[•••]
"Ini gue di mana sih?" tanya Dera entah pada siapa di keheningan lorong yang ia tapaki. Jam belum menunjukkan tanda-tanda akan istirahat.
Semakin Dera berjalan semakin sunyi saja suasananya. Ia tanpa sadar berjalan tanpa tujuan. Meski di izinnya ia ingin ke WC, ia tak sungguh ingin ke sana. Itu hanya tipuan agar ia bisa keluar kelas dan mencari tempat sepi untuk berpikir.
Tapi, tempat sepi sunyi saja tidak cukup untuknya. Ia perlu tempat yang tertutup. Tapi dimana? Di sini hanya lorong yang bercabang, dan tidak tertutup.
Karena lelah, Dera memutuskan untuk mengistirahatkan dirinya di salah satu bangku yang tersedia di lorong itu. Namun, belum juga pantatnya mendarat samar-samar ia mendengar gelak tawa.
Ia yang mulai lelah kembali bersemangat. Siapa tahu ia bisa menemukan petunjuk dari seseorang pemilik suara tawa itu.
Cewek itu bangkit mencari sumber suara. Ia dituntun ke sebuah tempat yang ia rasa sangat jauh dari kelasnya tadi. Semakin ia melangkah semakin keras suara tawa itu. Tak hanya tawa, ada suara jerit tangis juga di sana.
Dera yang awalnya penasaran kini diliputi rasa takut dan juga khawatir. Meski takut yang paling mendominasinya sekarang. Kini ia bimbang, lanjut atau kembali? Jika kembali, ia lupa jalannya karena saking fokusnya akan suara tadi.
Baiklah. Ia akan melawan rasa takut itu dan lanjut. Mungkin saja ada yang bisa mengantarkannya kembali ke kelas.
Dengan langkah pelan kakinya ia seret mendekati suara itu. Tubuhnya gemetar dan punggungnya dingin.
Dera tiba di suatu tempat yang sangat berantakan. Seakan tempat ini adalah pembuangan akhir. Begitu kotor dan bau. Sampah organik maupun nonorganik berserakan dimana-mana, bahkan tertindih ranting dan dahan pohon.
Otak cewek itu berpikir, juga ada sampah nonorganik berarti ada kegiatan di sana. Ia berjalan mendekat. Di sebelah kirinya terdapat pohon yang sangat lebat dan rindang. Sangat indah di mata dan akan tambah indah jika bagian bawahnya dibersihkan.
Di balik pohon itu ada semacam bangunan yang terbuka dan gelap. Mungkin karena cukup jauh mata Dera tak mampu melihat dengan pasti isi di dalamnya.
Ia melanjutkan langkahnya untuk mengintip melalui pintu besi yang teresel pada dinding tinggi (sekitar lima meter) di kanan-kirinya.
Pintu besi itu memiliki tinggi sekitar dua meter dan bagian bawahnya penuh tak bercelah.
Hanya bagian atasnya sekitar seperempatnya saja yang bercelah. Dengan mengelas besi panjang kecil itu berjarak satu sama lain.
Dera mengintip melalui sela-sela besi itu. Karena ketinggian dan tinggi badannya tak mendukung membuatnya harus berjinjit untuk melihat jelas apa yang terjadi di sana.
Di sana, dibalik pintu besi berkarat dan dinding kokoh lima meter Dera menyaksikan adegan kekerasan.
Bagaimana seorang cowok yang sudah nampak berantakan dengan seragam kotor dan robek, wajahnya yang sudah lebam merah-biru dan berlelehan air mata itu mendapat siksaan yang luar biasa kejam dari seorang cowok berbadan lebih gemuk dari semua yang ada di sana.
Semua orang (yang merupakan seorang cowok) tertawa melihat itu. Betapa menyedihkannya yang ditindas. Entah mengapa Dera yakin pasti ia sudah sangat lelah dengan semua yang ia alami.
Bagaimana bisa seseorang setega itu melakukan kekerasan, pembulian dan penganiayaan pada sesamanya?
Mata Dera memburam akibat air matanya yang mulai menggenang. Saat ia berkedip, air yang bisa membuat lelaki menderita itu turun. Buru-buru Dera menghapusnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind the Script [Upload Ulang]
Teen Fiction[Transmigrasi Story] [Slow Updet/sesuai mood] Bukan terjemahan! Karya pribadi dan bukan jiplakan! Belum revisi. ------------------------------------------------------------------------ Menjadi penggemar salah satu novel best seller adalah status A...