7.

31.7K 3.1K 165
                                    




Hah

"Ini sudah ketiga kalinya kamu menghela nafas berat, ada apa denganmu Fania?" tanya Agatha. Salah satu teman Fania di sekolah.

Sedangkan yang di tanya, menghela nafas kembali sembari memangku wajah. "Aku tidak mengerti, kenapa ayah kak Darren seperti tidak menyukaiku," keluhnya. Gadis itu terlihat muram karenanya

"Hah? Ayah Darren? Memangnya kenapa?" Agatha terlihat penasaran dengan itu. Fania pun menceritakan apa yang terjadi tadi malam pada Agatha.

"Tapi di pikir lagi. Ayah Darren benar kan. Lagian, kenapa kamu ga minta antar pulang saja dari pada pergi ke rumah Darren?" kata Agatha penasaran.

Pipi Fania mendadak bersemu, "A-aku hanya ingin dekat dengan p-penolongku," ujarnya gugup sembari sesekali melirik Darren yang berada di sebelahnya.

Agatha tersenyum jahil, "Ciee.. Jatuh cinta nih?" godanya menoel dagu Fania yang membuat gadis itu semakin malu.

Sedangkan teman-teman Darren terlihat tak peduli dan fokus pada makanan mereka masing-masing. Mereka sedang berada di kantin.

"Gimana mereka?" tanya Jevano pada Aldo.

Aldo menghela nafas, "Mereka tetap ingin tawuran. Padahal sudah ku katakan jika hal itu tak perlu."

"Sungguh kepala batu," dengus Geo bersedekap dada. Dia tak habis fikir pada sekolah sebelah yang selalu ingin menang dari sekolah yang dia tempati sekarang.

"Biarkan saja. Jangan di tanggapi. Jika mereka datang, tinggal pasang pertahanan. Kita akan melawan kalau ada sesuatu yang tak di inginkan terjadi. Jangan memulai konflik tidak berguna," tegas Raven sebagai anak pemilik sekolah. Semuanya mengangguk.

"Darren, bagaimana dengan ayah lo?" tanya Geo memulai percakapan setelah beberapa saat hening.

Darren pun mengingat kejadian semalam, "Gw udah minta maaf. Tapi dia ga ngejawab. Kalian benar, ayah memang menangis."

"Hahaha.. Menurutku dia senang," ungkap Jevano.

Darren mengangkat alisnya, "Dia bahkan ga ada nyapa gw," sebalnya yang di hadiahi tawa dari teman-temannya.

"Om nangis karena aku ya kak?" sedih Fania. Dia menundukkan kepalanya menilin seragam yang dia pakai.

"Lo ga usah ikut-ikutan deh," tangkas Aldo. Sejak tadi malam, dia sudah tak menyukai gadis yang di tolong oleh temannya ini karena sikap yang menurutnya kekanakan.

Fania tersentak, dia menggelengkan kepala, "Aku ga niat ikut campur kak. A-aku hanya kepikiran," cicitnya. Suaranya bergetar menahan tangis.

"Memangnya kalo lo kepikiran. Lo bisa redain amarah om Stev?" ucap remeh Geo dan bersedekap dada. Apa gadis ini tidak tau dan tak mengerti jika gadis itu tak di sukai?

"A-aku-"

"Kalian kenapa sih, Fania cuma kepikiran. Salah gitu teman gw nanya. Sensi kali kalian seperti perempuan," cecar Agatha menatap teman-teman Darren sengit. Dia tak suka jika ada laki-laki yang berperilaku seperti itu pada perempuan.

Aldo yang tak terima tentu saja langsung menyauti Agatha. Dan terjadilah cek cok antara Agatha, Aldo dan Geo. Mereka sama sekali tak ingin ada yang mengalah. Begitu pula dengan para pemuda.

Mereka tak terima dengan pemikiran Agatha yang mengharuskan lelaki harus selalu mengerti perempuan. Hey, memangnya lelaki tak ingin di mengerti. Enak saja mulut Agatha berkata jika lelaki harus mengutamakan perempuan.

"Berhenti, cabut!" titah Raven lalu berdiri dan pergi. Mau tak mau mereka semua harus mengikuti Raven begitu pula Aldo dan Geo yang berdecih.

Darren menghela nafas dan ikut berdiri. Sebelum pergi, Dia menepuk kepala Fania dan berucap, "Ayah tak marah. Dia menangis karena aku bentak. Ga ada hubungannya sama kamu. Tentang ucapan temanku, jangan di pikirkan okay," kata Darren lembut, dia bahkan menggunakan aku-kamu pada Fania. Dia tersenyum ke arah Fania kemudian pergi.

Fania mengangguk lucu. Pipinya tambah bersemu. Sungguh bersama dengan Darren membuat hatinya berdetak lebih kencang.





Tbc.

Menjadi ayah tiga anak. ✔ TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang