"Apa kamu sungguh yakin dengan keputusan ini?" Tanya ayahnya Aisyah ketika Haris datang ke sana malam itu.
Haris menarik napas dalam-dalam, dan mengangguk.
"Bismillah, Pak. Saya mungkin tidak sebaik Aisyah, tapi saya sangat kagum melihat kepribadiannya. Insya Allah saya akan menjadi suami yang bertanggung jawab."
Bapak diam sejenak berfikir. Tadinya ia hanya menggertak Haris karena tempo hari ia terkesan sembunyi-sembunyi, namun hari ini Bapak tidak menyangka jika Haris sungguh datang untuk melamar. Keberanian yang luar biasa, dan bagi Bapak cukup itu saja untuk meyakinkan hatinya bahwa ia lelaki bertanggung jawab.
"Lalu bagaimana dengan kuliahmu? Apa kamu bisa kuliah sambil menafkahi keluarga?"
Sejenak Haris diam. Ia ingat bahwa selain beasiswa yang membiayai kuliahnya adalah orangtuanya yang kerja di Singapura.
"Insya Allah saya bisa bekerja, Pak." Jawab Haris sedikit ragu apakah bisa dilakukan di saat dia kuliah di Fakultas Kedokteran.
Bapak mengangguk-angguk, "Bapak sempat membaca di media sosial, kalau kamu mahasiswa kedokteran. Apa bisa bekerja saat kuliah padat? Dan apa orangtuamu tau niat kamu menikah? Apakah mereka setuju dengan keinginanmu? Bapak perlu tahu tentang semua, Nak. Karena menikah itu bukan permainan."
Haris mulai tegang, ia tahu jika harus menjelaskan semua, tapi tidak mungkin pula menutupi kenyataan yang ada. Apa pun yang terjadi dia sudah ikhtiar, bismillah saja. Jika jodoh dan niat menikah baik pasti Allah mudahkan.
"Selama ini orangtua saya bekerja di Singapura, Pak. Mereka jarang pulang dan hanya mengirim uang untuk biaya kuliah saya. Keputusan menikah ini pun saya tidak meminta persetujuan mereka, karena selama ini mereka tidak pernah ingin tahu kehidupan saya. Saya hanya meminta izin kakek dan nenek yang selama ini merawat dan membesarkan saya. Jika pun nanti saya menikah, saya akan mencoba mandiri dengan bekerja apa saja untuk membiayai kuliah saya sendiri dan Aisyah. Insya Allah kalau ada niat pasti Allah mudahkan, meskipun mungkin berat karena saya kuliah di Fakultas Kedokteran, tapi saya yakin tidak ada yang mustahil." Jelas Haris sambil mengiklaskan semua yang akan terjadi andai lamarannya ditolak.
Melihat Haris dan kejujurannya membuat bapak terkesan, karena sejujurnya bapak pun sudah sedikit mencari tahu siapa Haris lewat media sosial. Dia punya pribadi yang baik dan karir keorganisasian yang tidak bisa diremehkan, dan semua itu yang membentuk keberanian dia untuk datang.
"Kalau boleh Bapak tau, kenapa orangtuamu jarang pulang?"
Haris tertunduk menarik napas. Sejujurnya ada begitu banyak rahasia yang ingin ia simpan, namun kali ini mungkin mustahil melakukannya.
"Sebenarnya ayah yang saat ini bersama ibu di Singapura, bukanlah ayah kandung saya, Pak. Ibu berpisah dengan ayah saat saya SMP, dan menikah lagi. Itulah alasan kenapa mereka jarang menjenguk saya, dan hanya mengirimkan uang untuk biaya hidup dan sekolah." Haris berusaha kuat untuk sadar bahwa inilah kenyataan pahit hidupnya yang nampak sempurna di media sosial.
Bapak terkejut, namun berusaha tenang. Ia tidak menyangka jika pemuda yang duduk di hadapannya ini punya masa lalu yang kelam.
"Bapak minta maaf jika terlalu jauh bertanya."
"Tidak apa-apa, karena saya memang harus jujur akan semuanya."
Bapak tersenyum mengangguk.
"Saya serahkan keputusan ini pada Aisyah saja, karena dia yang menjalani. Jika Aisyah siap, Bapak tidak bisa menolak. Bagaimana pun saya sangat yakin bahwa setiap niat yang baik akan Allah mudahkan."
Masya Allah, Haris merasa begitu lega dengan kebijaksanaan ayah Aisyah, namun juga gugup karena belum tentu Aisyah menerima. Apa pun keputusannya, Haris yakin itu yang terbaik. ia hanya perlu memperbaiki niat dan menyiapkan mental.
![](https://img.wattpad.com/cover/272894381-288-k522477.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekali Seumur Hidup (Selesai)
Chick-LitCinta yang gegabah membuat Haris dan Aisyah menikah muda. Pernikahan saat mereka masih berstatus mahasiswa. Mereka berfikir semua perasaan akan tuntas dan lunas setelah menikah, tapi nyatanya ujian silih berganti datang dan merobohkan bangunan cint...