...
Karena sudah menikah, Aisyah memutuskan untuk mandiri secara ekonomi. Meskipun pekerjaan yang bisa ia lakukan sementara hanya jualan, namun ia sangat bersemangat. Dengan modal 1.000.000 dari uang mahar yang diberikan Haris, Aisyah membeli donat buatan ibunya dan menjual dengan kemasan yang lebih menarik dan harga jual yang berbeda. Secara singkat Aisyah menciptakan brand sendiri.
Dengan serius pula ia mulai banyak membaca buku-buku marketing dan belajar promosi di media sosial beserta desain produk. Semua bisa ia pelajari sendiri karena Aisyah lebih punya banyak waktu daripada Haris yang sibuk persiapan sidang dan koas.
Aisyah yang dulu dikenal pemalu dan sangat pendiam, kini berjuang keras membunuh semua rasa malu dan takut ditolak saat jualan.
"Bismillah, ya Allah, ini bentuk ikhtiar hamba menjemput rezekimu."
***
Di kampus, Aisyah membawa kue jualannya yang ia drop di beberapa kantin Fakultas, bahkan ia mencoba menjual secara online.
"Begini nasib kamu setelah menikah, Syah?" Dyla yang ada di kantin bertanya dengan heran.
Aisyah tersenyum sambil menata donat-donat itu di etalase kantin.
"Justru sejak menikah aku mulai banyak belajar, terutama belajar lebih berani." Sahut Aisyah santai.
"Apa kamu bahagia?" Kali ini Risa tak kalah memasang wajah iba.
"Aku bahagia, karena Alhamdulillah mas Haris orang yang baik dan bertanggung jawab."
"Benarkah? Bukankah jelas-jelas dia jauh dari kriteriamu?"
Aisyah sejenak berfikir, "Awalnya aku ragu, namun setelah melihat begitu teguh pendirian mas Haris, juga cara dia memintaku di depan bapak, aku sadar bahwa hati seseorang tidak bisa dilihat dari penampilannya. Karena terkadang, yang nampak baik di luar belum tentu memperlakukan kita dengan baik."
Seketika Dyla dan Risa tertegun, untuk pertama kalinya Aisyah berbicara dengan wajah berbinar. Tidak bisa dibohongi bahwa ia bahagia dengan pernikahan yang bagi orang di luar sana nampak berat.
"Alhamdulillah kalau gitu, semoga kamu bahagia dan kuat. Kita cuman bisa berdoa yang terbaik." Kata Risa sambil menepuk pundak Aisyah.
"Terima kasih, teman-teman."
***
Ruang administrasi Fakultas Kedokteran.
Haris berdiri di depan Pak Harto, bagian administrasi fakultas. Beberapa saat Haris hanya bisa terdiam membaca selembar kertas di tangannya. Bukti dan keterangan pembayaran yang harus segera dilunasi.
"Kata dokter Sultan, kamu harus sidang dalam waktu dekat, agar bisa segera mendaftar program koas." Kata Pak Harto yang cukup mengenal baik siapa Haris.
"Iya, Pak."
"Kenapa kamu tidak menyelesaikan skripsimu saat masa beasiswa masih ada. Seharusnya kamu bisa mempertimbangkan hal itu, karena selama ini kamu benar-benar murni kuliah dari beasiswa."
Haris mengangguk, "Mungkin saat itu karena saya terlalu fokus organisasi, Pak, tapi saya akan tetap berjuang sampai lulus dan menjadi dokter."
Pak Harto tersenyum mengangguk, lalu mengambil selembar brosur dan diberikan pada Haris.
"Ini informasi beasiswa yang bisa kamu ambil selama koas. Mungkin akan sedikit sulit, tapi Bapak yakin kamu pasti bisa. Kamu mahasiswa kebanggaan kampus ini, Ris."
Lagi-lagi Haris hanya bisa tersenyum mengangguk. Ia ingat bahwa dirinya bukan lagi mahasiswa biasa, tapi juga seorang suami. Saat koas nanti pasti ia sudah tak lagi punya waktu untuk bekerja, ia hanya bisa mengandalkan beasiswa, lantas bagaimana dengan tanggungjawabnya sebagai suami?
![](https://img.wattpad.com/cover/272894381-288-k522477.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekali Seumur Hidup (Selesai)
Chick-LitCinta yang gegabah membuat Haris dan Aisyah menikah muda. Pernikahan saat mereka masih berstatus mahasiswa. Mereka berfikir semua perasaan akan tuntas dan lunas setelah menikah, tapi nyatanya ujian silih berganti datang dan merobohkan bangunan cint...