Chapter : 20

960 65 0
                                    

[•••]

Dera pulang dengan lesu. Pembicaraannya dengan Harlyn terputus kala cewek itu mendapat telepon darurat.

Harlyn pamit dan Dera juga pergi. Entah apa yang membuat cewek bermata biru muda pudar itu bergegas pergi.

Fakta yang baru Dera dapat lebih sangat mengguncang mentalnya. Bagaimana bisa ia harus berurusan dengan para tokoh penting?

Ia memang tidak memiliki plan untuk menjauhi atau mendekati para tokoh, tapi untuk pertunangan? Apa-apaan ini? Ia tak terima?

Siapa gerangan orang yang melakukannya?

Semenjak membuka pagar rumah, ia begitu emosional. Matanya mulai memanas memikirkan semua hal, terkhusus bab pertunangan.

Dadanya nyeri, dan di antara kedua alisnya berdenyut sakit. Di kala ia merabanya terasa panas.

Dera bergegas menuju kamar mamanya dengan masih membawa kantung berisi barang belanja.

Tak perlu naik karena kamar Mauretta di lantai satu. Guna berjaga-jaga kandungan besarnya.

Mengetuk pintu beberapa kali lalu membukanya. "Ma?" panggilnya bergetar pada wanita yang duduk di kursi goyang dekat jendela.

Dera berjalan menghampirinya. Tak lupa barangnya serta tas punggungnya ia letakkan di atas ranjang untuk sementara waktu.

Cewek itu berjalan cepat dan berhenti di serong kanan mamanya. "Ma?" Mauretta mendongak menatap tanya anaknya. Ia nampak terkejut.

"Mama tau aku mau tunangan?" tanya Dera menuntut. Suaranya masih bergetar meski ia coba menahan.

Mauretta terbengong. "Ngomong apa sih kamu?" Mauretta heran pada anak perempuannya ini.

"Mama tau nggak aku mau tunangan?" tekan Dera. Raut wajahnya begitu tegang. Mauretta jadi ikut-ikutan dong kalau seperti ini.

Mauretta menutup buku bacaannya dan ia simpan pada rak di sampingnya. Tangan kanannya bergerak menyentuh kepala Dera pelan.

"Rana itu anak mama, kalo ada yang mau jodohin kamu, harus bilang dulu sama mama." ucapnya lembut. Matanya memancarkan kehangatan namun terselip kekhawatiran yang dapat Dera tangkap.

"Emang siapa yang bilang?" Dera dia memejamkan matanya merasakan elusan di pipi kirinya. Setetes turun di pipinya, dari sumber di atasnya. Mauretta terkejut lagi karena anaknya begitu emosional. Ada apa ini?

Dera menghela napas pendek. "Harlyn, sepupu." cicitnya. "Sama, kata ayah."

Sesaat terpancar keterkejutan di netra coklat terang itu yang tak tertahankan lagi. Namun, segera berubah pancaran kelembutan.

Ia mengusap pipi basah itu. "Udah nggak usah dipikirin. Lebih baik kamu bersih-bersih terus makan, istirahat." titahnya membalik badan Dera untuk beranjak. Semacam usiran halus.

Dera memilih mengikuti permintaannya. Ia berjalan dengan bahu merosot dan kaki yang diseret menuju rajang mamanya lalu berlanjut keluar kamar.

Sorot mata penuh emosi terpancar dari Mauretta. Wajahkanya memerah penuh amarah.

"Sialan, Alantro!"

[•••]

Meski sudah pendapat kalimat penenang dari sang mama, Dera tetap tidak bisa tenang. Situasi macam apa ini?

Seharusnya ia tidak bertanya pada mamanya. Ibu hamil itu sangat sensitif. Sedikit saja sebuah perasaan, akan sangat berpengruh pada janinnya.

Sial, Dera menyesal.

Behind the Script [Upload Ulang]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang