan urat-urat mulai muncul di dahi dan lehernya. Tangannya pun sudah mengepal. Mulai merembes pula bulir-bulir keringat di dahinya. Kacamata melorot itu juga sudah jatuh di lantai.

Dera panik akan reaksi semua orang. Ia melakukan kesalahan besar kah?

"Mak-maksudnya, saya mau buang air, Pak, 'kan nggak lucu kalo rembes di sini. Nanti kegiatan belajar mengajar bapak jadi terganggu karena bau tak sedap yang berasal dari saya."

Dera mengulum bibirnya mencoba tenang. Ia sudah mengatakan alasan yang sekiranya masuk akal. Semoga saja dapat diterima. Dan, ya, warna wajah Pak Buncit mulai kembali normal, uratnya sudah bersembunyi kembali dan bulir keringat itu sudah menetes.

Pak Buncit berpikir sejenak lalu mengangguk. "Masuk akal. Ya sudah, silahkan." Pak Buncit membungkuk mengambil kacamatanya.

"Hanya ke toilet bukan untuk ke tempat lain." ucapnya dengan tatapan tajam pada para siswa terkhusus Dera setelah tubuhnya tegak kembali.

"Baik, Pak." Dera mengatakan dengan senyum cerah dan bangkit dari duduk. "Terimakasih, bapak baik deh." pujinya sebelum menghilang di balik pintu.

"Saya baik?" gumam Pak Buncit. Senyum tipis yang mirip seringai terukir di bibirnya. Hal itu bukan membuat para siswa senang. Keterdiaman Pak Buncit yang tengah menatap kacamatanya malah membuat para siswa ketar-ketir.

Mengira bahwa guru mereka yang satu ini sudah mulai nampak sisi gilanya dan akan menambah sesuatu yang sangat mereka benci.

[•••]

Behind the Script [Upload Ulang]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang