20.

26.4K 3K 80
                                    







Nevan menganggukkan kepala akan penjelasan Ceylon. Dirinya memandang serius data di kertas yang di bawa tangan kanannya itu. Nevan mengecek satu persatu untuk memeriksa keuntungan yang akan dia peroleh jika dia menyetujui proyek ini.

Nevan sengaja menyuruh Ceylon membawa data penting yang harus dia tanda tangani olehnya. Karena punggungnya yang sakit, dia bahkan enggan memakai baju.

Seperti saat ini, Nevan bertelanjang dada. Karena ketika memakai baju atau kaos tipis pun, itu sangat perih. Lagi pula tubuh Stev bagus, jadi Nevan tak merasa malu meskipun harus bertelanjang dada di mansion megahnya.

Ceylon pun tak bertanya mengapa sangat tuan bertelanjang dada. Yang pasti, itu bukan urusannya yang harus mengetahui alasan itu. Tuannya tipe yang rapi, jika seperti ini berarti ada sesuatu. Ceylon bukan seseorang yang kepo akan segala hal yang tak menguntungkannya.

"Saya setuju. Kamu buat jadwal pertemuan kita dengan mereka," kata Nevan sembari menandatangani data itu. Ia terkekeh tipis, "Mereka sungguh pandai menarik perhatian ku."

Ceylon pun mengangguk, dia merapikan data-data itu kemudian berdiri. "Kalau begitu, saya pamit dulu tuan."

Nevan ikut berdiri, dia memasukkan tangannya ke saku celana. "Hm."

"Om ... Boleh aku sedikit lama?" tanya seorang pemuda pada Ceylon. Dia meminta untuk menetap di Mansion.

Ceylon tak menjawab, dia menoleh ke arah boss nya yang mengangguk. "Biarkan saja, lagi pula saya kenal dengannya."

Meski ragu, Ceylon pun mengangguk dan pergi meninggalkan Satrio di rumah sang boss. Pemuda yang di maksud adalah Satrio. Dia merupakan keponakan Ceylon.

Dia membawa Satrio karena tak sengaja bertemu di jalan. Ada sesuatu yang mengharuskan Ceylon membawa Satrio.

Sementara Satrio ingin menatap karena ingin melancarkan aksi memanfaatkan ayah musuhnya itu.

Sebelum benar-benar pergi, Ceylon berkata. "Saya titip keponakan saya tuan." Ceylon pun merasa aneh ketika keponakannya meminta untuk tinggal, namun mengingat jika di mansion ini terdapat anak sang boss yang seumuran bahkan satu sekolah dengan Satrio, membuat Ceylon tanpa ragu meninggalkan pemuda itu.

Fakta itu baru untuk Nevan. Meski terkejut, dia hanya memasang wajah datar dan mengangguk kecil.

"Sudah makan?" tanya Nevan saat Ceylon sudah tak terlihat lagi. Dia memang tetap akan menggunakan Satrio. Selain itu, mungkin tak apa memberikan pemuda di hadapannya ini sedikit perhatian murni.

"Belum om."

Nevan pun menarik lengan pemuda itu pergi ke dapur setelah mendengar jawaban Satrio.

Satrio bisa melihat punggung pria di depannya ini memerah. Ingin bertanya, tetapi sedikit tak berani. Meski dirinya mendekati Nevan dan mencoba memanfaatkan pria itu, tetapi ... Tetap saja Satrio takut.

"Makan yang banyak. Tubuh kurusmu butuh nutrisi," ujar Nevan setelah mereka berdua duduk dan menyodorkan nasi goreng yang sebelumnya ia pinta pada maid.

Satrio mendelik tak terima. "Eh, badan isi dan kekar kaya gini om bilang kurus?" sewotnya.

Nevan tergelak, "Lihat, bahkan badan saya saja berisi, tidak cungkring seperti milikmu."

Satrio tentu saja semakin bersungut, "Hpmph! Aku akan makan banyak supaya tubuhku makin isi!" kesal Satrio menyuapkan nasi goreng tersebut ke dalam mulutnya.

Matanya meliar memandangi tubuh atlentis Nevan 'Stev'. "Awas aja. Lagian om kan udah dewasa. Pasti olah raga juga. Nanti tubuh ku juga seperti om, punya kotak 6. Sekarang aja kotakku ada 4 kok." Satrio mengunyah sembari menggerutu.

Nevan merasa lucu. Kenapa Antagonis di depannya ini sangat lucu. Dia kan ga tega. Awalnya aja sok sangar, tapi di lihat-lihat kok lucu.

"Makan dulu yang benar. Gimana mau bertubuh kekar kalo makan aja masih belepotan." Nevan mengusak rambut Satrio. Dia tersenyum lembut. Entah mengapa hatinya menghangat. Seperti ini yang dia mau, dia ingin interaksi seperti ini pada putra Stev.

Tapi sepertinya itu tak mungkin mengingat betapa benci mereka pada Steven yang otomatis juga padanya.

Dari jauh, seorang pemuda menatap interaksi itu kesal. Henry merasa cemburu akan kedekatan ayahnya dengan pemuda yang dia kenal musuh Darren. Tangannya mengepal kuat menahan rasa cemburu membuncah di dadanya.

Dia langsung melangkahkan kaki lebar ke atas menuju kamarnya. Ia baru selesai kelas pagi dan tak menyangka akan disuguhkan oleh pemandangan yang tak seharusnya dia pandang.

Perasaan Henry tak karuan, apalagi setelah mendengar fakta yang di katakan opanya. Membuat perasaan Henry tak menentu. Ingin sekali Henry menangis. Ia ingin meminta maaf pada sang ayah atas apa yang selama ini ia lakukan.






Tbc.


Menjadi ayah tiga anak. ✔ TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang