Setelah puas berpelukan, Rexton kemudian membawa Illeana untuk duduk di atas satu sofa yang sama dengannya. Rexton tampak tak berniat melepaskan genggaman tangannya pada Illeana, seakan memastikan bahwa Illeana masih tetap di sisinya dan tidak pergi kemana-mana.
Rexton tersenyum sebentar saat melihat Illeana yang duduk berhadapan dengannya. Rexton sama sekali tak menyembunyikan perasaan senang yang menyelimuti hatinya saat menemukan Illeana kembali. Rexton bahkan berpikir dirinya nyaris gila kalau ia tidak bisa menemukan keberadaan Illeana.
"R-Rexton ..." Illeana memanggil Rexton, berusaha menyadarkan Rexton dari lamunannya.
Rexton kemudian mengerjapkan matanya beberapa kali, berusaha menghalau air mata agar tak jauh dari pelupuk mata.
"Maaf. Maafin gua, Illeana ..." Adalah kalimat pembuka yang datang dari mulut Rexton. Illeana tak percaya dengan apa yang terjadi padanya saat ini. Bukankah harusnya Illeana yang minta maaf karena marah pada Rexton karena pergi tiba-tiba?
Rexton kemudian mengeratkan genggaman tangannya, "Maaf karena gua enggak banyak jujur atau cerita ke lu."
"Rexton ..."
Rexton tersenyum saat Illeana memanggil namanya. Sorot mata gadis itu penuh rasa penyesalan, sama sepertinya, membuat Rexton menggelengkan kepalanya karena tahu Illeana merasa bersalah kepadanya.
"Ini semua salah gua, Illeana. Lu marah sama gua itu wajar. Gua yang enggak cerita semuanya ke lu."
"Soal gua impoten, maaf, harusnya gua langsung jawab saat lu nanya, bahkan lu harusnya emang udah tau sebelum kita nikah. Gua enggak tau apa gua impoten atau enggak sebenarnya. Emang sebelum ketemu lu, gua enggak bisa bereaksi sama siapapun. Gua pikir gua impoten saat itu."
Illeana merasa gugup saat mendengar penjelasan Rexton, "Sebelum ketemu aku?"
Rexton mengangguk, "Ya, tapi semuanya berubah saat gua ketemu lu. Gua juga enggak tau kenapa gua bisa berdiri saat sama lu. Gua juga bingung," Rexton menyisipkan tawa kecil, sebelum melanjutkan kembali ucapannya, "Aneh, kan?"
"..." Illeana terdiam.
"Awalnya gua enggak mau percaya kenapa bisa begini, apalagi sebelumnya kata-kata lu juga aneh. Tapi, semakin gua pikir-pikir mungkin gua bereaksi karena lu juga bukan seorang manusia biasa, lu succubus."
"Jadi, gua pikir enggak masalah kalau misalkan rahasia tentang gua yang enggak bisa bereaksi ke siapa-siapa itu tetep gua keep sendiri, karena selain gua masih bisa berdiri asal sama lu, gua juga sebenernya malu. Malu kalo orang-orang tau masalah pribadi gua. Ngebayangin cowok dewasa enggak bisa berdiri, orang-orang pasti mikir gua bermasalah, mungkin juga kebanyakan dari mereka bakal ilfeel sama gua. Mereka mungkin juga enggak segan-segan bikin asumsi yang enggak-enggak tentang gua." Rexton berusaha tersenyum saat menceritakan alasannya tutup mulut mengenai masalahnya. "Ini semua salah gua karena ambil keputusan sendiri tanpa pertimbangin perasaan lu, Illeana. Gua minta maaf."
"Rexton, maaf. Aku---"
"Gua udah bilang lu enggak usah minta maaf ke gua, Illeana. Dari lu, gua belajar banyak hal. Sama lu, gua jadi tau ada hal yang enggak boleh gua keep sendiri dan ambil keputusan sendiri. Apapun yang terjadi, gua harus tetep berbagi sama lu."
"Dari kejadian ini, gua nyesel, Illeana. Gua nyesel banget."
"Soal Jourell, gua enggak ada apa-apa sama dia. Lu harus percaya gua, Illeana. Gua sama dia, kita emang temen. Gua banyak cerita hal ke dia, karena dia yang paling klop sama gua. Gua rasa dia ngerti apa masalah gua."
"Termasuk masalah impoten?"
Rexton tampak bingung saat mendengar pertanyaan Illeana, "Dia nyatain rasa suka ke gua itu bener, Illeana, tapi gua cerita masalah itu ke dia, gua enggak pernah ngelakuin itu. Gua aja kaget denger ini dari lu. Lu tau gua impoten dari dia?"
Illeana mengangguk.
"Serius, Illeana. Gua enggak pernah---" omongan Rexton terhenti, kemudian ia teringat kejadian di hotel satu bulan lalu. "Sorry, Illeana. Satu bulan lalu gua sempet main di hotel sama perempuan. Perempuan-perempuan itu kebetulan gua dapet dari rekomendasi Jourell. Kayaknya---"
"Kayaknya salah satu dari mereka ngomong itu ke Jourell."
"Gua minta maaf, Illeana."
"Jadi, kamu beneran enggak ada apa-apa sama Jourell?"
"Tentu aja, Illeana. Lu harus percaya gua, okay? Gua emang sempet bingung pas lu tanya begitu ke gua. Maaf gua enggak langsung jawab pertanyaan lu karena sejujurnya gua juga bingung."
"Butuh waktu bagi gua menerima kenyataan bahwa Jourell punya perasaan lebih ke gua. Gua juga enggak mau nyakitin hati Jourell sebagai temen gua. Tapi, rasanya sulit buat jadi biasa aja. Gua bingung setiap harus ngeliat dia, apa yang harus gua lakuin kalo seandainya dia menuntut perasaannya ke gua, apa yang harus gua jelasin ke temen-temen gua yang lain tanpa membuat pertemanan kita bubar. Ngebayangin temen sendiri suka sama kita agak sulit. Gua pun enggak mau pertemanan gua hancur."
"Pertanyaan lu tentang Jourell tanpa sadar melemparkan gua kembali ke ingatan yang udah lalu. Gua jadi gelagapan sendiri, tentang reaksi apa yang harus gua berikan kepada Jourell, ke teman-teman gua, dan apa yang harus gua jelasin ke lu tanpa menyakiti banyak pihak. Gua takut lu salah paham dari sikap dan penjelasan gua. Gua juga bingung dengan keadaan ini. Tapi, satu hal yang lu tau, selama ini gua hanya nganggep Jourell sebagai temen gua."
"Mungkin setelah ini gua enggak bakal nganggep Jourell sebagai temen gua lagi karena dia udah berani nyentuh lu, Illeana." Rexton berujar sembari merapikan anak-anak rambut Illeana, menyelipkannya ke balik daun telinga Illeana. "Kalo gua disuruh milih antara Jourell atau lu, gua bakal pilih istri gua, yaitu lu."
Illeana merasa hatinya terenyuh saat mendengar perkataan Rexton, terlebih Rexton menjelaskan seluruhnya pada Illeana. Kini Illeana juga harus menjelaskan alasan kemarahannya.
"Rexton, maaf sebelumnya aku marah padamu. Jujur saat Jourell mendatangiku dan berbicara banyak hal tentangmu, aku benar-benar merasa kesal."
"Aku tak percaya kamu impoten, tentu saja! Kalo kamu impoten, mana mungkin kamu bisa main denganku, kan?"
Rexton tertawa saat mendengar perkataan polos Illeana. Rexton merasa dirinya seperti sebuah kemenangan tersendiri bagi Illeana sampai-sampai Illeana bangga seperti itu.
"Aku juga tidak peduli kalo Jourell menyukaimu atau tidak, tapi aku sangat-sangat peduli kalo kamu menceritakan banyak hal pada Jourell yang menyukaimu dibanding diriku. Mengetahui fakta itu, aku merasa disaingi. Aku merasa kalah dan aku tak suka itu."
Kelopak mata Rexton terbuka lebar saat mendengar perkataan Illeana.
"Aku tak ingin ada orang yang lain lebih tau tentangmu daripada aku. Harus aku, aku, aku, dan hanya aku yang mengetahui lebih banyak tentangmu. Tidak boleh ada orang lain yang tahu tentang itu."
Rexton merasakan rasa panas menjalar di kedua pipinya saat mendengar perkataan Illeana. Bahkan, apabila bisa digambarkan, mungkin saja sudah ada asap yang keluar dari kedua telinganya dengan wajah yang memerah sepenuhnya.
Puk, Rexton menjatuhkan kepalanya di atas bahu Illeana saat ia merasakan perasaan senang kini membuncah dalam dadanya. Seluruh udara di sekitarnya dihinggapi oleh gumpalan berwarna merah muda cantik yang melayang-layang, menyapa dirinya dengan sorak gembira.
Apa Illeana sedang cemburu saat ini? Lucunya.
Tunggu. Bukankah Rexton juga pernah memiliki perasaan yang sama seperti Illeana saat melihat Illeana bersama Jake?
Apa Rexton ... juga?
Membayangkan hal itu, rasa panas kini menjalar hingga tengkuk belakang Rexton.
"R-Rexton ..."
"Sebentar saja, Illeana. Tolong seperti ini sebentar saja."
Bulu mata Illeana yang lentik bergetar, bola mata Illeana berputar ke kanan dan kiri, tampak bingung dengan keadaan ini tanpa tahu bahwa Rexton saat ini sedang menyembunyikan senyum lebarnya.
Illeana juga memiliki perasaan yang sama dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DE(VI)LICIOUS SERIES [END]✓
Romance[HINOVEL / KARYAKARSA / JOYLADA] SERI I THIRSTY: SADISTIC LOVER Illeana adalah succubus yang ditendang dari dunia iblis karena sampai usia dewasa belum pernah berhubungan intim dengan manusia, dan Rexton adalah pria yang terancam divonis impoten kar...