[•••]
Sudah sekitar satu bulan berlalu semenjak insiden satu hari yang membuat Dera harus menginap beberapa hari di rumah sakit.
Suatu kamar disalah satu rumah besar di kota itu sudah seperti kapal pecah. Barang-barang berserakan. Bantal dan kawan-kawan sudah pindah dari tempatnya. Banyak pula plastik bekas wadah snack dan chiki bertebaran di seluruh ruangan.
"Weh, Lusi!" Pemilik kamar yang terkapar di lantai dekat jendela membuka suara. "Matiin musik lo! Bikin pening tahu nggak?!" keluhnya pada Lusi yang tengah berdiri dan melakukan gerakan yang menurut Dera aneh.
Asal tahu saja, cewek itu sudah melakukannya selama satu jam lebih setelah puas membuat kamar Dera sedemikian rupa. Wadah bekas makanan ringan sebenarnya ia yang bawa. Tapi, bukan berarti sampahnya tidak di buang ke tempatnya lah!
"Enak aja, belum selesai take ini gue. Main matiin aja."
"Gue cuman minta sama nyuruh, bukannya gue bakal merangkak ke tempat lo cuman buat matiin musik doang. Cih!" decih Dera sinis.
"Hehehe... Kirain kan..."
Dera menggeram. Ia bosan di tempat ini seharian lagi. Jangankan seharian beberapa menit ke depan saja ia tak tahu sanggup atau tidak.
Dera membalikkan badannya menghadap jendela yang semula dibelakangnya. Ia duduk bersimpuh menumpuk lengannya pada kusen jendela. Ia menghela napas kasar saat meletakkan dagu di atasnya.
Menatap malas indahnya kota di pagi menuju siang ini. Kenapa tidak sekolah? Karena sekolah sedang dalam masa pembangunan ulang. Sekedar info saja, sebulan yang lalu saat Dera baru tiba di 'dunia ini' sekolah tempatnya menuntut ilmu di serang oleh sekelompok orang asing.
Beruntung saat itu ia dan Lusi sudah pergi sebelum insiden terjadi. Lusi yang semula mengoceh mengatakan bahwa Dera menghambatnya mendapat pelajaran. Padahal 'kan ia sendiri yang mengantarnya ke rumah sakit. Kenapa saat itu malah mengatakan seolah-olah Dera menyusahkannya? Pikir Dera saat itu.
Tapi, malamnya grup kelas ramai membicarakan insiden yang baru saja terjadi. Saat mengetahui itu, Lusi lagi-lagi memarahi Dera, dengan mengatakan bahwa dirinya menyusahkan lah, menyebalkan lah, dan lain sebagainya.
"Lo masih untung masih kebawa HP, lah gue, semua tertinggal." ucap Dera sinis melipat tangannya di atas perut.
Dera tahu kalau Lusi bukan menyayangkan jam pelajaran mereka, melainkan ia harus meninggalkan tasnya yang berisi sesuatu yang menjadi bagian dari hidupnya.
Beruntung saat sudah masuk sekolah kembali, barang itu masih utuh dan tak tersentuh di dalam tas pemiliknya. Di sana Dera menuntut permintaan maaf dari Lusi. Meski malu, Lusi sudah melakukannya sepulang sekolah kala itu.
Dan sekarang mereka harus mendekam di rumah karena sekolah mereka kembali di serang dan mengalami kerusakan yang lebih parah dari sebelumnya. Dera yang dua hari lalu sakit dan tidak masuk sekolah, harus menekan keinginannya yang ingin menapaki tempat menuntut ilmu itu.
Kembali ke awal, saat Dera membicarakan tentang 'dunia' ini, dalam tanda kutip, sebenarnya Dera sudah tahu jika ia pindah dunia, teleportasi, isekai, transmigrasi atau semacamnya.
Ia tak tahu bagaimana kondisi raganya di dunianya yang asli. Tapi yang pasti, ia mengambil peran sebagai Derana Dreiden. Entah siapa karakter yang ia ambil perannya ini.
Dan setelah ia cari selama satu bulan ini, ia dapat menyimpulkan bahwa Derana ini hanyalah seorang figuran belaka. Mereka yang digunakan untuk memperindah, mempertegas dan memperdalam sebuah cerita, film, movie dan semacamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind the Script [Upload Ulang]
Fiksi Remaja[Transmigrasi Story] [Slow Updet/sesuai mood] Bukan terjemahan! Karya pribadi dan bukan jiplakan! Belum revisi. ------------------------------------------------------------------------ Menjadi penggemar salah satu novel best seller adalah status A...