5.

34K 3.5K 177
                                    




"Masih belom pulang?" sinis Nevan dan melihat jam dinding mahalnya. Karena jam tangannya sudah dia lepas. Bukan hanya jam tangan, tetapi segala aksesoris yang melekat pada tubuh Stev. Seperti, kalung, cincin. Kebiasaan Nevan ketika waktu bersantai, dia benar benar menggunakan pakaian yang santai tanpa aksesoris apapun.

Seperti sekarang dia menggunakan kaos oblong serta celana polos panjang lengkap dengan sandal swallow hitam kesukaan Nevan.

"Kalian lihat, ini jam berapa?" sarkas Nevan. "Jam 9 lewat 30 menit dan kalian masih membiarkan gadis itu di luar sendirian, bersama lelaki dan-"

"Ayah menakutinya!!" sentak Darren yang tak tahan karena ucapan ayahnya. Bukan karena ia sakit hati atau menyangkal, tetapi dia tak ingin gadis itu merasa sakit hati akan ucapan sang ayah.

Wajah Nevan berubah pias, "Kau membentak ayah Darren?!" dia menatap Darren tak percaya. Nevan merasa tersakiti disini. Lebay? Bodo!

Entah keberanian dari mana, Darren berdiri dan berkata, "Ayah keterlaluan. Aku yang membawa Fania kemari. Jadi, aku yang berhak menentukan Fania pulang atau tidak. Ayah jangan ikut campur, memangnya.. Ayah siapa sampai nyuruh Fania pulang? Ayah tidak ada hak!!" seru Darren. Otot wajahnya membentuk sempurna di wajah tampan itu. Dia menunjuk Nevan dengan jari telunjuk miliknya.

Nevan terkejut, dia speechless hingga tak bisa berkutik. Sumpah, di novel tak ada yang namanya Darren melawan ataupun bertegur sapa dengan Stev. Bahkan sampai membentak seperti ini.

Matanya berkaca-kaca tanpa disadari. Dia menunduk kemudian pergi ke atas dengan tergesa-gesa. Nevan merasa sakit hati. Padahal, Darren bukan anak kandungnya, tetapi.. Entah mengapa hatinya berdenyut sakit ketika anak yang di besarkan Stev malah membentaknya.

Beginilah rasanya menjadi orang tua yang kecewa pada anakll?

Padahal, Nevan hanya tak ingin Darren berdekatan dengan ulat keket seperti Fania. Dan lagi, ini sudah malam. Tak baik bagus gadis seperti Fania berada di luar bersama segerombolan lelaki.

Sedangkan di sisi Darren, dia menutup mulutnya tanpa disadari. Darren melihat kepergian Nevan pun diam membisu. Dia merasa bersalah atas apa yang dia ucap.

Darren hanya merasa kesal dan malu. Disini ada beberapa temannya. Dan Fania adalah gadis yang dia bawa.

"Aldo, bawa dia pulang," perintah seorang pemuda berwajah datar. Dia menyuruh seseorang bernama Aldo untuk mengantarkan Fania pulang.

"Oke," sahut pria yang bernama Aldo. Tanpa banyak bicara, dia menarik Fania untuk pulang.

"Kak.. Bisa pelan? Tanganku sakit!" seru Fania dan menepis tangan Aldo. Dia memandang Darren sedih, "Kak Darren, kamu anterin aku ya, aku ga mau sama dia. Dia kasar," pintanya merengek dan menunjuk Aldo.

Aldo menatap Fania aneh. Mengangkat bahu acuh kemudian kembali duduk dan memainkan ponsel.

Darren kembali pada kesadarannya, dia pun menatap Fania dan mengangguk, "Baiklah."

Tetapi saat dia beranjak, tangannya di halau oleh pemuda yang tadi menyuruh Aldo, "Aldo, paksa!"

Aldo berdecak kesal. "Nyusahin!" cecarnya dan kembali menarik Fania kasar tanpa memperdulikan tolakan gadis tersebut.

"Raven, kenap-"

"Lebih baik lo minta maaf sama ayah lo," ujar pemuda itu yang tak lain adalah Raven.

"Ucapan lo keterlaluan. Ayah lo tentu ada hak karena dia pemilik mansion sekaligus ayah lo. Dan lagi, gw setuju sama ucapan ayah lo," papar Raven memperingati temannya. Dia adalah salah satu dari tiga pemuda yang melihat Nevan menintikkan air mata.

"Tapi.."

"Udah. Ga usah tapi-tapian. Lo minta maaf sama ayah lo. Kita juga yang salah karena bawa anak gadis orang malam-malam. Kita juga mau pamit, ini sudah malam," potong Geo, salah satu teman Darren sekalian pamit pada pemilik rumah.

Puk!

"Lo ga usah mikirin Fania. Dia bakal aman sama Aldo," ungkap Isla, pemuda yang memiliki rambut bob itu menepuk bahu Darren yang terlihat khawatir.

"Dari pada khawatir tentang Fania. Gw saranin lo lebih khawatir tentang ayah lo. Dia nangis btw," ujar Jevano yang memang melihat ayah temannya itu menangis.

Darren yang mendengar pun terkejut, "Ha?"

"Udahlah. Mending lo ke Ayah lo. Kami pamit pergi." setelah itu, Raven pergi bersama ketiga temannya meninggalkan Darren yang segera menyusul sang ayah.

Kenapa ayahnya sampai menangis, pikirnya.


Tbc.

Menjadi ayah tiga anak. ✔ TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang