23 - Menjadi Seorang Malfoy

857 93 8
                                    

Memperhatikan Muggle yang sedang melakukan aktifitasnya, Lysander hampir tak pernah berhenti kagum dengan bagaimana dunia lain bekerja. Ia pernah mendengar dari Ibunya bahwa tak pantas bagi seorang Penyihir untuk merendahkan dunia Muggle, karena bagaimanpun dunia Muggle lah yang telah menciptakan pudding.

Lysander mengalihkan pandangannya pada pesawat yang melintas di langit. Ia berhenti melangkah.

"Sebenarnya aku masih belum mengerti," ujarnya pada Albus yang mengiringi dari belakang. "Bagaimana bisa kau berpikir kalau Scorpius—"

"Aku tidak yakin 100%, tapi..." Albus ikut memandang pada langit yang sama. "Jika itu benar, maka artinya ada banyak hal yang cocok. Kita akan tahu siapa sebenarnya anak-anak dari keluarga Malfoy."

Kedua anak itu berhenti di depan sebuah apartemen kecil—rumah susun biasa yang tak nampak terlalu kokoh. Para Tunawisma yang ada disekitar area itu memperhatikan mereka dengan antusias—memikirkan apakah mereka bisa dirampok atau tidak.

Lysander balas menatap mereka dengan tajam, menebarkan aura paling berbahaya yang bisa ia keluarkan. Para Tunawisma mulai mundur seperti tikus yang melihat pemangsa.

"Seharusnya di sini." Albus melangkahkan kakinya dengan hati-hati. Menaiki anak tangga besi yang berkatat dengan langkah pelan.

Albus mengetuk pintu beberapa kali. Tak ada jawaban.

"Tuan Dennis Creevey?"

Entah sekeras apapun keduanya memanggil, tak ada tanda keberadaan manusia di sana. Albus dan Lysander bertukar pandang kemudian mengangguk.

"Permisi sebentar," Lysander mengulurkan tubuhnya dan mendobrak pelan. Kuncinya sudah rapuh. "Tadinya aku berniat melakukan bombarda."

"Jangan mengambil resiko, Lysander," Albus menyahut. Ia masuk lebih dulu.

Ruangan yang pengap, sarang laba-laba di setiap sudut. Albus menyapukan jarinya di atas meja. "Debunya tebal. Sepertinya sudah ditinggalkan bertahun-tahun."

"Albus, kemari." Panggilan Lysander membuat Albus mengikutinya. Pria itu nampak berdiri di depan nakas, Lysander menggeser badannya dan menunjukkan sebuah buku catatan. "Luka memang menghancurkan seseorang."

Albus membuka buku rapuh itu dengan hati-hati.

Kakak mengajakku kembali ke Hogwarts, aku tidak yakin itu adalah ide yang bagus, tapi aku tidak bisa meninggalkannya sendirian.

Kakak, aku takut mati.

Albus membalik halaman selanjutnya.

Kami berlari bersama di malam menakutkan itu, Kami menghindari para Pelahap Maut dan aku terjatuh. Kau menolongku dan kini hanya aku yang hidup.

Kakak, jika kau adalah Harry Potter, apa kau bisa kembali dihidupkan?
Kau bilang dunia ini ajaib dan segala hal bisa dikabulkan.
Kakak, apa berkah dari bintang ataupun alam semesta juga bisa kita dapatkan?
Kehidupan kecil kita ini tidak berharga, ada dan tiada tak ada artinya. Seharusnya, mengembalikan nyawamu bukanlah hal yang sulit, bukan?

Semakin Albus membacanya, semakin ia tercengang. Albus membalik halaman berikutnya.

Kakak,  seorang Pelahap Maut datang padaku dan mengatakan bahwa dia bisa membantuku untuk mengembalikanmu. Aku akan melakukannya, lagipula bayaran yang mereka inginkan adalah kesetiaanku untuk menyerang keluarga Malfoy.
Mereka adalah yang membuat perang.
Mereka adalah awal dari segala malapetaka.
Keluarga terkutuk itu yang telah membunuhmu dan membuat hidupku berantakan.

Kakak, tolong bersabar sebentar lagi dan mari  setelah ini kita hidup bahagia di Pedesaan hijau yang selalu kau impikan.

Albus memijat keningnya. Ia menutup buku catatan itu dan mengembalikannya. "Ayo, kembali."

***

Scorpius tak mengerti ketika seluruh Hogwarts mengolok-olok kelahirannya. Mengatainya Muggleborn dan terus menyembunyikan sepatunya. Scorpius ingin meneriakkan 'Akan kulaporkan pada Ayahku!'

Tapi entah kenapa sebuah pertanyaan segera terlintas di kepalanya.

Memang Ayahku siapa?

Scorpius merasa kelelahan mencari sepatunya, bayangan olok-olok itu menghilang ketika ia mendongkak dan mendapati kobaran  api yang menyala, Dementor yang terbang di mana-mana, dan kepanikan tak berujung dari semua orang yang berlarian di dalam perang.

"Hermione?" Scorpius memanggil nama itu pertama. Ia tak tahu kenapa, tapi selalu saja... selalu saja... Adiknya adalah sesuatu yang paling ia khawatirkan di dunia ini. Ia tak ingin Adiknya terluka. "Hermione!"

Scorpius terus memanggil, ia terus memanggil meskipun tak ada jawaban. Ia mulai ketakutan dan entah kenapa merasa tak berdaya. Lusinan Pelahap Maut menatap ke arahnya dengan lapar. Tidak—Scorpius tidak takut mati di tangan mereka, tapi ia takut mati lebih dulu dari Adiknya, ia takut meninggalkannya sendirian di dunia yang kacau ini.

Tapi dia punya, Dad, kan?

Entah kenapa pemikiran itu kembali terlupakan, seolah Draco Malfoy itu tidak ada, yang ada hanya mereka. Di rumah yang kecil, di tempat yang tak mengerti mereka dengan baik.

Tapi aku tidak pernah tinggal di rumah yang kecil.

Scorpius dan kesibukan pikirannya, kepalanya mendadak pusing dan ketakutan semakin menguasainya.

"Hermione, aku juga takut mati."
***

"Orphy! Orphy!"

"Orphy, bangun!"

"Orphy!"

Scorpius membuka matanya perlahan, pemandangan pertama yang ia lihat adalah wajah takut Hermione.

Hermione nampak lega dan segera menurunkan postur tegangnya. "Orphy mimpi buruk?"

Scorpius menyeka matanya, ia tak menyangka akan menangis hanya karena mimpi aneh. Anak pirang itu tersenyum dan mengelus puncak kepala Hermione. "Woah, sekarang Adikku khawatir, yah? Lucunya~~ rasanya aku mau mimpi buruk setiap hari agar dikhawatirkan begitu~~"

Hermione menjauhkan tangan Scorpius dari kepalanya. "Tidak lucu!"

Scorpius menanggapi dengan tawa kemudian menggaruk kepalanya. "Memang sebaiknya jangan membaca hal aneh sebelum tidur siang."

"Memangnya Orphy membaca tentang apa?"

Scorpius menatap buku yang ada di atas nakas samping sofa tempatnya tidur siang. Ia asal mengambil buku itu di Perpustakaan Hermione karena bosan.

"Reinkarnasi." Scorpius beralih pada adiknya. "Jika Reinkarnasi itu ada dan kau memiliki kesempatan untuk terlahir kembali, Mione ingin menjadi siapa?"

Tak perlu waktu panjang bagi Hermione untuk menjawab itu. "Tentu saja menjadi Hermione!"

"Yeah, jadi Malfoy memang bukan pilihan buruk."

Hermione tertawa garing. Tentu saja maksudnya bukan Hermione Malfoy. Segera mengganti pertanyaan, Hermione membalik cepat. "Bagaimana denganmu, Orphy? Jika kau bisa terlahir kembali, kau ingin menjadi siapa?"

Saat itulah Scorpius bangkit dan melipat kakinya. Anak lelaki itu meringkuk sembari memeluk lututnya dan menatap Hermione. "Tentu saja menjadi seorang Malfoy."

***

Author's note = Semoga jantungan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 07, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Suddenly, I Became A MalfoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang