Mendengar jawaban yang diberikan Illeana, seketika suasana menjadi hening. Tak ada satupun yang berani angkat suara, hingga menyebabkan keadaan dalam ruangan menjadi canggung satu sama lain.
Baik Marco, Ramon, dan Chris saling melemparkan tatapan satu sama lain, bermaksud memberikan kode untuk siapapun di antara mereka agar berani membuka suara untuk memecahkan kehingan, tetapi tak ada satupun di antara mereka yang mau membuka mulutnya.
Hhhh ... Marco menghela napasnya. Akhirnya mau-tak mau ia yang buka suara karena dia adalah yang paling tua di antara teman-temannya.
"A-ah gitu ..." Marco berujar dengan suara yang berusaha terdengar sebiasa mungkin---tak ingin menyinggung Illeana---. Matanya bergerak ke arah kiri, berpikir apa lagi yang harus dikatakannya. Tiba-tiba saja satu ide muncul dalam benaknya, "Oh, ya! Sini, Illeana! Kita ada ayam goreng ... tunggu, ya!"
Mata Marco tampak memindai persiapan di atas meja, tetapi dia merasa dirinya telah kehilangan sesuatu, hingga akhirnya setelah beberapa detik berpikir, Marco tahu apa yang ia lupakan.
Marco kemudian menepuk jidatnya sendiri, "Ya ampun, gua lupa lagi beli soft drink buat kita minum," ujar Marco.
Mendengar hal itu, sontak saja mata Ramon dan Chris melihat ke meja dan mendapati ada sesuatu yang kosong di antara 3 piring ayam goreng itu.
"Makan ayam goreng enggak ada softdrink sama aja boong," komentar Ramon.
"Yaudah beli softdrink gih sana," balas Chris.
Ramon mendecak, "Kan ada air putih."
"Mana enak pake air putih doang. Udah sono keluar." Chris menendang Ramon menjauh. Ia tidak ingin menjadi yang disuruh pergi keluar, jadi dia mengorbankan Ramon.
Marco pun mendukung Chris, "Ya, beli softdrink gih sana, Mon, bareng Rexton."
"Lho kok sama gua?" protes Rexton tak terima karena namanya main dibawa-bawa saja oleh Marco.
"Kan lu orang yang tinggal di sini, pasti lu lebih tau daerah sini," Marco memberikan alasan yang tepat, tetapi Rexton tentu tidak terima.
"Chris aja," balas Rexton.
"Gua males, mau nonton."
"Gua kan mau bantu-bantu ngenata dulu, Rex," ujar Marco saat Rexton menatapnya seakan ingin melubangi kepalanya.
"Mau gua bantuin, Rex?" pertanyaan yang dilontarkan Jourell membuat Rexton segera berdiri dan menarik Ramon keluar.
"Jourell aja, sih! Jourell aja!" seru Ramon saat Rexton menarik dirinya.
Rexton kemudian berhenti tepat di hadapan Illeana, membisikkan beberapa kata kepada Illeana yang membuat semburat merah muncul ke permukaan pipi Illeana. Setelahnya, Rexton bermaksud pergi, tetapi saat dirinya menemukan Harris yang terlihat ingin menyapa Illeana, Rexton pun segera menarik kerah belakang pakaian Harris---agar mengikutinya.
"Lu juga ikut!" Seru Rexton kepada Harris.
Belum sempat Harris mengajak Illeana berbicara, dirinya sudah dibawa pergi oleh Rexton. Suara pintu yang tertutup membuat seluruh orang kembali ke aktivitas mereka.
Marco dengan kesibukannya, Chris dengan filmnya, dan Illeana memilih untuk duduk di bangku makan yang tak jauh dari ketiga teman Rexton itu.
Illeana memutuskan untuk tidak bergabung dengan Marco dan Chris saat Marco menawarinya, seperti yang dipinta Rexton kepadanya.
"Pokoknya tunggu gua pulang, jangan ngobrol sama mereka. Deket-deket juga enggak boleh."
Illeana lagi-lagi tersenyum saat mengingat peringatan konyol yang datang dari Rexton. Apa emang biasanya Rexton bisa bertingkah semanis ini?
"Halo, Illeana?"
Lamunan Illeana buyar saat mendengar sebuah suara berat menyapanya. Illeana sedikit mengangkat kepalanya dan menemukan presensi Jourell yang berdiri tak jauh darinya itu tengah tersenyum ke arahnya.
"Udah lama kita enggak ketemu, boleh gua duduk di sini?" tanya Jourell basa-basi, tapi Illeana tak terlalu menanggapinya.
Tanpa menunggu jawaban Illeana, Jourell lantas duduk di seberang Illeana. "Gua seneng kita ketemu lagi."
Illeana mengembuskan napasnya, kemudian memasang senyumnya, "Iya, aku juga."
Jourell tertawa kecil saat mendengar jawaban yang diberikan Illeana, "Enggak usah terlalu formal gitu sama gua," ujar Jourell.
"Lu tau gua, kan?"
Pertanyaan yang dilontarkan Jourell membuat Illeana mengangkat sebelah alisnya. Pandangan Illeana kemudian beralih pada Marco dan Chris yang masih berada di tempat mereka, keduanya itu tampak sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing.
"Maksudnya?"
Melihat reaksi yang diberikan Illeana, Jourell berdeham panjang. Kedua manik jelaganya yang legam sama sekali tak melepaskan Illeana dari pandangannya.
Kedua tangannya kemudian Jourell taruh di atas meja untuk ia tautkan dan letakkan di depan wajah.
"Gua enggak percaya apa yang gua denger, ternyata Rexton enggak cerita apapun tentang gua ke lu ya, Illeana. Bukannya lu istrinya Rexton? Lu beneran istrinya Rexton, kan?"
Pertanyaan yang diajukan Jourell berhasil memancing emosi Illeana. Illeana berusaha untuk mempertahankan senyumannya meski dalam hati merasa dongkol sendiri.
"Tentu saja aku istrinya Rexton," jawab Illeana penuh penekanan. Ia merasa percaya diri saat menjawabnya.
"Ini aneh. Bukannya harusnya Rexton tetap ngeceritain tentang gua kalau benar kalian adalah pasangan suami-istri? Atau jangan-jangan kemarin Rexton terpaksa menikah sama lu?"
"Maksudmu apa?"
"Jangan tersinggung, Illeana. Bukannya lu baru kenal sama Rexton? Kalo gua enggak salah inget ... Satu? Atau dua minggu? Dan kalian langsung menikah dengan perkenalan sesingkat itu? Bukannya terlalu cepat, ya? Alasannya apa lagi kalau bukan terpaksa, ya kan?"
"..."
Jourell tersenyum kecil saat melihat reaksi Illeana yang terdiam, "Apa gua salah, Illeana? Apa kalian dijodohin? Tapi setau gua, orang tua Rexton sampe saat ini belum sekalipun ngelakuin perjodohan buat Rexton. Jadi apa sebenarnya alasan kalian menikah?"
Mendengar pertanyaan yang diajukan Jourell, Illeana memberikan tatapan menghunus ke arah Jourell. "Enggak peduli apapun alasannya, aku tetaplah istri Rexton, Jourell. Sedangkan kamu? Kamu hanya teman Rexton. Apa hakmu bertanya hal itu kepadaku?"
"Hahaha ..." Jourell tertawa kecil sebagai respon atas jawaban yang diberikan Illeana. Lidahnya berdecak kagum, sesekali bertepuk tangan.
Setelah puas memberikan reaksi kagum yang cenderung mengejek kepada Illeana, Jourell merenggangkan tubuhnya seakan tidak ada yang terjadi di antara mereka. Pun usai meluruhkan rasa lelah yang mendera tubuhnya, Jourell menyandarkan tubuhnya pada kursi. Pandangannya sama sekali tak lepas dari Illeana.
"Gimana kalau gua bukan hanya sekadar temen Rexton?"
Mata Illeana terbelalak saat mendengar perkataan Jourell. Bagaimana kalau bukan hanya sekadar teman? Apa maksud dari pertanyaan itu.
"Nah, sekarang jawab pertanyaan gua, Illeana. Gimana kalo gua bukan 'cuma' temen Rexton. Apa yang mau lu lakuin? Apa lu bakal bisa jawab pertanyaan gua tadi?"
Illeana masih terdiam, memproses apa yang terjadi. Otaknya masih mencerna seluruh perkataan Jourell. Tak ada satupun yang masuk ke dalam akalnya, tetapi Illeana tidak memiliki bukti kuat untuk membalikkan perkataan Jourell. Seorang Jourell masih terasa samar bagi Illeana.
"Nah, kan. Ini yang ngebuat kita berbeda. Lu enggak tau semua tentang gua dan Rexton, sedangkan gua? Gua tau seluruh hal tentang Rexton, Illeana. Ada satu rahasia Rexton yang selama ini enggak semua orang tau, lu tau apa?"
Jourell bergerak mendekat ke arah Illeana, berbisik di dekat telinga Illeana, "... Rexton itu impoten. Iya, kan?"
Setelah bertanya, Jourell menjauhkan dirinya dari Illeana. Kedua netranya diam-diam mengamati ekspresi yang diberikan Illeana. Benar-benar sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
DE(VI)LICIOUS SERIES [END]✓
Romance[HINOVEL / KARYAKARSA / JOYLADA] SERI I THIRSTY: SADISTIC LOVER Illeana adalah succubus yang ditendang dari dunia iblis karena sampai usia dewasa belum pernah berhubungan intim dengan manusia, dan Rexton adalah pria yang terancam divonis impoten kar...