14.

25.8K 2.7K 179
                                    






Sesampainya di Mansion. Nevan keluar dan masuk meninggalkan Kinsley tanpa banyak kata.

Kinsley menatap ayahnya, menghela nafas kemudian ikut turun. Setelah dia keluar dari mobil, mobil kembali berjalan ke arah parkiran yang terletak tak jauh dari sana.

Nevan dengan segala wajah angkuh miliknya berjalan mengabaikan beberapa bawahan yang menunduk hormat. Ketika melewati ruang tamu, matanya melirik ke kanan dimana ada Darren dan teman-temannya. Juga, satu gadis. Tau dia siapa? Ya, Fania.

Darren terlihat sangat senang berada di sebelah gadis itu. Bahkan, Darren duduk berdekatan dengan Fania, merangkul bahu sempit itu dengan lengannya. Seperti melupakan apa yang terjadi beberapa waktu sebelumnya.

Nevan yakin, jika Darren tau apa yang telah terjadi. Namun memilih acuh?

Tapi Nevan tak peduli. Dia tak peduli semua tentang anak Stev. Biarkan dirinya bertingkah labil untuk saat ini dan beberapa waktu kedepan. Hati manusia tidak terbuat dari baja. Jadi, tak akan sekuat itu jika menerima pukulan telak.

"Ayah."

Saat akan menaiki anak tangga, langkah Nevan terhenti karena panggilan Henry tanpa menjawab atau membalikkan badan.

Nevan mendengus dalam hati, dia bertanya. Apa yang akan di ucapkan oleh Henry padanya? Permintaan maaf? Sepertinya dia tak butuh. Harga diri Stev 'Nevan' harus turun karena anak itu.

Nevan masih ingat, bagaimana kerasnya Henry memukul wajahnya. Dia ingat rasa sakit di ujung bibir hingga terasa ke telinganya. Dan juga, rasa rendah diri karena di ludahi anak kandung Stev.

"Ayah aku..."

Bullshit!! Nevan tak menerima permintaan maaf untuk saat ini. Jadinya, dia melanjutkan langkahnya. Dia tidak peduli meski Henry merasa bersalah atau tidak.

Melihat kepergian ayahnya, Henry tertunduk sedih. Dia memang berbuat salah, dia merasa jika pantas menerima itu. Tetapi, ia tak akan menyerah, Henry akan mencoba untuk mendapatkan maaf dari ayahnya itu.

Lagi pula dia tak sengaja. Henry di selimuti rasa khawatir hingga tak bisa berpikir jernih.

Puk!

Kinsley menepuk bahu sang adik lalu pergi ke dapur. Dia butuh minum saat ini. Dia merasa kasihan pada Henry, tetapi di sisi lain ... Kinsley merasa jika perbuatan Henry memang kelewatan.

Jika ada yang salah dengan ayahnya, Kinsley memang akan dengan senang hati membunuh sang ayah jika ayahnya ketahuan menyakiti adiknya. Namun, sejauh ini ... Tak pernah sekalipun ayahnya bersikap kasar.

Dia pun tau jika adiknya melakukan hal tersebut karena di selimuti rasa khawatir. Namun Kinsley harus tegas, dia ingin adiknya menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab dan menjadikan pelajaran kejadian seperti ini agar tak gampang membuat spekulasi sendiri.

"Kenapa om Stev cuekin bang Henry? Kasihan loh abang," cicit Fania yang menyaksikan adegan itu. Bukan hanya Fania, tetapi yang lain juga melihat

"Lo ga usah ikut campur. Ini masalah keluarga mereka," sahut Aldo julid.

Fania cemberut. "Tapi kasihan kak Henry. Om Stev bahkan ga noleh. Gimana mau sopan anaknya kalo orang tuanya gitu." bibirnya mengerucut lucu.

"Mau sopan atau enggak. Ini urusan mereka, urusannya sama lo tuh apa?" timpal Geo. Jika bukan karena temanya suka pada gadis itu, sejak tadi Geo sudah memelintir Fania.

"Tapi kak ... Kita sebagai teman kak Darren harus bisa ngasih saran. Apalagi, sifat om Stev yang seperti itu pasti ngebuat kak Darren sedih," tuturnya sedih. Dia melihat ke arah Darren dengan tatapan ibanya.

"Kita memang teman Darren. Tapi kita ga ada hak untuk ikut campur urusan pribadi. Tau diri kek lo jadi cewek!" sembuh Aldo. Gemes dia tuh sama gadis seperti Fania.

"Sudah lah. Jangan kasar sama cewek," lerai Darren. Keduanya mendengus tak suka.

"Tau ... Emang dari kemarin kak Aldo sama kak Geo, Kek Jevano juga sering banget hina aku," sedih Fania. Dia menunduk untuk mendapatkan perhatian Darren.

Darren menghela nafas, dia mengusap bahu Fania. "Lain kali jangan gitu. Fania seperti ini karena dia peduli."

Teman-teman Darren hanya diam. Lebih tepatnya, malas meladeni Darren.

"Cabut!" seru Aldo pada Geo. Geo pun berdiri mengikuti Aldo dan keluar.

"Ikut!" Jevano pun menyusul keduanya.

Fania bersedekap dada dan mengembungkan pipi, "Tuh kan! Pasti mereka benci aku!" seru Fania. Dia menatap Darren berkaca-kaca.

Raven dan Isla hanya menghela nafas. Keduanya hanya diam memperhatikan Darren yang menenangkan Fania. Gadis itu merengek di dekapan Darren.








Tbc.

Menjadi ayah tiga anak. ✔ TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang