Di Ujung Keputusasaan

116 7 4
                                    


...

"Aku akan pulang ke Indonesia!" Putus Haris saat sedang makan malam bersama ibunya.

Seketika Ratih melotot kaget, "Apa kamu sudah gila? Apa yang bisa kamu lakukan di Indonesia? Jika kamu pulang, maka kamu menyia-nyiakan pertolonganku. Kamu bisa apa di sana? Kamu bahkan tidak punya uang untuk melanjutkan koas!"

Kalimat yang Ratih keluarkan selalu menyakitkan dan melukai harga diri Haris. Ibu macam apa yang begitu sombong dan pamrih dalam memberi pada anaknya? Justru inilah yang Haris sesali, tidak seharusnya ia ikut dan memenuhi permintaan ibunya.

"Justru karena ibu tidak ikhlas memberikan biaya pendidikan padaku, sebab itulah aku memutuskan untuk pulang."

"Lantas apa yang akan kamu lakukan di sana? Mau jualan kue? Mau kerja di pabrik? Apa yang bisa kamu lakukan?

Ya Tuhan, ingin sekali Haris menggebrak meja andai yang bicara di depannya bukan ibunya. Ia berusaha keras menahan emosi. Ibunya tidak tahu apa-apa tentang Haris, ia tidak tahu setiap malam ia tidak bisa tidur dan siang pun tidak bisa makan dengan tenang. Ia mencari solusi bagaimana agar tetap bisa melanjutkan profesinya tanpa mengorbankan rumahtangganya.

"Apakah ibu berfikir dunia ini bergerak tanpa Tuhan? Apa ibu mengira tanpa bantuan ibu hidupku akan susah dan tidak punya masa depan? Ibu tidak tahu perjuanganku selama ini. Aku di sini bahkan tidak bisa berfikir tenang, jadi mana mungkin aku bisa belajar. Aku juga tidak tahu kenapa sejak aku datang ke sini tiba-tiba ada orang di luar sana yang sengaja mengirimiku banyak foto untuk menghancurkan rumahtanggaku. Jadi mana mungkin aku bisa belajar dan meraih impianku?"

Ratih menghela napas kesal.

"Jadi intinya kamu ingin pulang karena Aisyah?"

Haris memilih diam.

"Gadis itu sudah menghambat impianmu, kamu harus sadar itu! Kamu terlalu mencintainya sehingga seperti inilah yang terjadi! Apa kamu pikir ibu merestui pernikahan konyol kalian? Tidak sama sekali, sebab itu ibu ingin memberi pelajaran padamu, juga Aisyah, bahwa keputusan kalian menikah muda itu terlalu gegabah. Lihat hasilnya? Aisyah bahkan tidak bisa kembali kuliah tanpa bantuan keuangan dariku."

Haris terkejut, "Maksud ibu apa? Bantuan macam apa yang ibu berikan?" Selidik Haris mulai curiga.

Ratih melihat dengan tatapan tajam pada Haris sebelum menjawabnya.

"Ibu sengaja memintanya untuk membatasi komunikasi denganmu, dan dia mau saja. Itu pertanda dia pun sadar tidak punya uang untuk menyelesaikan kuliahnya. Dengan kondisi semacam ini apa kamu mau hidup dalam kemiskinan bersamanya?"

Degg..
Hati yang retak itu kini hancur, Haris tidak menyangka jika semua kesulitan berkomunikasi dengan Aisyah adalah ulah ibunya sendiri, dan dia telah salah sangka dan berfikir buruk tentang Aisyah. Ya Tuhan, sekuat tenaga Haris menahan emosi yang nyaris meledak.

"Kenapa ibu melakukan itu?" Tanya Haris dengan tatapan tajam penuh kekecewaan.

"Kerena ibu ingin membebaskanmu dari kemiskinan bersama gadis itu."

Haris tertunduk meremas kedua tangannya yang tertumpu di atas lutut. Matanya berkaca, dadanya begitu sesak, benar-benar terasa remuk. Ia menyesal sudah percaya pada ibunya, yang bahkan sejak dulu tidak pernah menunjukkan rasa cinta pada anaknya.

"Seharusnya aku sadar, bahwa ibu memang tidak pernah peduli padaku. Sekarang aku semakin berniat untuk pulang. Aku tidak akan menjadi boneka ibu lagi, apa pun itu aku tidak akan datang pada Ibu untuk meminta bantuan. Aku masih punya Allah Yang Maha Kaya, dan aku tidak pernah merasa miskin, aku hanya belum menemukan jalan keluar." Tegas Haris dengan tatapan nanar.

Sekali Seumur Hidup (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang