Tok
Tok
Tok
"Darren, ayah masuk." Nevan langsung masuk ke kamar Darren. Dia harus menjelaskan tentang kejadian tadi siang kepada anaknya itu. Dirinya di landa shock hingga tak bisa menyangkal dan menjawab segala ucapan Darren.
Nevan mendekati Darren yang duduk di sofa yang ada di kamar sembari memegang ponsel. "Mau apa ayah kemari!" sinisnya menatap keberadaan Nevan di kamarnya.
Nevan tak menjawab lebih dulu. Dia mengusap kepala Darren yang langsung di tepis oleh anak itu. Nevan hanya tersenyum masam, begitu jauh jarak antara Stev dan anaknya.
"Darren, ayah kesini hanya ingin menjelaskan. Jika apa yang kamu katakan itu tidak benar," kata Nevan.
Darren menatap Nevan penuh selidik, "Tidak benar?"
"Ayah tidak pernah membuatnya terjatuh-"
"Jadi maksud ayah Fania berbohong?" potong Darren cepat. Ia benar-benar muak ketika ayahnya sedang membual. Padahal jelas-jelas Fania mengatakan jika ayahnya lah yang melakukan itu.
Nevan menutup mata dan menghela nafas, "Di sana terdapat CCTV. Kenapa kamu tidak melihatnya. Nanti ayah akan-
"Tidak usah cctv, Fania tak akan berbohong. Dia adalah gadis yang baik!" sanggah Darren. Dia lagi-lagi memotong ucapan Nevan.
"Lebih baik ayah keluar. Kehadiran ayah disini membuatku muak!" hardik Darren ketika Nevan akan berucap.
Tetapi Nevan tak pergi. Dia memandang wajah Darren yang menatap dirinya benci. "Kamu mau ayah keluar?" tanyanya.
Darren melipat tangan di dada, dia memalingkan muka, mengambil ponsel dan memainkannya, "Kalau perlu yang jauh. Toh, kehadiran ayah tidak berguna disini." Darren berucap pedas. Nevan tak lagi terkejut, dia mencoba menerima.
"Sepertinya ... Kamu sangat ingin ayah pergi yah?" ujar Nevan sedikit terkekeh. Dia memandang balkon kamar Darren dan sekelilingnya. "Mungkin, ayah akan sedikit merindukan suasana kamar kamu." setelah berucap itu, Nevan berdiri dan beranjak dari kamar Darren saat merasa jika sang anak sangat terganggu akan kehadirannya.
Darren memandang kepergian Nevan dengan tatapan tak bisa di artikan. Entah mengapa, hatinya terasa tak nyaman ketika sang ayah mengucapkan kalimat barusan. Namun, ia mencoba menepis hal itu. Meski ayahnya pergi, tak ada penyesalan untuknya. Ayahnya juga tak pernah melakukan hal yang membuat dia terkesan atau alasan mencegah jika ayahnya memilih pergi.
.
"Awalnya, aku berharap ayah berubah ternyata ayah sama saja!" sentak Henry. Dia memandang ayahnya tajam.
Nevan juga menjelaskan pada Henry. Tetapi, pemuda itu sama sekali tak mendengarkan nya. Sebaliknya, Nevan di hina dan di cemooh dengan kata pedas Henry.
"Henry, mungkin ayah akan ikut opa mu beberapa tahun ke depan."
Henry mendengus, dia tak peduli. "Terserah. Mau kemanapun aku tak peduli." Dari saat sang ayah dekat dengan Satrio, Dia di butakan oleh cemburu. Tetapi Henry salah mengartikan perasaannya dengan rasa benci.
"Kalau perlu tak usah pulang. Hadirnya ayah hanya membuat adikku terluka." acuh, Henry meninggalkan ayahnya ke dalam kamar mandi.
Perasaannya campur aduk, seharusnya dia merasa lega. Tetapi, memikirkan jika sang ayah akan pergi, hati Henry merasa tak tenang.
Nevan menunduk, dia menghela nafas. Mungkin, papa Stev benar. Dia memang tak di inginkan disini.
Setelah kejadian tadi sore, Chris datang dengan amarah dan berkata jika akan membawa nya ke Amerika. Tetapi, Nevan menenangkan papanya dan berkata jika dia akan menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi.
Dan ini hasilnya. Awalnya, Nevan tak ingin berkata jika dia akan pergi. Tetapi entah mengapa, mulutnya mengatakan itu seakan ingin mengetahui bagaimana respon mereka.
Respon kedua anaknya, jauh dari ekspektasi. Dia memiliki harapan jika kedua putra Stev itu akan mencegah dirinya pergi namun semua jauh dari harapannya.
Nevan menjatuhkan tubuhnya ke ranjang Henry. Ia menatap langit-langit. "Stev ... Kau sangat di benci ya."
Mungkin benar kata sang papa Stev jika sang anak sama sekali tak membutuhkan dia. Dan mungkin saja, Nevan akan mengikuti ajakan Chris untuk pergi ke Amerika.
Nevan juga tak perlu mengatakan nya pada Kinsley. Karena ia tau, reaksi putra sulung Stev itu akan memiliki reaksi sama dengan kedua adiknya.
Merogoh saku, Nevan mengeluarkan ponsel dan menghubungi Chris. "Papa tunggu, 20 menit kemudian ... Aku datang." lalu menutupnya. Ia keluar dari kamar Henry untuk bersiap-siap.
.
"Bagaimana?" tanya Mary.
Chris tersenyum smirk. "Dia ikut."
Tadi sore, Chris yang marah hanya bisa menelan kemarahannya ketika mendengar perkataan sang putra. Pria paruh baya itu langsung mengajak istrinya pergi terbang saat itu juga.
Namun, keduanya tak langsung pergi karena Chris yang meyakinkan sang putra untuk ikut dengannya. Dan hasilnya tak sia-sia saat putranya itu menghubungi dirinya, mengatakan jika akan ikut bersama mereka.
Mary mengangguk. "Tapi Chris. Apa ini sudah benar?" tanyanya ragu. Dia agak khawatir dengan rencana yang di katakan oleh sang suami.
"Tidak."
"Tidak kamu pikirkan baik-baik saja dulu?"
Chris menghela nafas, dia memegang kedua pundak sang istri. "Mary kamu tenang saja. Ini demi putra kita. " meyakinkan sang istri jika rencananya tak akan gagal.
"Kamu tidak memikirkan cucu mu?"
"Justru karena aku memikirkan mereka makanya aku membuat rencana ini. Mary, sebagai ayah ... Jika aku di perlakukan seperti itu, aku akan sedih. Lagi pula saudara kamu dan saudariku setuju akan hal ini," ucap Chris mantap.
Mary hanya bisa menghela nafas melihat kemantapan dari ucapan sang suami. Dia pun tak bisa berbuat apa-apa. Yang Mary bisa lakukan adalah berdoa. Semoga cucunya senantiasa di berikan perlindungan serta kekuatan yang akan dihadapi mereka kedepannya.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi ayah tiga anak. ✔ TERBIT
Teen Fiction( Beberapa part di hapus demi kepentingan penerbit ) Nevanio Dirga yang kehilangan putranya pada usia 2 bulan. Di berikan kesempatan memasuki raga seorang duda beranak tiga di sebuah Novel. Bukankah itu sebuah keberuntungan? Simak kisahnya.. Btw, j...