Bidadari Bumi

115 7 1
                                    

...

Hari itu Haris harus berangkat ke rumah sakit setengah enam pagi, ia harus datang terlebih dahulu sebelum konsulennya datang, dan itu sudah menjadi aturan bagi para koas. Sebelum berangkat Haris mencium kening Aisyah yang masih tidur. Maklum, istrinya sedang haid dan biasanya membawa penyakit malas bangun pagi.

"Aku berangkat dulu, nanti aku telpon kalau sudah sampai. Jangan lupa sarapan." Bisik Haris sambil membelai kepala Aisyah sesaat, lalu melangkah pergi.

Saat di depan pintu ia tertegun melihat sepatu Aisyah yang robek ujungnya. Sepatu yang selalu ia pakai ketika di kampus maupun saat mengantar pesanan. Melihat sepatu itu hati Haris seperti teriris-iris.

Aisyah tidak pernah mengeluh tentang kondisi rumahtangganya, tidak pernah meminta ini dan itu atau bahkan tidak pernah merasa iri dengan kehidupan orang lain. Dia benar-benar seperti mutiara yang tersembunyi dibalik kesederhanaannya.

"Ya Allah, maafkan aku. Aku tidak pernah memperhatikan istriku, aku hanya sibuk memikirkan uang." Haris menahan gemuruh di dadanya, juga mata yang tiba-tiba terasa panas.

Haris menarik napas berat, dan menoleh sesaat ke ruang kos yang ia sewa. Ruang kecil yang penuh kesederhanaan, hanya ada satu meja dan kursi, selebihnya hanya karpet yang digelar di lantai. Sedang penghias ruangan itu hanya lemari yang dipenuhi buku. Bahkan tidak ada tempat tidur, hanya kasur lantai setinggi 10 cm. Semua kesederhanaan itu tidak pernah membuat Aisyah bertanya 'kapan kita bisa seperti yang lain?'

Kini airmata yang Haris tahan membedah sudah. Sebagai suami ia merasa sangat berdosa.

"Ya Allah, untuk semua kemudahanMU dalam setiap urusan kami, sungguh kami sangat membutuhkan."

Haris mengusap airmata, dan segera melangkah pergi.

***

Dulu saat masih kuliah dan menjabat sebagai presiden BEM, Haris selalu berfikir bahwa masa depan akan digapai dengan mudah, semudah ia mendapatkan popularitas, jabatan serta beasiswa. Namun setelah menikah dengan Aisyah semua berubah total. Kesombongan itu benar-benar 5Allah tegur. Bahkan kebiasaannya dulu yang berganti-ganti pacar, kini benar-benar Allah tutup dengan hanya mencintai satu wanita yang jauh dari kriterianya dulu.

Sungguh Allah menggenggam takdir hambaNYA, dan mungkin ini salah satu cara Allah mengubah Haris untuk menjadi lebih baik.

Saat jam istirahat, Haris memutuskan untuk keluar rumah sakit sebentar menuju toko sepatu yang tidak jauh dari sana. Sepanjang tugas, ia tidak berhenti memikirkan sepatu Aisyah yang robek, dan itu membuat hatinya hancur.

Saat sedang di toko sepatu, ia melihat seorang lelaki sedang bersama pacarnya, nampak romantis karena ia sedang memakaikan sepatu di kaki pacarnya. Pemandangan yang membuat Haris tersenyum sesaat, namun juga sedih karena selama menikah ia belum memberikan hadiah pada Aisyah.

"Aku lebih ingin membahagiakanmu, daripada menyimpan uang rapat-rapat untuk biaya koas semester ini. Sekarang aku sudah benar-benar pasrah, Allah Yang Maha Kaya." Kata Haris sambil menatap satu sepatu yang akan ia beli dengan harga yang lebih mahal dari sepatu Aisyah selama ini.

***

Sekitar pukul lima sore Haris baru pulang, ia sangat terkejut ketika membuka pintu. Ia melihat Aisyah masih berbaring di tempat tidur dengan wajah pucat bahkan badannya sangat panas.

"Ya Allah Ay, kamu demam." Kata Haris sambil memegang wajah istrinya.

Aisyah hanya melihat dengan sayup-sayup, tubuhnya terasa lemas dan kepalanya sangat pusing untuk sekedar menggerakkan tubuh.

"Mas, sudah pulang."

Haris lekas mengambil termometer di tas dan melihat angka di alat tersebut 39,5 derajat celsius.

Sekali Seumur Hidup (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang