15.

26.1K 3K 83
                                    




"Henry tidak sengaja. Dia hanya khawatir pada Darren." Kinsley menjelaskan semuanya pada Nevan. Pria itu menjatuhkan sedikit egonya dan berbicara panjang pada sang ayah.

Nevan tak menanggapi, dia hanya mengangguk sembari mengecek data yang ada di laptop. Sedikit tak mendengarkan semua ucapan Kinsley yang menurutnya tak penting.

Anak sulung Stev itu membanting egonya, berbicara pada ayah yang di benci hanya demi sang adik di maafkan? Lucu sekali buntut Stev yang satu itu.

"Bilang saja dia di maafkan," acuh Nevan. Dia bahkan tak menoleh ke arah Kinsley.

"Lagi pula, seorang Kinsley menjatuhkan egoisme nya? Berbicara panjang lebar hanya karena ini? Huh, lucu sekali," lanjutnya meledek Kinsley. Dia tak peduli tentang bagaimana respon sang anak.

Kinsley diam.

"Kau tak perlu melakukan yang bukan dirimu seperti ini Kinsley. Adikmu sudah saya maafkan. Tidak usah khawatir."

Kinsley memandang sang ayah yang tak mengalihkan perhatian pada laptop. Mulut itu memang mengatakan jika dia memaafkan, berbeda dengan wajah yang terlihat kecewa di matanya.

Dia memang menjatuhkan egois ini demi Henry. Adiknya itu terlihat tak semangat. Henry lebih banyak diam beberapa waktu. Jika bukan karena adiknya, Kinsley tak akan berbicara seperti ini.

Kinsley merasa dirinya adalah anak yang durhaka. Melihat betapa kecewa wajah sang ayah, membuat relung hatinya sedikit bergejolak merasakan sesak.

"Jika tak ada yang nau di bicarakan lagi, silahkan keluar. Saya harus fokus pada pekerjaan," ujar Nevan sopan. Dia mengusir Kinsley secara halus. Menunjuk pintu keluar dengan tangan kanan tanpa menoleh.

Kinsley menutup mata, mengatupkan gigi menahan emosi. Emosinya campur aduk ... Mendengar perkataan ayahnya yang begitu formal, seakan jarak yang di buat ayahnya sangat tebal.

Biasanya, Kinsley tak peduli. Tetapi, entah mengapa. Saat ini dia merasa kesal. Dia pun berdiri dan beranjak pergi keluar.

Ketika Kinsley sudah sepenuhnya hilang. Nevan langsung melemparkan laptopnya. Menyapu bersih apa yang ada di atas meja.

Prang!!

"Sial! Sial! Sial! Sialan!!!"

"Argghhh!!"

Tiba-tiba Nevan meras kesal. Kenapa dia harus tau alur cerita. Kenapa dia harus tau kebencian putra Stev pada Steven. Kenapa pula harus tau bagaimana jarak antara Stev dengan anaknya begitu jauh.

Nevan mengacak rambut. Ada apa dengannya. Di awal, dia merasa semangat karena memiliki anak. Tetapi makin kesini, kenapa Nevan ingin menghilang saja. Nevan ingin pergi dari sini, menemui istri cantiknya. Istri yang selalu mengerti ia, istri yang selalu bertutur kata lembut padanya.

"Anna!"

.

Suasana makan malam mencekam. Keluarga harmonis tersebut sedang melakukan makan malam yang damai. Sahutan piring dan sendok yang beradu, menjadi lagu yang indah bagi mereka.

Nevan memakan makannya khidmat. Dia tak peduli akan putra-putra Stev yang seakan keberatan dengan suasana ini. Yang penting perutnya kenyang, selesai. Urusan lain? Mana Nevan peduli.

"Boleh oma gabung?" ucap sebuah suara yang sangat mereka kenali.

Ketiga putra Stev langsung melihat ke arah dimana omanya, Atau ibu dari Stev, Maryana. berdiri di belakang Darren.

"Oma!"

Mary tersenyum, "Ya cucu oma?" wanita paruh baya itu memeluk Darren.

"Oma, Darren kangen. Kapan datang? Kenapa ga bilang sama Darren?" tanya Darren. Dia sungguh rindu dengan omanya ini.

"Darren benar, Kinsley bisa jemput oma." Kinsley menimpali.

"Oma ingin memberi kejutan."

Mary ikut duduk si sebelah Darren. Mengikuti makan malam. Pas sekali, wanita tua itu merasa lapar. Suasana hebing yang terjadi membuat Mary mengernyitkan alis. Memang biasa suram, tetapi kali ini ... Sangat berbeda seperti yang biasanya. "Kenapa suasananya suram sekali?"

"Henry? Bagaimana kabarmu boy?" Mary menyapa Henry yang di balas senyuman oleh pemuda itu. "Baik oma."

Mary tersenyum. "Lalu, bagaimana dengan putra mama, hm?" giliran Nevan yang di tanya. Nevan hanya diam, dia menaruh garpu dan sendoknya. "Aku selesai." kemudian pergi.

Mary yang melihat itu menghela nafas. Pasti ada sesuatu yang terjadi. Dia akan mencari tau sendiri nanti.

Lebih memilih Nevan, Mary berdiri kemudian pergi menyusul putra semata wayangnya. Melihat wajah kecewa di wajah putra datarnya, membuat Mary semakin ingin tau ada kejadian apa.

Meski wajah anaknya datar, Mary melihat dengan jelas raut kecewa itu. Mary adalah seorang ibu, jadi ... Dia tau segala gerak gerik dan tingkah anaknya.

Apalagi Stev merupakan putra satu-satunya. Tentu dia sangat menjaga dan merawat sang putra dengan sangat hati-hati. Mary merawat Stev tanpa bantuan babysitter. Itulah mengapa, dia sangat tau ... Semua tingkah laku putranya itu.























Gimana? Seneng? Nah pollow lah IG saya.. al_nesama. Biar aku juga ikut senang. Nanti di sana kalian bakal tau proyek baru yang akan aku buat.

Ih di taro di wall ga ada yang notice. Sekate-kate kalian ini. Minta up banyak aku jabanin biar kalen seneng.

Makanya skrng bikin orang kece ini senang ...

Aku senang ... Update pun lancar.








Tbc.

Menjadi ayah tiga anak. ✔ TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang