Ciuman Pertama

138 8 0
                                    

Pagi yang masih juga terasa canggung. Aisyah bangun saat adzan subuh berkumandang, ia terkejut saat melihat Haris, karena ternyata ia sudah terlebih dahulu bangun dan sedang berkaca sambil merapikan bajunya. Nampak sekali dia sudah berwudlu dan bersiap untuk sholat.

"Aku akan sholat subuh di masjid." Kata Haris sambil menoleh Aisyah.

"Iya." Kata Aisyah sambil mengangguk, lalu menutup wajahnya dengan selimut. Merasa sangat malu karena pasti rambutnya berantakan dan wajahnya bengkak.

Haris berjalan mendekat dan menarik selimut Aisyah hingga terlihat wajah lusuhnya yang lucu.

"Apa kamu akan meringkuk terus di atas kasur? Sedang aku merasa punggungku hampir lepas tersebab tidur di lantai yang dingin." Haris mencoba menarik perhatian Aisyah dengan pura-pura merenggangkan pinggangnya.

Aisyah seketika bangkit dari tidurannya dan melihat punggung Haris dengan rasa khawatir.

"Kalau begitu nanti malam mas Haris tidur di ranjang saja, dan aku gantian di lantai." Kata Aisyah nyengir, dan jujur itu membuat Haris antara ingin tertawa dan kesal, tersebab Aisyah tidak paham maksud ucapannya.

"Ah, sudahlah! Aku terlalu berharap banyak." Kata Haris lalu bangkit dari duduknya, dan seketika tangan Aisyah memegangnya.

Sesaat Haris bisa merasakan desiran hangat itu kembali saat jemari Aisyah memegang tangannya.

"Aku sungguh tidak punya pengalaman dan sangat takut, jika mas Haris merasa tidak nyaman atau aku membuat mas merasa kesal, aku sangat minta maaf, dan aku... Aku ingin mas memberitahu apa yang harus aku lakukan agar mas tidak marah. Jujur, aku tidak bisa tidur sepanjang malam, tapi aku juga takut mendekatimu." Cerita Aisyah sambil tertunduk merasa bersalah.

Haris tertegun sesaat, lalu duduk di ranjang.

"Kamu ini, lucu." Kata Haris sambil mencubit pipi Aisyah dan tertawa girang.

Aisyah kikuk, antara ingin tersenyum atau malu karena ucapannya. Wajahnya sudah semerah udang.

"Katanya kamu sudah mengaji, sudah lebih paham agama daripada aku, tapi kenapa masih takut? Bukankah ada banyak sekali pahala saat suami dan istri saling bersentuhan?" Tanya Haris sambil menatap Aisyah nakal.

Apa? Mendengar kata bersentuhan saja sudah membuat tubuh Aisyah kaku, dan Haris kembali tertawa melihat reaksi itu.

"Bukan, bukan berarti aku tidak belajar. Aku tahu dan sudah baca beberapa buku tentang hal itu, hanya saja aku masih merasa takut, tidak siap dan... Dan.. bahkan saat dekat denganmu seperti ini jantungku mau meledak. Aku, takut tidak bisa mengendalikan." Terang Aisyah, berharap Haris paham, namun Haris hanya mengangguk-angguk sambil pura-pura berfikir seolah tidak paham.

"Ah, pokoknya begitu. Aku...." Tambah Aisyah, namun sebelum mulutnya selesai berbicara sebuah ciuman hangat mendarat di keningnya. Spontan Haris melakukan itu, dan Aisyah pun termangu.

"Rasulullah dulu, sebelum sholat, mencium istrinya. Jadi aku lakukan karena ini Sunnah. Kamu tidak keberatan bukan?" Tanya Haris dengan senyum jahil.

Aisyah terdiam kaku, ia bisa merasakan jantungnya nyaris jebol. Nyaman dan sangat membahagiakan, tapi juga dipenuhi rasa takut.

"Aku rasa aku harus mengubah peraturan sebelumnya." Kata Haris.

"Peraturan apa?"

"Sebelumnya aku bilang aku tidak akan mendekat sampai kamu siap. Setelah aku berfikir sepertinya itu keputusan yang buruk. Mau sampai kapan aku menunggu kamu siap, sedang setiap detik kita bisa meraih pahala. Jadi aku akan mencoba perlahan mendekatimu, jadi aku harap kamu tidak menolak. Karena menolak suami dosa." Jelas Haris dengan senyum menang, membuat wajah Aisyah makin merah malu.

"Sudah ah. Aku harus berangkat ke masjid. Bangun dan segera sholat, sayang." Bisik Haris sambil mendekat di telinga Aisyah saat kata 'sayang' itu terucap.

Dan seketika tubuh Aisyah seperti menggigil. Benar-benar membuat Haris tertawa, dia pun melangkah keluar kamar.

"Assalamualaikum,"

"Wa, wa, wa'alaikumsalam." Jawab Aisyah terbata. Dan entah pada detik keberapa Aisyah tersenyum girang setelah Haris sudah berlalu dari pandangannya.

