Bab 23: Sang Pemburu Iblis

193 15 7
                                    

"Illeana mau kemana, Chi~?"

Illeana menghentikan langkahnya saat mendengar pertanyaan Annchi dalam kepalanya. Tampak makhluk berbulu itu tengah mengkhawatirkan keadaan tuannya yang saat ini dilanda perasaan kebingungan.

Illeana menolehkan kepalanya ke belakang, tak ada Rexton yang mengejarnya. Ia pun sedikit memelankan laju jalannya seraya memerhatikan sekitar. Illeana tidak tahu di mana ia berada saat ini. Kakinya membawanya pergi entah kemana di saat kepalanya dipenuhi oleh Rexton.

"Apa sulitnya berbicara jujur padaku?" tanya Illeana merasa kesal sendiri saat mengingat ekspresi terakhir Rexton sebelum ia pergi.

Illeana sendiri tidak mengerti kenapa ia marah saat ini. Marah karena Rexton impoten? Tentu tidak. Selama bersama Illeana, Rexton terus meresponnya. Lantas apa?

Jawabannya karena laki-laki itu tak bercerita padanya dan memilih bercerita pada Jourell. Illeana merasa tersaingi dan dikalahkan oleh eksistensi Jourell, terlebih saat dirinya tahu bahwa Jourell memiliki perasaan lebih pada Rexton, Illeana jadi tidak melihat Jourell dengan kacamata yang biasa.

"Hah! Rexton sangat menyebalkan!" umpat Illeana saat mengingat kembali pertengkarannya dengan Rexton tadi.

"Siapa itu Rexton?"

Illeana menolehkan kepalanya saat mendengar pertanyaan lembut yang ditujukan kepadanya. Matanya membola saat menemukan presensi Rafael yang kini berdiri di sebelahnya dengan senyum manis milik pria itu.

Illeana sedikit membuka mulutnya, tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Bagaimana bisa?!

"Halo, Saudari Illeana. Kita bertemu lagi."

Saat mendengar sapaan Rafael, Illeana rasanya ingin segera menjauhi Rafael detik itu juga, tetapi Rafael yang berdiri di sebelahnya itu menyamai langkah Illeana sehingga membuat Illeana merutukinya dalam hati.

"Aku senang sekali bertemu dengan Saudari Illeana hari ini karena terakhir kali kita bertemu Saudari Illeana langsung pergi begitu saja," ujar Rafael lagi, kali ini diselingi tawa kecil, laki-laki itu tampak sekali berusaha membuka percakapan mereka.

Illeana memutar bola matanya saat mendengar perkataan Rafael. Tentu saja dia pergi, dia diajak beribadah. Iblis mana coba yang tak jengkel?

"Apa aku berbuat salah pada Saudari Illeana sebelumnya sampai membuat Saudari Illeana pergi?"

Illeana menolehkan kepalanya kembali ke arah Rafael dan tersenyum, "Tidak, kok, Rafael. Waktu itu aku ada urusan mendadak. Maaf ya."

"Syukurlah," ujar Rafael. "Bagaimana kalau sekarang kita iba---"

"Aduh, aduh! Perutku!" Seru Illeana sembari memegangi perutnya, pandangannya mengintip dari ujung mata, melihat reaksi yang diberikan Rafael.

Rafael tampak cemas dengan keadaan Illeana, "Kamu baik-baik saja, Saudari Illeana?"

"Sepertinya perutku sakit, jadi hari ini aku tidak bisa beribadah, hehe ..." Illeana menyisipkan cengiran di akhir kalimatnya seraya menyelipkan anak-anak rambutnya ke belakang daun telinga.

"Oh, sayang sekali." Rafael tampak mengendurkan bahunya, terlihat sangat kecewa.

Illeana berdecak dalam hati, Kalau sudah tahu begitu, pergi sana! Hush hush!

"Bagaimana kalau kita makan siang bersama? Apa Saudari Illeana sudah makan?"

Illeana mengerjap saat mendengar pertanyaan Rafael. Jelas sekali Rafael tak ingin melepaskan dirinya. Boleh juga tekadnya.

"Bagaimana?" tanya Rafael sekali lagi, memastikan.

"Baiklah. Ayok," putus Illeana. Mungkin ia bisa melupakan sebentar masalahnya dengan Rexton.

Tak berapa lama kemudian, Illeana dan Rafael sudah tiba di suatu restoran yang direkomendasikan Rafael sepanjang perjalanan. Tak seperti tampangnya, Rafael bercerita banyak hal dan Illeana hanya menanggapi perkataan laki-laki itu seadanya. Moodnya benar-benar buruk karena pertengkarannya dengan Rexton.

"Apa kamu yakin ini tempatnya?" tanya Illeana saat masuk ke dalam restoran.

Restoran itu tampak luas, begitu banyak meja yang tertata berdekatan. Di tengahnya ada kasir yang terhubungan dengan dapur dan beberapa sudut di dinding restoran itu terdapat bingkai penghargaan, pendirian restoran, atau bahkan tanda tangan artis yang ditinggalkan. Sekilas, restoran itu tampak seperti restoran pada umumnya.

Akan tetapi, satu yang janggal, restoran itu tampak senyap seakan tak memiliki kehidupan. Tak ada satupun orang di dalam restoran selain Rafael dan Illeana, membuat Illeana mencium bau-bau yang mencurigakan. Matanya terus mengedar dengan kaki yang terus melangkah, tetapi semakin lama ia berjalan semakin kuat perasaan curiganya.

'Annchi! Annchi!'

Merasakan perasaan yang janggal, Illeana berusaha memanggil Annchi, tetapi tidak ada respon. Spontan, Illeana menoleh ke arah belakang dan betapa terkejutnya saat ia mendapati penampakkan yang aneh baginya.

Rafael yang tengah menodongkan sebuah pistol ke arah Illeana.

"Ketangkap kamu, iblis," ujar Rafael sembari menyunggingkan senyum tipis.

Sedari awal, sosok agamis merupakan topeng yang dikenakan oleh Rafael selama ini, Illeana seharusnya menyadari itu. Rafael adalah seorang pemburu iblis.

Illeana memiringkan kepalanya sedikit, "Benarkah?" tanya Illeana, kemudian mengeluarkan kedua sayap besarnya yang membentang untuk merengkuh Rafael ke dalam jangkauannya.

***

Tanpa Illeana dan Rafael sadari, ada seseorang yang memerhatikan mereka sedari tadi di balik kaca restoran. Meski bangunan di depannya tampak seperti restoran pada umumnya, di dunia manusia restoran itu dipenuhi banyak orang yang makan di sana, tetapi di dunia yang lain, restoran itu hanya dimiliki Rafael dan Illeana saat ini. Rupanya antara Rafael dan Illeana, salah satu daripada mereka melakukan teknik penguncian sehingga tak ada satupun orang dapat mengusik kegiatan panas mereka.

Orang tersebut tersenyum senang saat melihat pemandangan di depannya, "... Menarik."

DE(VI)LICIOUS SERIES [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang