Fajar menyingsing, dan matahari terbit dari timur. Berjalan, aku melihat ke arah barat. Tanah yang sebelumnya landai dan penuh ilalang, kini diisi oleh berbagai macam parit dan tembok kayu. Membatasi pandangan, namun cukup indah sebagai pertahanan.Alexiel datang menghampiriku, berkata apa ada lagi yang perlu dilakukan atau tidak. Aku menepuk pundaknya, mengatakan semua sudah dilakukan. Latihan kemarin sudah cukup baik, mereka sudah mengetahui pos masing-masing. Melatih tentang sinyal-sinyal perang ternyata lebih sulit daripada mengajari mereka sihir dan chi. Tampak mereka juga manusia biasa, masih memiliki kekurangan di dalamnya, yang jelas Desa Rithen adalah desa yang gila dengan tingkat pembelajaran sihir dan chi yang sangat cepat. Sebelumnya, tidak ada desa yang memiliki bakat seperti ini kecuali Desa Longan.
Berjalan, Alexiel masih sangat khawatir. Ia bertanya apa ada rencana alternatif lain jika semua tidak sesuai yang direncanakan.
Benar...
Sepertinya harus ada rencana lain.
Aku melihat bakat dan minat yang kuat Alexiel terhadap peperangan. Oleh karena itu aku memutuskan sesuatu, ingin menjadikannya komando kedua apabila sesuatu terjadi kepadaku.
Berjalan, aku mulai menjelaskan padanya sebuah skenario. Ia bertanya, lalu aku menjawab. Tak lama, dalam waktu yang singkat, ia sudah memahami komando militer apa yang harus dilakukan. Meski begitu, aku masih sangat takut. Karena ia belum punya pengalaman perang. Namun setidaknya ia bisa menjadi penggantiku untuk sementara di medan perang nanti.
Berhenti, aku mulai berjalan ke ujung parit dan kini telah tiba di luar tembok kayu. Umumnya, parit diletakkan di depan tembok, bukan di belakangnya. Namun karena tembok ini hanya pengalihan, jadi tidak perlu melakukan hal seperti itu. Ini juga sebagai tanda yang membuat musuh percaya bahwa desa ini hanya diisi orang-orang tidak kompeten, yang tidak tahu mekanisme penggunaan parit.
Aku dan regu pemancing berkumpul di depan tembok, melihat, dan menunggu kedatangan pasukan musuh. Lama, tak kunjung datang. Seharusnya mereka semua datang hari ini. Sekali lagi aku mengecek keadaan mental para pasukan yang ada, meneriaki mereka satu persatu, dan menguji, apakah ada yang tergoyahkan atau tidak.
Dalam perang, bukan hanya kekuatan fisik yang dibutuhkan, melainkan juga jiwa. Suara-suara bising akan terdengar dalam perang. Menghancurkan mental, membuat seseorang jatuh dalam keputusasaan. Suara teriakan, lemparan batu, nyala api, petir, dan sebagainya dapat mengganggu moral. Oleh karena itu dalam setiap latihan, aku terus meneriaki mereka. Berharap mereka tak terganggu dengan suara, walau itu hampir tidak mungkin.
Matahari mulai bergelincir ke atas. Terang dan terik, tanda waktu mulai mencapai siang. Aku menghadap ke padang jauh di barat, ujungnya tertutup cakrawala, tidak terlihat, bagai jatuh di dalam lubang yang menganga.
Mata mulai menemukan sesuatu untuk dipandang. Dari balik cakrawala, siluet bayangan terlihat bermunculan. Hitam, legam, penuh dengan rombongan. Sangat banyak, tidak normal, bukan hanya tentara biasa, juga ada hewan buas bersamanya.
Desa Rithen adalah desa yang besar, namun tentu tidak sekuat kota. Membawa banyak pasukan ke atas adalah sebuah hal yang sulit. Ini ditambah lagi dengan hewan buas yang bersamanya. Tidak, bukan sekedar hewan buas, skenario terburuknya adalah hewan magis yang menyerang.
Hewan magis (Mythical beast) adalah hewan yang tak biasa. Mereka memiliki taring kuat, dan energi sihir yang besar. Mampu menyerang dengan kecepatan tinggi, dengan sihir yang menjadi kemampuannya. Tak perlu rapalan, mereka dapat menggunakan serangan elemental tanpa takut terjeda seperti manusia.
Gawat, ini diluar perkiraan. Namun bagaimana cara mereka membawa semua hewan itu ke atas?
Ah...Tangan-tangan besar mulai merobek cakrawala, ia merangkak, bagai laba-laba yang terbuat dari tangan. Dari atasnya, seseorang terduduk dengan megah. Bersandar, serta menatap dengan angkuh. Menyenderkan dagunya dalam tahta yang berdiri megah di atas tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rattleheart
Aventura(Cerita Update setiap 3 hari sekali) Arslan adalah seorang tentara bayaran yang mencari arti dari dunia. Baginya dunia tak lagi sama semenjak dia terpaksa menjadi tentara bayaran. Peperangan, rasa sakit, hubungan antara manusia. Apa sebenarnya itu s...