***

Di gedung UKM, Kampus Hijau.

"Menikah?" Sontak mata Rizka dan Alvian melotot mendengar ucapan Haris saat itu.

Berita yang membuat mereka berdua kaget bukan main. Bahkan Alvian yang duduk santai nyaris terjungkal.

"Kamu gila ya, Ris? Kenapa kamu tidak bilang ke kita-kita? Kenapa tiba-tiba sudah menikah? Kamu kesambet setan apa sampai memutuskan menikah diam-diam, saat masih skripsi pula?" Alvian memberondong pertanyaan sambil melotot nyaris tidak percaya.

Haris tertawa kikuk dengan reaksi mereka yang heboh.

"Maaf ya teman-teman, aku sengaja diam-diam sampai semua proses selesai. Aku harap cukup kalian saja yang tahu, karena Aisyah belum siap jika harus publikasi. Selain karena kita nikahnya juga diam-diam, kita juga masih kuliah." Jelas Haris, membuat dua sahabatnya itu melongo tidak percaya.

"Kamu bukan Haris yang kukenal. Jangan-jangan kamu siluman yang menyamar? Haris yang aku kenal tidak sebodoh itu dalam mengambil keputusan. Cinta macam apa sampai kamu rela nikah di saat masih muda, Ris. Ini bukan kamu, aku kenal kamu seperti apa." Lanjut Alvian masih butuh penjelasan.

"Iya, bener kata Alvian. Lagian Aisyah kok bisa mau sama kamu? Dia tau gak kalau kamu punya segudang mantan pacar yang berkeliaran di mana-mana? Tau gak masa lalu kamu? Jangan-jangan ini cinta buta yang membuat kalian gegabah mengambil keputusan?" Kali ini Rizka tak mau kalah memberondong pertanyaan.

Haris menghela napas, sulit dijelaskan bagaimana prosesnya hingga sampai di titik ini. Mereka pun tak akan mudah percaya.

"Sejak mengenal Aisyah, aku mulai berfikir dan belajar banyak hal. Mungkin dia tidak seperti mantan-mantanku, tapi dia gadis terbaik yang pernah kutemui. Dia sangat menjaga diri dan kehormatannya, dan jujur, hal itu yang membuatku jatuh cinta."

Rizka dan Alvian terdiam dengan mulut membentuk huruf O. Sungguh berita yang mengejutkan.

"Baguslah kalau Aisyah bisa membuatmu berubah. Meskipun bagiku berita ini nampak mengagetkan. Semoga kamu bisa setia dan tidak main-main dengan pernikahan ini." Kata Rizka yang sedikit merasa khawatir dengan masa lalu Haris.

Alvian mengangguk-angguk, "Aisyah terlalu baik untuk disakiti." Tambah Alvian.

Haris menghela napas keheranan, apa yang meraka khawatirkan sangat jauh dari apa yang ia pikirkan.

"Lalu bagaimana dengan koas kamu? Apa bisa menikah sambil magang?" Tanya Rizka yang membuat Haris berfikir.

"Justru hal itu yang sedikit membuatku khawatir. Mulai saat ini aku tidak bisa mengandalkan beasiswa, karena semester ini sudah habis. Aku harus bekerja apa saja untuk biaya kelulusan sampai koas." Jawab Haris sedikit ragu, apakah bisa melakukan semua itu di saat kesibukan di Fakultas Kedokteran tidak memungkinkan untuk bekerja.

"Tapi Allah Maha Kaya, aku yakin bisa. Aku niat menikah untuk jadi lebih baik, jadi aku yakin pasti ada jalan."

Rizka terdiam antara khawatir atau bahagia melihat Haris. Dia adalah sahabat sejak SMA, sangat tahu kondisi Haris selama ini dan bagaimana masalalunya.

"Kamu harus bisa, dan jangan sampai ada salah satu yang harus dikorbankan. Menjadi dokter adalah impianmu."

Haris tersenyum mengangguk.

"Bismillah saja, semoga aku bisa menjalani keduanya dengan baik. Bisa menjadi suami yang bertanggung jawab dan melanjutkan pendidikanku sampai menjadi dokter." Kata Haris berusaha membuang segala bentuk kekhawatiran yang entah sejak kapan tumbuh, mungkin setelah selesai akad beberapa hari lalu.

"Kamu hebat, kamu cerdas dan kebanggaan kampus ini, pasti bisa." Dukung Alvian sambil menepuk pundak Haris.

Tanggungjawab sebagai suami saat masih kuliah apalagi di Fakultas Kedokteran tidaklah mudah. Bukan bagaimana masa lalu Haris atau siapa saja mantan pacarnya yang menjadi batu sandungan, tapi lebih kepada faktor biaya pendidikan di dunia medis.

Bisakah???



Happy Reading... 🥰🙏

Sekali Seumur Hidup (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang