Keputusan Seumur Hidup

109 8 3
                                    

Setelah Haris nampak hilang dari pandangan, Aisyah lekas masuk kamar tanpa mengatakan apa pun pada orangtuanya. Ia berusaha menyembunyikan kekalutan dirinya, sungguh sejujurnya ia sendiri ragu apakah bisa melewati perasaan ini dan menjadi Aisyah seperti dulu.

Di kampus Aisyah masih tidak tenang, ia berusaha menghindari kerumunan teman-temannya dan memilih menyendiri di perpustakaan atau masjid kampus yang lokasinya depan gedung rektorat. Pertemuan dengan Haris dan semua kejujurannya justru membuat hatinya semakin berdesir. Bohong jika ia menolak, karena nyatanya ia tidak bisa melupakan.

Saat Aisyah benar-benar ingin sendiri, justru di masjid kampus ia melihat Haris dan dua temannya sedang berwudlu hendak sholat dhuhur.

Ya Tuhan, jantung Aisyah nyaris runtuh saking kaget dan gugupnya dia, sampai-sampai tanpa sadar Aisyah nyaris terjungkal menabrak motor yang terparkir di halaman masjid.

"Ya Allah, sebenarnya apa yang sedang kulakukan." Gerutu Aisyah merasa malu dengan dirinya sendiri, sambil memukul kepalanya.

Ini pertama kalinya Aisyah melihat Haris sholat di masjid kampus, dan entah kenapa melihat hal itu membuat hatinya semakin berdesir hangat.

"Bagaimana bisa aku melupakan, jika aku saja masih seperti ini."

Entah kenapa meskipun Aisyah berusaha mengendalikan hati dan pikirannya, namun matanya tetap ingin melihat Haris dari jauh, seolah tak bisa lepas. Apalagi melihat Haris yang sedang tersenyum berbicara dengan temannya. Ya Tuhan, dia memang sangat tampan dan tinggi, Haris punya model tubuh yang sangat diimpikan setiap wanita.

"Astaghfirullah, lantas apa bedanya semua yang kurasakan ini dengan zina." Aisyah menepuk-nepuk dadanya agar tenang, dan anehnya ada perasaan panas yang merambat saat mengetahui ada gadis cantik yang juga melihat Haris dari jauh.

"Cukup Aisyah!" Asiyah berusaha mengalihkan pandangan dan melangkah menuju serambi tempat wanita.

****

Usai sholat, Aisyah memutuskan untuk segera menuju parkiran untuk mengambil sepeda, karena sepuluh menit lagi ia ada kuliah umum. Aisyah kaget saat melihat ban sepedanya kempes dan terlihat sebuah paku besar menancap ban depan.

"Astaghfirullah, siapa yang melakukan semua ini?" Aisyah melihat sekeliling dan tidak menemukan seorang pun, karena masjid sudah nampak sepi.

Dengan penuh kesal dan sedih Asiyah menuntun sepedanya. Jarak antara masjid kampus dan lokasi kuliah umum  cukup jauh, jika berjalan kaki kemungkinan besar ia akan terlambat.

"Sabar ya Allah, mungkin memang masih banyak yang membenciku karena masalah itu, tapi tidak seharusnya mereka terus menerus melakukan ini." Gumam Aisyah menahan diri agar tidak menangis.

Jujur, ini entah yang keberapa kali ban sepedanya ditusuk dengan paku, dan selama itu pula Aisyah belum menemukan siapa pelakunya.

"Sepedamu kenapa, Syah?"

Sebuah motor metik mendekat dan berhenti di depan Aisyah, itu Haris. Dan entah kenapa melihat Haris datang membuat hati Aisyah merasa lebih lega. Seolah ada beban yang terangkat.

Haris mendekat dan memeriksa ban sepeda. Ia mengernyitkan alis saat tahu bahwa ban sepeda kempes.

"Kamu ada kuliah?" Tanya Haris dengan wajah khawatir.

Aisyah terdiam sesaat melihat wajah itu, entah kenapa Haris nampak biasa saja saat bertemu dengannya setelah penolakan itu. Apa dia tidak membenci?

"Aku, ada kuliah."

"Jam berapa?"

"Sepuluh menit lagi, di gedung CDAS."

Haris melihat jam di pergelangan tangannya, gedung CDAS dan masjid membutuhkan waktu lima belas menit untuk jalan kaki, jelas pasti terlambat.

Sekali Seumur Hidup (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang