Pernikahan yang Canggung

114 8 1
                                    


Setiap ikhtiar pasti menemukan takdirnya, entah takdir itu sesuai keinginan kita atau keinginan Allah. Namun niat baik pasti Allah mudahkan. Apa pun badai di depan sana nantinya, Haris dan Aisyah siap berjuang bersama.

Pernikahan yang apa adanya, tidak ada undangan dan hanya dilakukan secara pribadi di rumah Aisyah. Dihadiri oleh dua keluarga, saksi dari ketua RT setempat, guru mengaji Aisyah di kampus, dan penghulu.

Semua sengaja dilakukan sesederhana mungkin tersebab memang Haris dan Aisyah masih kuliah, untuk resepsi akan dilakukan setelah mereka lulus dan sudah bekerja bila memang itu diinginkan.

"Alhamdulillah, sah. Baarokalaahu laka wabaaroka 'alaika wajama'a bainakumaa fii khoir."

Tidak ada mas kawin yang mewah, hanya sepasang cincin yang Haris beli dari uang tabungannya selama ini. Meski   sederhana tapi bagi Haris dan Aisyah, ini adalah perjanjian besar yang mereka lakukan di hadapan Allah.

Sejujurnya bagi mereka, pernikahan tanpa pacaran ini berlangsung begitu cepat, hingga belum mengenal satu sama lain dan masih terasa begitu canggung. Aisyah mencoba mencium tangan Haris dengan ragu, karena memang selama ini tidak pernah ada nama yang mengisi hati Aisyah, dan Haris adalah lelaki pertama dan semoga yang terakhir.

Sedang bagi Haris, meskipun Asiyah bukan gadis pertama yang pernah mengisi hatinya, namun Aisyah adalah satu-satunya gadis terbaik yang pernah ia kenal, dan ia yakin bersamanya akan bahagia.

Sesaat Haris menangis, bagaimana pun ia bukan lelaki sholeh yang diimpikan Aisyah, namun begitu mudahnya Aisyah menerima, pun pernikahan ini. Allah memberinya kesempatan untuk berubah, untuk menjadi lelaki yang lebih banyak belajar agama dan menutup semua masa lalu yang kelam.

"Terima kasih, Aisyah, sudah bersedia menjadi istriku. Semoga aku bisa menjadi suami yang baik dan kita bisa berjuang bersama."

***

Malam yang masih canggung, terutama bagi Aisyah yang tidak pernah punya pengalaman dekat dengan lelaki. Jantungnya tidak berhenti melompat-lompat, juga pipi merah yang tidak berhasil ia sembunyikan.

"Assalamualaikum, aku masuk ya!" Suara Haris sambil membuka pintu kamar, dan dia terkejut karena Aisyah tidak berada di sana, melainkan bersembunyi di balik pintu sambil menutup wajahnya.

"Kamu kenapa bersembunyi di sini?"

"Eee... Aku.. aku." Aisyah terbata-bata, bingung. Apalagi tubuhnya terasa panas dingin.

Haris menghela napas, dia sadar ini pasti sangat canggung dan menakutkan. Ia pun mendekat dan memegang tangan Aisyah dengan lembut.

"Dengar! Aku tidak akan menyentuhmu lebih dari ini, selama kamu belum siap. Jadi tidak perlu khawatir, anggap saja kita teman yang tidur satu kamar." Kata Haris sambil mengangkat tangan Aisyah, menunjukkan genggamannya.

Aisyah terkejut, namun ia nampak sedikit lega, dan ia pun mengangguk.

Lalu Haris menarik tangan Asiyah dan mengajaknya duduk di ranjang. Ia ingin sekali ngobrol banyak hal pada gadis yang sudah menjadi miliknya itu.

Sedang Asiyah masih tertunduk malu, sesekali ia menarik napas panjang-panjang, dan jujur sikap itu membuat Haris tersenyum lucu.

"Jadi, kamu ingin dipanggil apa?" Tanya Haris sambil memandang wajah merah Aisyah.

"Ha?? Maksudnya?"

"Ya, maksudnya kan gak mungkin aku panggil kamu Aisyah. Aku ingin kita lebih  dekat dari itu."

Aisyah terdiam sejenak, namun jujur dia tidak bisa berfikir tersebab jantungnya tidak aman. Rasanya ingin sekali lari secepat kilat dan menarik napas dalam-dalam, kegugupan yang menyiksa.

Sekali Seumur Hidup (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang